40-an Amalan Saat Safar Umrah di Tanah Suci
Melaksanakan ibadah umrah merupakan dambaan setiap muslim di seluruh dunia. Umrah menjadi momen yang sangat istimewa dan membahagiakan, karena selain memperoleh pahala yang besar, juga bisa mempererat hubungan dengan Sang Pencipta. Namun, untuk memperoleh manfaat maksimal dari umrah, perlu adanya persiapan yang matang dan pemahaman yang baik tentang amalan yang harus dilakukan selama di tanah suci. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas sekitar 40 amalan penting yang sebaiknya dilakukan saat safar umrah, agar dapat memperoleh manfaat maksimal dari ibadah tersebut.
1. Jaga shalat lima waktu.
Karena tak sedikit yang saat perjalanan safar umrah meninggalkan shalat lima waktu, terutama saat di pesawat. Bahkan mereka tidak mengqadha’nya sekali pun.
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembeda) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 257).
Baca juga: Bahaya Meninggalkan Shalat
Manfaat dari menjaga shalat lima waktu dalam sehari amatlah besar yaitu dapat menggugurkan dosa sebagimana disebutkan dalam hadits berikut ini.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ، يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari, no. 528 dan Muslim, no. 667)
2. Jaga shalat pada awal waktu.
Selama safar umrah, jagalah shalat pada awal waktu, itulah yang lebih afdal.
Dari Ummu Farwah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, amalan apakah yang paling afdal. Beliau menjawab,
الصَّلاَةُ فِى أَوَّلِ وَقْتِهَا
“Shalat pada awal waktu.” (HR. Abu Daud, no. 426. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih)
Ada juga perintah shalat pada waktunya, berarti shalat tersebut dilakukan ketika waktu shalat sudah masuk dan masih di waktunya, tidak sampai keluar waktu.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Amal apakah yang paling utama?” Beliau menjawab,
الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا
“Shalat pada waktunya.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbuat baik kepada orang tua.” Aku berkata lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Jihad di jalan Allah.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 7534 dan Muslim, no. 85)
Itulah yang dimaksud dengan ayat,
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (QS. Al-Baqarah: 238). Ayat ini memerintahkan untuk melaksanakan shalat pada waktunya masing-masing, kecuali ada sebab bisa menjamak shalat.
Baca juga: Jagalah Shalat pada Waktunya
3. Jaga shalat secara berjamaah di masjid.
Mengenai keutamaan shalat berjamaah disebutkan dalam hadits dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam mengakhirkan shalat Isyak sampai tengah malam. Kemudian beliau menghadap kami setelah shalat, lalu bersabda,
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah itu lebih baik 27 derajat dibandingkan dengan shalat sendirian.” (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650)
- Shalat berjamaah di masjid itu lebih utama daripada shalat berjamaah di selain masjid. Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 27:171.
- Masjid yang dimaksud di sini adalah tempat diselenggarakannya shalat secara rutin di dalamnya. Lihat Shalah Al-Mu’min, 2:561.
Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ ، فَإنَّ أَفْضَلَ الصَّلاَةِ صَلاَةُ المَرْءِ في بَيْتِهِ إِلاَّ المَكْتُوبَةَ
“Shalatlah kalian, wahai manusia, di rumah-rumah kalian, karena sebaik-baiknya shalat adalah shalat seseorang di rumahnya, kecuali shalat wajib.” (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari, no. 731 dan Muslim, no. 781).
Sedangkan shalat terbaik untuk wanita adalah di rumahnya, walau sendirian. Pahalanya pun sudah sama seperti ia berjamaah ke masjid.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا
“Shalat seorang wanita di kamar khusus untuknya lebih afdal daripada shalatnya di ruang tengah rumahnya. Shalat wanita di kamar kecilnya (tempat simpanan barang berharganya, pen.) lebih utama dari shalatnya di kamarnya.” (HR. Abu Daud, no. 570. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat pengertian hadits ini dalam ‘Aun Al-Ma’bud, 2: 225).
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ
“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya).
Baca juga: Shalat Wanita di Masjid Ternyata Kalah Utama dengan Shalat Wanita di Rumahnya
Namun, karena saat umrah, para wanita berada di masjid yang utama (Masjidil Haram dan Masjid Nabawi) yang pahalanya berlipat-lipat, maka disarankan untuk tetap ke masjid supaya meraih pahala melimpah.
4. Jaga takbiratul ihram bersama imam.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652)
Mendapati KEUTAMAAN TAKBIR PERTAMA BERSAMA IMAM adalah ketika makmum mengucapkan takbiratul ihram setelah takbiratul ihramnya imam.
Baca juga: Berbagai Bentuk Idrok (Mendapati Imam dalam Shalat)
Ada kisah disampaikan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi (salah seorang ulama Syafi’i) bahwa ada seorang yang mencuri 400 unta milik Abu Umamah Al-Bahili, juga 40 hamba sahayanya. Ia pun sedih lantas menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Ini barangkali karena engkau sering luput dari takbiratul ihram bersama imam.” Abu Umamah pun berkata, “Wahai Rasulullah, jadi seperti itukah akibatnya jika luput dari takbiratul ihram bersama imam?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bahkan itu lebih parah dari hilangnya unta sepenuh bumi.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul ‘Imad Al-Aqfahsi dalam Al-Qaul At-Taam fii Ahkam Al-Ma’mum wa Al-Imam, hlm. 43).
5. Manfaatkan keringanan jamak dan qashar shalat.
Jamak shalat adalah mengerjakan dua shalat dikerjakan pada satu waktu. Sedangkan qashar shalat adalah meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat.
Dalil mengenai qashar shalat saat safar.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar shalat(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. An-Nisaa’: 101).
Adapun dalil dari hadits, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَكَانَ لاَ يَزِيدُ فِى السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ – رضى الله عنهم
“Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tidaklah pernah menambah lebih dari dua rakaat (untuk shalat yang aslinya empat rakaat) ketika safar beliau. Begitu pula Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman radhiyallahu ‘anhum melakukan seperti itu pula.” (HR. Bukhari no. 1102)
Dalil mengenai jamak shalat.
Allah Ta’ala berfirman,
أَقِمِ الصَّلَاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآَنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآَنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra’: 78).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengambil pelajaran dari ayat ini bahwa Shalat Zhuhur dan Ashar boleh dijamak pada satu waktu karena ada uzur, begitu pula shalat Maghrib dan Isyak. Karena Allah menggabungkan masing-masing dari dua shalat tersebut untuk satu waktu bagi yang memiliki uzur. Sedangkan bagi yang tidak memilik uzur, shalatnya tetap dua waktu (tidak digabungkan). (Taysirul Lathifil Mannan, hlm. 114-115).
Sebab jamak shalat adalah karena safar, sakit, hujan yang menyulitkan, sedangkan sebab qashar shalat adalah karena safar saja.
6. Bisa tetap menjaga shalat sunnah rawatib selama tak kesulitan.
Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhuma–istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummahatul mukminin–, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barang siapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728)
Yang dimaksudkan dengan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At-Tirmidzi, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Dalam Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb disebutkan:
Jika seseorang shalat bersama orang-orang yang tidak mengqashar shalat, yang lebih afdhal adalah ia melakukan shalat sunnah rawatib. Karena ketika itu jadinya ia dikenakan hukum orang-orang yang mukim, sehingga ia diperintah tetap melaksakanan shalat sunnah rawatib. Namun jika ditinggalkan, tidaklah mengapa. Akan tetapi jika shalat musafir tidak diqashar (karena bermakmum di belakang imam mukim, -pen), maka yang lebih afdhal adalah ia melaksanakan shalat sunnah rawatib. Akan tetapi, jika shalatnya diqashar, yang terbaik adalah meninggalkan shalat rawatib Zhuhur, (Maghrib, -pen) dan ‘Isya.
Adapun shalat dua rakaat sebelum Shubuh, tetap dikerjakan ketika safar maupun saat mukim. Demikian juga shalat witir bagi musafir, tetap dikerjakan. Sama halnya pula shalat sunnah dua raka’at sebelum Shubuh.
Adapun sunnah rawatib Magrib, Zhuhur, dan ‘Isya, yang lebih afdhal adalah meninggalkannya bagi para musafir jika mereka mengqashar shalat. (Fatwa Nuur ‘ala Ad-Darb, 10: 382)
Baca juga: Shalat Sunnah Rawatib bagi Musafir ketika Shalat di Belakang Imam Mukim
Shalat rawatib itu ada dua macam:
- Shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), ada 10 rakaat dalam sehari.
- Shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), ada 12 rakaat dalam sehari.
Shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari:
- 2 rakaat qabliyah Shubuh
- 2 rakaat qabliyah Zhuhur
- 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
- 2 rakaat bakdiyah Magrib
- 2 rakaat bakdiyah Isya
Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari:
- 2 rakaat qabliyah Zhuhur
- 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
- 4 rakaat qabliyah Ashar
- 2 rakaat qabliyah Magrib
- 2 rakaat qabliyah Isya
Rincian di atas diringkas dari Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:532-536.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Shalat Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad
7. Jangan sampai tinggalkan shalat sunnah Fajar.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَسْرَعَ مِنْهُ إِلَى الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Aku tidaklah pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah yang lebih semangat dibanding dengan shalat sunnah dua raka’at sebelum Fajar” (HR. Muslim, no. 724).
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqashar shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qabliyah dan bakdiyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh (sunnah Fajar). Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” (Zaadul Ma’ad, 1:456).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu perhatian pada shalat sunnah fajar karena keutamaannya yang luar biasa. Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan shalat sunnah qabliyah Shubuh adalah hadits dari ‘Aisyah di mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua rakaat sunnah fajar (shalat sunnah qabliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim, no. 725).
Dalam lafaz lain, ‘Aisyah berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara mengenai dua rakaat ketika telah terbih fajar shubuh,
لَهُمَا أَحَبُّ إِلَىَّ مِنَ الدُّنْيَا جَمِيعًا
“Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih kucintai daripada dunia seluruhnya” (HR. Muslim, no. 725).
Baca juga: Apakah Musafir Tetap Mengerjakan Shalat Sunnah?
Pengertian “lebih baik dari dunia dan seisinya” adalah shalat sunnah Fajar lebih baik daripada harta, keluarga, anak, dan perhiasan dunia lainnya yang seandainya manusia memiliki semuanya tetap masih kalah dengan keutamaan shalat sunnah Fajar. Kebahagiaan akhirat tentu lebih utama daripada kebahagiaan dunia karena akhirat itu kekal, sedangkan dunia itu akan fana.
Baca juga: Shalat Sunnah Fajar Lebih Baik daripada Dunia Seisinya, Apa Maksudnya?
8. Dapat pahala qirath lewat shalat jenazah dan mengantarkan jenazah ke kubur.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الْجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّىَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ ، وَمَنْ شَهِدَ حَتَّى تُدْفَنَ كَانَ لَهُ قِيرَاطَانِ . قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيمَيْنِ
“Barang siapa yang menghadiri prosesi jenazah sampai ia menyolatkannya, maka baginya satu qiroth. Lalu barang siapa yang menghadiri prosesi jenazah hingga dimakamkan, maka baginya dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Dua qiroth itu semisal dua gunung yang besar.” (HR. Bukhari, no. 1325 dan Muslim, no. 945)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ وَلَمْ يَتْبَعْهَا فَلَهُ قِيرَاطٌ فَإِنْ تَبِعَهَا فَلَهُ قِيرَاطَانِ. قِيلَ وَمَا الْقِيرَاطَانِ قَالَ « أَصْغَرُهُمَا مِثْلُ أُحُدٍ.
“Barang siapa shalat jenazah dan tidak ikut mengiringi jenazahnya, maka baginya (pahala) satu qiroth. Jika ia sampai mengikuti jenazahnya, maka baginya (pahala) dua qiroth.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud dua qiroth?” “Ukuran paling kecil dari dua qiroth adalah semisal gunung Uhud”, jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 945)
Rukun shalat jenazah
[1] niat, [2] empat kali takbir, [3] berdiri bagi yang mampu, [4] membaca Al-Fatihah, [5] membaca shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah takbir kedua, [6] mendoakan mayat setelah takbir ketiga, dan [7] salam.Baca juga: Fikih Pengurusan Jenazah
Cara shalat jenazah
- Berniat.
- Mengangkat kedua tangan bersamaan dengan takbiratul ihram.
- Membaca ta’awudz.
- Membaca surah Al-Fatihah.
- Bertakbir kedua sambil mengangkat tangan.
- Membaca shalawat pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah takbir kedua (bisa seperti dengan shalawat Ibrahimiyyah saat tahiyat).
- Bertakbir ketiga sambil mengangkat tangan.
- Membaca doa kebaikan untuk jenazah.
- Bertakbir keempat sambil mengangkat tangan.
- Membaca doa: ALLAHUMMA LAA TAHRIMNAA AJROHU WA LAA TAFTINNA BA’DAHU WAGHFIRLANAA WA LAHU.
- Salam ke kanan dan ke kiri: AS-SALAAMU ‘ALAIKUM WA ROHMATULLAH WA BARAKATUH ke kanan lalu ke kiri.
Doa kebaikan kepada jenazah setelah takbir ketiga
Di antara yang bisa dibaca pada doa setelah takbir ketiga:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا نَقَّيْتَ الثَّوْبَ اْلأَبْيَضَ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ، وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ، وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
Allahummaghfirla-hu warham-hu wa ‘aafi-hi wa’fu ‘an-hu wa akrim nuzula-hu, wa wassi’ madkhola-hu, waghsil-hu bil maa-i wats tsalji wal barod wa naqqi-hi minal khothoyaa kamaa naqqoitats tsaubal abyadho minad danaas, wa abdil-hu daaron khoirom min daari-hi, wa ahlan khoirom min ahli-hi, wa zawjan khoirom min zawji-hi, wa ad-khilkul jannata, wa a’idz-hu min ‘adzabil qobri wa ‘adzabin naar.
“Ya Allah! Ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya, selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari siksa kubur dan Neraka.” (HR. Muslim no. 963)
Catatan: Doa di atas berlaku untuk mayit laki-laki. Jika mayit perempuan, maka kata –hu atau –hi diganti dengan –haa. Contoh “Allahummaghfirla-haa warham-haa …”. Doa di atas dibaca setelah takbir ketiga dari shalat jenazah.
Doa khusus untuk jenazah anak kecil
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ لَنَا فَرَطًا وَسَلَفًا وَأَجْرًا
Allahummaj’ahu lanaa farothon wa salafan wa ajron
“Ya Allah! Jadikan kematian anak ini sebagai simpanan pahala dan amal baik serta pahala buat kami”. (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad- dalam Kitab Al-Janaiz, 65 bab Membaca Fatihatul Kitab Atas Jenazah 2: 113)
Doa shalat jenazah setelah takbir keempat
اللَّهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّ بَعْدَهُ وَاغْفِرْلَناَ وَلَهُ
Allahumma laa tahrimnaa ajro-hu wa laa taftinnaa ba’da-hu waghfir lanaa wa la-hu
“Ya Allah! Jangan menghalangi kami untuk tidak memperoleh pahalanya dan jangan sesatkan kami sepeninggalnya, ampunilah kami dan ampunilah dia”.
Untuk mayit perempuan, kata –hu diganti –haa.
Baca juga: Bacaan Shalat Jenazah
9. Belajar agama di masjid Nabawi.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ دَخَلَ مَسْجِدَنَا هَذَا لِيَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ لِيُعَلِّمَهُ كَانَ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ.
“Barang siapa masuk masjid kami ini (Masjid Nabawi) untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka ia seperti orang yang berperang di jalan Allah.” (HR. Ahmad, no. 8428)
10. Menjaga wudhu.
Dari Abu Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam di pagi hari memanggil Bilal lalu berkata,
يَا بِلاَلُ بِمَ سَبَقْتَنِى إِلَى الْجَنَّةِ مَا دَخَلْتُ الْجَنَّةَ قَطُّ إِلاَّ سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى دَخَلْتُ الْبَارِحَةَ الْجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِى
“Wahai Bilal, kenapa engkau mendahuluiku masuk surga? Aku tidaklah masuk surga sama sekali melainkan aku mendengar suara sendalmu di hadapanku. Aku memasuki surga di malam hari dan aku dengar suara sendalmu di hadapanku.”
Bilal menjawab,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِى حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا وَرَأَيْتُ أَنَّ لِلَّهِ عَلَىَّ رَكْعَتَيْنِ
“Wahai Rasulullah, aku biasa tidak meninggalkan shalat dua rakaat sedikit pun. Setiap kali aku berhadats, aku lantas berwudhu dan aku membebani diriku dengan shalat dua rakaat setelah itu.” (HR. Tirmidzi, no. 3689 dan Ahmad, 5:354. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits tersebut hasan)
Syaikh Abu Malik dalam Fiqhus Sunnah lin Nisaa’ (hlm. 49) menyatakan bahwa disunnahkan berwudhu setiap kali wudhu tersebut batal karena adanya hadats.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan, “Disunnahkan menjaga wudhu atau diri dalam keadaan suci. Termasuk juga kala tidur dalam keadaan suci.” (Kitab Matan Al Idhoh, hlm. 20).
11. Perbanyak ibadah dan doa di Raudhah.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah berkata, “Siapa saja yang menziarahi masjid Nabawi untuk shalat dua rakaat di Raudhah, tempat yang mulia atau mengerjakan shalat sunnah semampu dia karena ada hadits yang menjelaskan keutamaan hal ini. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ
“Antara rumahku dan mimbarku adalah di antara taman surga.” (HR. Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391)
Dari Yazid bin Abi ‘Ubaid, ia berkata, “Aku datang bersama Salamah bin Al-Akwa’, lalu aku shalat di Raudhah Syarif. Aku berkata: Wahai Abu Muslim, mengapa engkau sengaja shalat di Raudhah. Ia lantas menjawab, “Aku pernah melihat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersengaja shalat di Raudhah.” (HR. Bukhari, no. 502 dan Muslim, no. 509). Namun, shalat di Raudhah hendaknya tidak sampai bertindak melampaui batas terhadap yang lain (dengan mendorong, atau bertindak kasar) atau malah menyulitkan orang yang lemah. (Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 36863)
Catatan penting:
Dalam Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah disebutkan bahwa seluruh tempat di masjid Nabawi dalam hal pahala itu sama. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram.” (HR. Muslim, no. 1394)
12. Perbanyak shalat di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1.000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram. Shalat di Masjidil Haram lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad, 3:343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib, no. 1173.)
Baca juga:
13. Pahala umrah dengan shalat di Masjid Quba
Dari Usaid bin Zhuhair Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلاَةُ فِى مَسْجِدِ قُبَاءٍ كَعُمْرَةٍ
“Shalat di Masjid Quba’, (pahalanya) seperti umrah.”(HR. Tirmidzi, no. 324 dan Ibnu Majah, no. 1411. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلاَةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
“Siapa yang bersuci di rumahnya, lalu ia mendatangi masjid Quba’, lantas ia melaksanakan shalat di dalamnya, maka pahalanya seperti pahala umrah.” (HR. Ibnu Majah, no. 1412, An-Nasai, no. 700. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
14. Setiap kali mendengarkan azan, jawablah dan berdoa setelah itu.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Jika kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muazin. Kemudian bershalawatlah untukku. Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya (memberi ampunan kepadanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah kepada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafaatku.” (HR. Muslim, no. 384).
Ada lima amalan yang bisa diamalkan ketika mendengarkan azan shalat lima waktu sebagaimana disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
(1) mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
(2) bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Allahumma sholli ‘ala Muhammad atau membaca shalawat ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.
(3) minta kepada Allah untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: Allahumma robba hadzihid da’watit taammah wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah.
(4) membaca: Asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh, radhitu billahi robbaa wa bi muhammadin rosulaa wa bil islami diinaa, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.
(5) memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa-ul Afham, hlm. 329-331)
Baca juga: 5 Amalan Ketika Mendengar Azan
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الدُّعَاءَ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ فَادْعُوا
“Sesungguhnya doa yang tidak tertolak adalah doa antara azan dan iqamah, maka berdoalah (kala itu).” (HR. Ahmad, 3:155. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Baca juga: Doa antara Azan dan Iqamah
15. Manfaatkanlah tempat yang mulia di tanah suci untuk berdoa.
Misal: di Masjidil Haram, di Hijr Ismail, di Multazam, di bukit Shafa dan Marwah saat sai, dan Raudhah di Masjid Nabawi.
Ingat, doa itu besar pengaruhnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Taala selain doa.” (HR. Tirmidzi, no. 3370; Ibnu Majah, no. 3829, Ahmad, 2:362. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Yang penting doa dengan penuh rasa optimis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah kepada Allah dalam keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” (HR. Tirmidzi, no. 3479. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Baca juga: Allah Dekat dengan Orang yang Berdoa
Yakinlah bahwa doa akan memudahkan urusan kita. Dari Salman Al-Farisi radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ وَلاَ يَزِيدُ فِى الْعُمُرِ إِلاَّ الْبِرُّ
“Yang dapat menolak takdir hanyalah doa. Yang dapat menambah umur hanyalah amalan kebaikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2139 dalam Kitab Al-Qadr, Bab “Tidak ada yang menolak takdir kecuali doa”. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 154, 1:286-288, menyatakan bahwa hadits ini hasan.)
Baca juga:
16. Manfaatkan doa saat menjadi musafir selama perjalanan.
Dalam hadits disebutkan,
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
“Tiga waktu diijabahi (dikabulkan) doa yang tidak diragukan lagi, yaitu: (1) doa orang yang terzalimi, (2) doa seorang musafir, (3) doa jelek orang tua pada anaknya.” (HR. Ahmad, 12:479, no. 7510, Tirmidzi, 4:314, no. 1905, Ibnu Majah, 2:1270, no. 3862. Syaikh Al-Albani menghasankan hadits ini).
Di antara sebab terkabulnya doa disebutkan dalam hadits Arbain no. 10:
- Keadaan dalam perjalanan jauh (safar).
- Meminta dalam keadaan sangat butuh (genting).
- Menengadahkan tangan ke langit.
- Memanggil Allah dengan panggilan “Yaa Rabbii” (wahai Rabb-ku) atau memuji Allah dengan menyebut nama dan sifat-Nya, misalnya: “Yaa Dzal Jalaali wal Ikraam” (wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan), “Yaa Mujiibas Saa’iliin” (wahai Rabb yang Mengabulkan doa orang yang meminta kepada-Mu), dan lain-lain.
Baca juga: Hadits Arbain 10, Halal Berpengaruh pada Doa Kita
Adab penting dalam berdoa
- Tidak terburu-buru dalam meminta terkabulnya doa dengan mengatakan, “Aku sudah terus berdoa, tetapi tak juga terkabul.”
- Menghadirkan hati ketika memanjatkan doa.
- Percaya kepada janji Allah bahwa doa itu terkabul.
- Memilih waktu terbaik untuk berdoa.
- Benar-benar merasa membutuhkan Allah.
- Menghadap kiblat.
- Berdoa dalam keadaan suci.
- Mengangkat tangan saat berdoa.
- Memuji Allah di awal doa, lalu bersalawat pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Dahului dengan taubat dan istigfar, seperti doa Nabi Yunus ‘alaihis salam yang mengakui kezalimannya terlebih dahulu: LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Artinya: Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang yang berbuat aniaya).
- Meminta dengan penuh pengharapan yang besar dan rasa takut.
- Bertawassul dengan nama dan sifat Allah.
- Mendahului doa dengan sedekah.
- Memilih doa yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Diambil dari buku 50 Doa Mengatasi Problem Hidup)
17. Jagalah dzikir pagi dan petang.
Imam Nawawi dalam Shahih Muslim membawakan bab dengan judul “Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat Shubuh dan keutamaan masjid“. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in, Simak bin Harb. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,
أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”
Jabir menjawab,
نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
“Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat Shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim, no. 670)
Imam Nawawi mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran berdzikir setelah Shubuh dan duduk di tempat shalat jika tidak memiliki udzur (halangan).
Al-Qadhi mengatakan bahwa inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf dan para ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir dan berdoa hingga terbit matahari.” (Syarh An-Nawawi ‘ala Muslim, 8:29, Asy-Syamilah)
Baca juga: Malas Beraktivitas Karena Lupa Dzikir
Membaca dzikir pada pagi dan petang termasuk menjalani perintah Allah untuk memperbanyak dzikir sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat,
وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرَاً لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا () وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا ()
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42).
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menerangkan, “Dzikir yang banyak adalah dengan membaca tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah), tasbih (subhanallah), takbir (Allahu Akbar) dan perkataan lainnya yang mendekatkan diri kepada Allah. Yang paling minimal adalah kita merutinkan dzikir pagi-petang, dzikir bakda shalat lima waktu, dzikir ketika muncul sebab tertentu. Dzikir ini baiknya dirutinkan di setiap waktu dan keadaan.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 706)
Baca juga: Disuruh Dzikir yang Banyak
Manfaat berdzikir di antaranya disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Wabil Ash-Shayyib:
Senantiasa berdzikir kepada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr: 19)
Baca juga: 51 Keutamaan Dzikir
Waktu dzikir pagi: dari terbit fajar Shubuh hingga menjelang Zhuhur.
Waktu dzikir petang: dari tenggelam matahari hingga pertengahan malam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا ، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Antara umrah yang satu dan umrah lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya. Haji mabrur tidak ada balasan untuknya melainkan surga.” (HR. Bukhari, no. 1773 dan Muslim, no. 1349)
Baca juga: Keutamaan Umrah
Rukun Umrah
- Ihram,
- Thawaf umrah,
- Sa’i umrah,
- Halq atau taqshir (tahallul), dan
- Tertib.
Wajib Umrah
- Ihram dari miqat.
- Menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan ketika ihram.
Video Tata Cara Umrah
Yang penting saat umrah adalah jangan melakukan larangan ihram:
- Memakai pakaian yang meliputi (membentuk lekuk tubuh, seperti pakaian, celana), khusus laki-laki,
- Menutup kepala, baik seluruh atau sebagiannya,
- Menutup sebagian atau seluruh wajah serta memakai sarung tangan (bagi wanita),
- Memakai wewangian atau sejenisnya di badan, baju, atau tempat tidur (berlaku bagi laki-laki dan perempuan),
- Memakai minyak untuk rambut atau jenggot,
- Berjimak,
- Menghilangkan sebagian rambut atau kuku,
- Berburu hewan liar darat yang bisa dimakan,
- Memotong tumbuhan yang berada di tanah haram, kecuali idzkhir dan sejenisnya, dan
- Melaksanakan akad nikah.
Ada beberapa dam yang perlu diperhatikan karena melakukan pelanggaran:
Pertama: Dam yang wajib dibayarkan karena meninggalkan nusuk (yaitu meninggalkan sesuatu yang diperintahkan, contoh: tidak ihram dari miqat), dam ini secara berurutan adalah:
- Seekor kambing yang memenuhi syarat untuk qurban.
- Jika tidak mendapati, puasa sepuluh hari, di mana tiga hari di tanah suci dan tujuh hari apabila telah kembali ke tanah air.
Kedua: Dam yang wajib dibayarkan karena mencukur (contoh: mencukur seluruh rambut kepala atau tiga helai saja) dan at-taraffuh (bersenang-senang, contoh: memakai wewangian dan minyak), dam ini berdasarkan pilihan:
- Seekor kambing yang memenuhi syarat untuk qurban.
- Puasa tiga hari.
- Bersedekah tiga sha’ kepada enam orang miskin, masing-masing orang miskin mendapatkan setengah sha’ makanan yang sah diberikan untuk zakat fitrah.
Ketiga: Dam yang wajib yang dibayarkan karena berhubungan intim. Dam ini secara berurutan adalah:
- Satu ekor unta.
- Jika tidak mendapati, maka satu ekor sapi.
- Jika tidak mendapati, maka tujuh ekor kambing.
- Jika masih tidak mendapati, maka ia menilai unta (dengan uang) dan membeli makanan dengan harganya dan menyedekahkannya.
- Jika tidak mendapati, ia puasa satu hari untuk setiap mud.
19. Lakukanlah umrah berulang kali.
Orang yang berumrah boleh menunaikan umrah lebih dari sekali dalam sekali safar, baik berumrah untuk dirinya sendiri ataukah untuk orang tuanya yang sakitnya tak kunjung sembuh yang tidak mampu berumrah. Namun, syaratnya yang mengumrahkan harus sudah berumrah untuk dirinya sendiri. Bahkan mengulangi umrah termasuk dalam fadhilah amal, amalan yang utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
العُمْرَةُ إِلَى العُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا
“Umrah ke umrah itu menghapus dosa di antara keduanya.” (HR. Muslim)
Syarat pertama untuk sahnya umrah kedua bagi yang sudah berada di dalam Makkah, ia hendaknya keluar ke tanah halal terdekat, seperti Tan’im. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah umrah dua kali pada haji Wada’ kurang dari 20 hari. Umrah pertama yaitu berangkat dari Madinah. Umrah kedua adalah berihram dari Tan’im sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits berikut ini.
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ مَعَهَا أَخَاهَا عَبْدَ الرَّحْمَنِ فَأَعْمَرَهَا مِنْ التَّنْعِيمِ. متفق عليه.
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengutus bersamanya saudaranya ‘Abdurrahman, ia diperintahkan berumrah dari Tan’im. (Muttafaqun ‘alaih)
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Jika seseorang tinggal di Makkah atau singgah di Makkah lantas berkeinginan untuk umrah, maka miqatnya adalah miqat terdekat. Inilah pendapat dari Imam Syafii. Para ulama Syafiiyah pun menyepakatinya. Para ulama Syafiiyah berpendapat bahwa cukup baginya untuk mencapai tanah halal walau hanya satu langkah dari arah mana saja selama itu sudah masuk tanah halal. Itu adalah miqat yang wajib. Adapun yang disunnahkan adalah mengambil miqat untuk umrah dari Ji’ronah. Karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berumrah dari Ji’ronah. Jika tidak bisa, maka lewat Tan’im karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan kepada Aisyah untuk mengambil miqat dari Tan’im. Tan’im ini adalah miqat terdekat dari Baitullah. Jika tidak bisa pula, bisa mengambil miqat dari Hudaibiyyah. Karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam shalat di situ. Urutan miqat dari segi keutamaan adalah Ji’ronah, Tan’im, lalu Hudaibiyyah. Inilah yang disebutkan ulama Syafiiyah dan mereka menyepakatinya dan tidak ada ikhtilaf di dalamnya. Lihat Al-Majmu’, 7:211 dan Mughi Al-Muhtaj, 2:229.
Al-‘Allamah Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah dalam Al-Minhaj Al-Qawim berkata,
يسنُّ الإكثار من العمرة، ولو في اليوم الواحد؛ إذ هي أفضل من الطواف على المعتمد
“Disunnahkan memperbanyak umrah walaupun dalam satu hari. Amalan tersebut lebih afdal daripada memperbanyak thawaf. Demikian pendapat mu’tamad (pendapat resmi dalam madzhab Syafii).”
Baca juga: Inilah Dalil dan Fatwa Ulama Mengenai Bolehnya Umrah Berulang Kali dalam Sekali Safar
20. Masih boleh melakukan badal umrah.
Ulama Syafiiyah berpendapat bahwa boleh ada badal atau menggantikan menunaikan umrah dari yang lain jika yang digantikan adalah mayat atau orang yang masih hidup, tetapi tidak lagi memiliki kemampuan untuk menunaikannya sendiri.
Syarat badal umrah adalah: (1) yang membadalkan sudah pernah berumrah, (2) membadalkan hanya untuk satu orang.
Kalau badal haji, ada dalilnya sebagaimana disebutkan dalam riwayat berikut.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ »
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Memangnya siapa Syubrumah?”
Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?”
Ia menjawab, “Belum.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberi saran, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani berbeda penilaiannya, beliau menyatakan hadits ini sahih).
Para ulama berkata bahwa hukum badal umrah sama dengan hukum badal haji.
Baca juga: Badal Umrah, Adakah Dalilnya?
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah berkata, “Mengumrahkan orang yang telah meninggal dunia itu dibolehkan, begitu pula untuk orang yang tidak mampu untuk menunaikan umrah untuk dirinya sendiri karena sudah sepuh atau menderita penyakit yang sulit diharapkan sembuhnya. Yang membadalkan umrah termasuk orang yang berbuat baik dan akan mendapatkan ganjaran. Orang yang membadalkan jika dibayar untuk hal ini juga dibolehkan. Namun, hendaklah orang yang membadalkan dipilih–menurut sangkaan kuat–adalah orang yang saleh dan paham hukum. Yang menjadi wakil (penerima kuasa) meniatkan untuk menunaikan umrah orang lain atau orang yang memberi kuasa mengabarkan kalau ia mewakilkan pada orang lain. Karena orang yang memberi kuasa telah rida dengan penggantian tersebut karena ia menaruh percaya. Namun, jika yang membadalkan itu dua orang, maka tidaklah diterima.” (Fatawa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 142234)
Catatan: Badal umrah hanya boleh untuk mereka yang belum pernah berumrah. Jika sudah pernah berumrah, maka boleh dibadalkan jika ada wasiat.
21. Perbanyak Thawaf.
Dari Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا بَنِي عَبْدِ مَنَافٍ, لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا اَلْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْل أوْ نَهَارٍ
“Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja baik malam maupun siang.” (HR. Abu Daud, no. 1894; Tirmidzi, no. 868, An-Nasai, 1:284; Ibnu Majah, no. 1254; Ahmad, 27:297, Ibnu Hibban, 1552, 1553, 1554. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya perawi Muslim. Lihat Minhah Al-‘Allam, 2:210-211)
Hadits ini menunjukkan bahwa boleh melakukan thawaf pada waktu kapan pun, begitu pula shalat sunnah bakda thawaf boleh dilakukan pada waktu apa pun, meskipun pada waktu terlarang untuk shalat dikarenakan shalat sunnah bakda thawaf adalah shalat sunnah yang punya sebab.
Baca juga: Thawaf Bebas pada Waktu Kapan Pun
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan dalam fatawanya yang diringkas sebagai berikut.
Orang yang masuk Masjidil Haram ada dua keadaan:
- Yang masuk untuk bermaksud melakukan thawaf untuk haji, umrah, atau sekadar melakukan thawaf sunnah, maka yang dilakukan pertama kali adalah thawaf. Orang seperti ini tidak disyariatkan melakukan shalat tahiyatul masjid sebelum thawaf. Karena Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dan sahabatnya tidaklah pernah melakukan seperti itu. Jumhur ahli fikih berpendapat seperti itu. Yang menyelisihi pendapat ini hanyalah sedikit ulama seperti Ibnu ‘Aqil dari kalangan Hambali sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyyah dalam Syarh ‘Umdah Al-Fiqh. Yang dikecualikan dalam hal ini adalah jika masuk Masjidil Haram dalam keadaan sangat padat sehingga sulit untuk langsung thawaf. Hendaklah melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid, lalu menunggu sampai suasana tidak terlalu padat untuk memulai thawaf.
- Yang masuk untuk bermaksud shalat, duduk, menghadiri majelis ilmu, berdzikir, membaca Al-Qur’an, atau ibadah lainnya, maka disunnahkan melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid karena keumuman hadits Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
إذَا دَخَلَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila di antara kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah ia duduk hingga shalat dua rakaat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1163 dan Muslim, no. 714)
Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (10:306) disebutkan, “Jumhur ahli fikih berpendapat bahwa tahiyatul Masjidil Haram adalah melakukan thawaf untuk orang yang baru memasuki Makkah, baik ia adalah pedagang, orang yang berhaji, atau selainnya. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha,
إن النبي صلى الله عليه وسلم حين قدم مكة توضأ , ثم طاف بالبيت
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika masuk Makkah, beliau berwudhu, kemudian melakukan thawaf keliling Kabah.” (HR. Bukhari, no. 1614). Dua rakaat tahiyatul Masjidil Haram sudah dicukupi dengan dua rakaat bakda thawaf. Adapun penduduk Makkah yang tidak diperintahkan untuk thawaf atau tidak masuk untuk thawaf, ia ingin melakukan shalat, membaca Al-Qur’an, menghadiri majelis ilmu, maka tahiyatul Masjidil Haram untuknya adalah shalat sebagaimana yang dilakukan untuk menghormati masjid lainnya.” Demikian secara ringkas.
Lihat bahasan Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab, no. 106318.
Baca juga:
- Thawaf ataukah Shalat Tahiyatul Masjid ketika Masuk Masjidil Haram?
- Beberapa Penjelasan tentang Thawaf
22. Shalat bakda thawaf di belakang Maqam Ibrahim.
Surah yang dibaca pada shalat dua rakaat: rakaat pertama, surah Al-Kaafiruun; rakaat kedua, surah Al-Ikhlas.
Dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang amat panjang disebutkan,
فجعل المقام بينه وبين البيت [ فصلى ركعتين ] فكان يقرأ في الركعتين : ( قل هو الله أحد ) و ( قل يا أيها الكافرون ) ( وفي رواية : ( قل يا أيها الكافرون ) و ( قل هو الله أحد )
“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqam Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua rakaat. Dalam dua rakaat tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surah Al-Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surah Al-Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surah Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surah Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm. 56)
Baca juga: Waktu Membaca Surah Al-Ikhlas
23. Perbanyak doa, baca Al-Qur’an, atau dzikir ketika thawaf dan berdoa sapu jagad antara rukun Yamani dan Hajar Aswad.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلَاةٌ فَأَقِلُّوا مِنْ الْكَلَامِ
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, tetapi di dalamnya dibolehkan sedikit bicara.” (HR. An-Nasai, no. 2922)
Dalam hadits lainnya disebutkan,
الطَّوَافُ بِالْبَيْتِ صَلاَةٌ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَحَلَّ فِيهِ الْمَنْطِقَ ، فَمَنْ نَطَقَ فِيهِ فَلاَ يَنْطِقْ إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, tetapi Allah masih membolehkan berbicara saat itu. Barang siapa yang berbicara ketika thawaf, maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Ad-Darimi, no. 1847 dan Ibnu Hibban, no. 3836).
Baca juga: Wudhu Batal di Pertengahan Thawaf
Dari ‘Abdullah bin As-Saaib radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ مَا بَيْنَ الرُّكْنَيْنِ (رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
”Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata di antara dua rukun: Robbanaa aatina fid dunya hasanah wa fil aakhirooti hasanah, wa qinaa ‘adzaban naar (Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa neraka). ” (HR. Abu Daud ,no. 1892. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Baca juga: Sunnah-Sunnah Thawaf
24. Ambil berkah lewat air zam-zam dan berdoa saat meminumnya.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Lihat Al Maqosid Al Hasanah, As Sakhowiy hal. 359. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1165)
[Maksudnya doa apa saja yang diucapkan ketika meminumnya adalah doa yang mustajab]. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ketika meminum air zam-zam, beliau berdoa:اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْماً ناَفِعاً ، وَرِزْقاً وَاسِعاً وَشِفَاءً مِنْ كُلِّ دَاءٍ
“Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’an, wa rizqon waasi’an wa syifa-an min kulli daa-in” [Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang melimpah, dan kesembuhan dari setiap penyakit]. Namun, riwayat ini adalah riwayat yang dho’if (lemah). (Lihat Dho’if At Targhib no. 750, Syaikh Al Albani)
25. Ambil ibrah dari perjalanan hidup nabi di Makkah dan Madinah.
Allah Ta’ala berfiman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).
26. Membantu orang yang susah saat berumrah.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ كَانَ فِى حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِى حَاجَتِهِ
“Siapa yang biasa membantu hajat saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya dalam hajatnya.” (HR. Bukhari no. 6951 dan Muslim no. 2580).
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan utangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani di dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jaami’ no. 176).
27. Perbanyak Talbiyah
Talbiyah secara tinjauan bahasa berarti menjawab yang memanggil. Talbiyah ini dimutlakkan pada menegakkan ketaatan. Sedangkan talbiyah secara syari adalah perkataan orang yang berihram “LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK, LABBAIK LAA SYARIKA LAKA LABBAIK, INNAL HAMDA WAN NI’MATA, LAKA WAL MULK, LAA SYARIKA LAK (artinya: Aku memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku memenuhi panggilan-Mu. Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, aku memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya pujaan dan nikmat adalah milik-Mu, begitu juga kerajaan, tiada sekutu bagi-Mu).
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
أنَّ تلبيةَ رسولِ اللهِ صلَّى الله عليه وسلَّم: لبَّيكَ اللهمَّ لبَّيكَ، لبَّيكَ لا شريكَ لك لبَّيكَ؛ إنَّ الحمدَ والنِّعمةَ لك والمُلْك، لا شريكَ لك
“Talbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah: LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK, LABBAIK LAA SYARIKA LAKA LABBAIK, INNAL HAMDA WAN NI’MATA, LAKA WAL MULK, LAA SYARIKA LAK.” (HR. Bukhari, no. 1549 dan Muslim, no. 1184)
Talbiyah adalah sunnah dalam ihram sebagaimana pendpaat dalam madzhab Syafiiyah, Hambali, dan dipilih oleh Ibnu Baz dan Ibnu ‘Utsaimin.
Dari Salim bin ‘Abdullah bin ‘Umar, dari ayahnya (Ibnu ‘Umar), ia berkata,
سَمِعْتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهِ عليه وسَلَّم يُهِلُّ مُلَبِّدًا، يقول: لبَّيك اللَّهُمَّ لبَّيْك، لبَّيْك لا شريكَ لك لبَّيْك، إنَّ الحمْدَ والنِّعمَةَ لك والمُلْك، لا شريكَ لك. لا يزيدُ على هؤلاءِ الكَلِماتِ. وإنَّ عبدَ اللهِ بنَ عُمَرَ رَضِي الله عنهما كان يقول: كان رسولُ اللهِ صلَّى الله عليه وسَلَّم يركَعُ بذي الحُلَيفة ركعتينِ، ثم إذا استوت به النَّاقَةُ قائمةً عند مسجِدِ ذي الحُلَيفة، أهلَّ بهؤلاءِ الكَلِماتِ
“Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertalbiyah: LABBAIK ALLAHUMMA LABBAIK, LABBAIK LAA SYARIKA LAKA LABBAIK, INNAL HAMDA WAN NI’MATA, LAKA WAL MULK, LAA SYARIKA LAK. Beliau tidak menambah lebih dari kalimat tersebut. Sesungguhnya ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat di Dzulhulaifah dua rakaat. Ketika beliau telah menaiki unta, beliau menghadap Masjid Dzulhulaifah, beliau bertalbiyah dengan kalimat tersebut.” (HR. Bukhari, no. 5915 dan Muslim, no. 1184)
Catatan:
- Talbiyah termasuk dzikir dan tidak wajib saat umrah maupun haji sebagaimana dzikir lainnya dalam umrah dan haji.
- Pria disunnahkan mengeraskan suara saat membaca talbiyah, wanita disunnahkan tidak mengeraskan suaranya, yaitu bertalbiyah dengan sirr yang cukup didengar sendiri.
- Disunnahkan bertalbiyah dari awal ihram dan talbiyah untuk umrah berakhir ketika akan mulai thawaf umrah.
28. Perbanyak baca Al-Qur’an.
Dari Abu Musa Al-Asy’ary radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ : رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ ،وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ : لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ ، وَمَثلُ المُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الرَّيحَانَةِ : رِيْحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ
“Permisalan orang yang membaca Al-Qur’an bagaikan buah utrujah, bau dan rasanya enak. Permisalan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan buah kurma, tidak beraroma, tetapi rasanya manis. Permisalan orang munafik yang membaca Al-Qur’an bagaikan raihanah, baunya menyenangkan, tetapi rasanya pahit. Permisalan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an bagaikan hanzhalah, rasa dan baunya pahit dan tidak enak.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 5059 dan Muslim, no. 797)
29. Jaga shalat tahajud di tanah suci.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا عَبْدَ اللهِ! لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ، كَانَ يَقُومُ مِنَ اللَّيْلِ، فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ
“Wahai ‘Abdullah, janganlah seperti si fulan. Dahulu ia rajin mengerjakan shalat malam, tetapi sekarang ia meninggalkannya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1152 dan Muslim, no. 1159, 185)
Ingat, shalat tahajud harus didahului dengan tidur malam.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَىٰ أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari shalat tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79)
Ibnu Katsir rahimahullah dalam kitab tafsirnya berkata, “Tahajud itu setelah bangun tidur. ‘Alqamah, Al-Aswad, Ibrahim An-Nakha’i, dan selainnya berkata seperti itu. Makna tahajud dalam bahasa Arab seperti itu. Hadits-hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tahajud itu setelah bangun tidur.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:103)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا
“Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.” (QS. Al-Muzammil: 6). Nasyia’atal lail berarti bangun di waktu malam. Inilah yang dimaksudkan oleh Imam Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas secara mu’allaq dengan shighah jazm (tegas).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ah Al-Fatawa (17:474) berkata, “Nasyiatal lail menurut kebanyakan ulama adalah seseorang yang bangun setelah tidur. Tahajud itu bukanlah pada awal malam. Inilah yang tepat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mempraktikkan seperti itu. Hadits yang menerangkan seperti ini adalah mutawatir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tahajud pasti setelah bangun malam, bukan bangun antara dua ‘Isyak.”
Baca juga:
- Shalat Tahajud Didahului Tidur Malam (Bahasan Bulughul Maram)
- Tahajud itu Dilakukan Setelah Bangun Tidur Malam
30. Rutinkan Shalat Witir
Dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِخَمْسٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِثَلاَثٍ فَلْيَفْعَلْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يُوتِرَ بِوَاحِدَةٍ فَلْيَفْعَلْ
“Witir itu dianjurkan pada setiap muslim. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan lima rakaat, maka lakukanlah. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan tiga rakaat, maka lakukanlah. Siapa yang suka melakukan shalat witir dengan satu rakaat, maka lakukanlah.” (HR. Abu Daud, no. 1422; An-Nasai, 3:238; Ibnu Majah, no. 1190; Ibnu Hibban, 6:170. Perawi hadits ini terpercaya. Hadits ini dinyatakan marfu’ oleh sebagian ulama, ada pula yang menyatakan mawquf).
Baca juga: Hukum Shalat Witir dan Cara Pengerjaannya
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اجْعَلُوا آخِرَصَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْراً
“Jadikanlah shalat witir sebagai penutup shalat malam.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1998 dan Muslim, no. 751, 151)
31. Jaga Shalat Isyraq
Shalat isyraq adalah shalat Dhuha yang dikerjakan pada awal waktu. Waktu pengerjaannya adalah 15 menit setelah matahari terbit. Caranya adalah: (1) lakukan shalat Shubuh berjamaah bagi laki-laki di masjid atau bagi perempuan di rumah, (2) melaksanakan shalat dua rakaat pada saat matahari meninggi (15 menit setelah matahari terbit). Dengan shalat isyraq akan mendapatkan pahala haji dan umrah yang sempurna.
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى صَلاةَ الصُّبْحِ فِي مَسْجِدِ جَمَاعَةٍ يَثْبُتُ فِيهِ حَتَّى يُصَلِّيَ سُبْحَةَ الضُّحَى، كَانَ كَأَجْرِ حَاجٍّ، أَوْ مُعْتَمِرٍ تَامًّا حَجَّتُهُ وَعُمْرَتُهُ
“Barang siapa yang mengerjakan shalat Shubuh dengan berjamaah di masjid, lalu dia tetap berdiam di masjid sampai melaksanakan shalat sunnah Dhuha, maka ia seperti mendapat pahala orang yang berhaji atau berumrah secara sempurna.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 174, 181, 209. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, 1: 189 mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ ». قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »
“Barang siapa yang melaksanakan shalat Shubuh secara berjamaah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Muhammad Bazmul menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi, hasan dilihat dari jalur lain)
Baca juga: Shalat Isyraq Dilakukan Wanita di Rumah
Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كَانَ النبيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – إِذَا صَلَّى الفَجْرَ تَرَبَّعَ في مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَسْنَاء
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam itu apabila telah melakukan shalat Shubuh, beliau duduk bersila di tempat duduknya sampai terbitnya matahari yang putih indah sinarnya.” (HR. Muslim, no. 4851; Abu Daud, no. 4850)
Baca juga: Duduk Setelah Shalat Shubuh lalu Shalat Isyraq
32. Jaga Shalat Dhuha
Shalat Dhuha itu dikerjakan ketika matahari meninggi, 15 menit setelah matahari terbit sampai menjelang Zhuhur. Rakaat minimal adalah 2 rakaat, rakaat maksimal tidaklah dibatasi.
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى
“Pada pagi hari diharuskan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Setiap bacaan tasbih (subhanallah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahmid (alhamdulillah) bisa sebagai sedekah, setiap bacaan tahlil (laa ilaha illallah) bisa sebagai sedekah, dan setiap bacaan takbir (Allahu akbar) juga bisa sebagai sedekah. Begitu pula amar makruf (mengajak kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak dua rakaat.” (HR. Muslim, no. 720).
Shalat Dhuha paling afdal dilakukan saat makin siang sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.
أَنَّ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ رَأَى قَوْمًا يُصَلُّونَ مِنَ الضُّحَى فَقَالَ أَمَا لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّ الصَّلاَةَ فِى غَيْرِ هَذِهِ السَّاعَةِ أَفْضَلُ. إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ صَلاَةُ الأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
Zaid bin Arqom melihat sekelompok orang melaksanakan shalat Dhuha, lantas ia mengatakan, “Mereka mungkin tidak mengetahui bahwa selain waktu yang mereka kerjakan saat ini, ada yang lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Waktu terbaik) shalat awwabin (shalat Dhuha) yaitu ketika anak unta merasakan terik matahari.” (HR. Muslim no. 748). Artinya, ketika kondisi panas di akhir waktu.
Imam Nawawi mengatakan, “Inilah waktu utama untuk melaksanakan shalat Dhuha. Begitu pula ulama Syafiiyah mengatakan bahwa ini adalah waktu terbaik untuk shalat Dhuha. Walaupun boleh pula dilaksanakan ketika matahari terbit hingga waktu zawal.” (Syarh Shahih Muslim, 6: 28)
Baca juga: Waktu Shalat Dhuha
33. Masuk dan keluar masjid, jangan lupa baca membaca dzikirnya. Masuk dengan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri.
Doa masuk masjid
بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“BISMILLAH WASSALAAMU ‘ALA ROSULILLAH. ALLOHUMMAGHFIR LII DZUNUUBI WAFTAHLII ABWAABA ROHMATIK (artinya: Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah kepadaku pintu rahmat-Mu).”(HR. Ibnu Majah, no. 771 dan Tirmidzi, no. 314. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Doa keluar masjid
بِسْمِ اللَّهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى ذُنُوبِى وَافْتَحْ لِى أَبْوَابَ فَضْلِكَ
“BISMILLAH WASSALAAMU ‘ALA ROSULILLAH. ALLOHUMMAGHFIR LII DZUNUUBI WAFTAHLII ABWABAA FADHLIK (artinya: Dengan menyebut nama Allah dan salam atas Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku dan bukakanlah padaku pintu karunia-Mu).”(HR. Ibnu Majah, no. 771 dan Tirmidzi, no. 314. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
34. Bersabar ketika tinggal di Madinah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَصْبِرُ عَلَى لَأْوَاءِ الْمَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْ شَهِيدًا
“Tidaklah seseorang dari umatku bersabar terhadap cobaan Madinah dan kerasnya (kesusahannya), kecuali aku akan memberikan syafaat padanya atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat.” (HR. Muslim, no. 1378)
Dalam riwayat yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَصْبِرُ أَحَدٌ عَلَى لَأْوَائِهَا فَيَمُوتَ إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا أَوْ شَهِيدًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا كَانَ مُسْلِمًا
“Tidaklah seseorang bersabar terhadap kesusahan di Madinah kemudian dia mati, kecuali aku akan memberikan syafaat padanya, atau menjadi saksi baginya pada hari Kiamat jika dia seorang muslim.” (HR. Muslim, no. 1378)
Ujian berupa kesusahan dan penyakit yang muncul bagi orang yang datang kemudian tinggal di kota Madinah bisa berupa kesulitan mencari mata pencaharian atau bisa berupa penyakit yang muncul akibat cuaca yang ekstrim semisal demam. Hal ini dijelaskan oleh Syaikh Al-Mubarakfuri rahimahullah, beliau berkata,
واللأواء في اللغة الشدة , ( نقله الباحث من الصحاح للجوهري ) , وعطف الشدة عليها للتفسير أو التأكيد , أو أن ( اللأواء ) المراد بها ضيق المعيشةوتعسر الكسب , والشدة : ما يصيب الإنسان في بدنه بسبب شدة الحر والبرد ونحو ذلك
“Al-Awa’ secara bahasa adalah keras (syiddah), al-awa’ disambung dengan kata keras (syiddah) untuk penekanan. Yang dimaksud dengan kesempitan hidup di Madinah adalah sulitnya mencari mata pencaharian. Adapun maksud kata keras (syiddah) adalah apa yang menimpa manusia pada badannya (penyakit) akibat ekstrimnya cuaca panas dan dingin (di kota Madinah).” (Mura’atul Mafatih syarh Misykatul Mashabih, 9:514-515)
35. Pada hari Jumat, jangan lupa membaca surah Al-Kahfi.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِى يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
“Barang siapa yang membaca surah Al-Kahfi pada hari Jumat, ia akan disinari cahaya di antara dua Jumat.” (HR. An-Nasa’i dan Al-Baihaqi. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini SAHIH sebagaimana dalam Shahih At-Targhib, no. 736)
Al-Imam Zainuddin Al-Malibari rahimahullah berkata, “Membaca surah Al-Kahfi pada hari Jumat dan malam Jumat adalah disunnahkan karena berbagai hadits mendukung hal ini. Membaca surah Al-Kahfi pada hari Jumat lebih afdal, lebih-lebih lagi pada Shubuh hari Jumat. Karena membacanya pada waktu Shubuh berarti bersegera dalam kebaikan. Hendaklah membaca surah Al-Kahfi dan surah lainnya dari Al-Qur’an pada malam dan hari Jumat. Membaca surah Al-Kahfi dan surah lainnya secara jaher (keras) itu makruh bila sampai mengganggu orang yang shalat dan orang yang tidur. Hal ini ditegaskan oleh Imam Nawawi dalam berbagai kitabnya.” (Fathul Mu’iin bi Syarh Qurroh Al-‘Aini bi Muhimmaati Ad-Diin, hlm. 232)
Baca juga: Keutamaan Membaca Surah Al-Kahfi dan Waktunya
36. Manfaatkan doa di hari Jumat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan tentang hari Jumat. Beliau bersabda,
فِيهَا سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ ، وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْألُ اللهَ شَيْئاً ، إِلاَّ أعْطَاهُ إيّاهُ )) وَأشَارَ بيَدِهِ يُقَلِّلُهَا.
“Di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba yang muslim tepat pada saat itu berdiri shalat meminta sesuatu kepada Allah, melainkan Allah pasti memberikan kepadanya.” Beliau pun mengisyaratkan dengan tangannya untuk menggambarkan sedikitnya (sebentarnya) waktu tersebut. (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 935 dan Muslim, no. 852)
Hadits ini menunjukkan secara umum mengenai waktu terkabulnya doa di hari Jumat. Syaikh Musthofa Al ‘Adawi rahimahullah berkata, “Sudah sepantasnya seorang muslim berusaha untuk memperbanyak doa di hari Jumat di waktu-waktu yang ada secara umum.”
Baca juga: Terkabulnya Doa pada Hari Jumat
37. Ziarah kubur, misal ke kuburan Baqi’.
Adapun dalil yang menunjukkan keutamaan kuburan Baqi’ adalah hadits dari Ummu Qais binti Mihshan:
يَا أُمَّ قَيْسٍ، يُبعَث مِنْ هذِهِ الْمَقْبَرَةِ سَبْعُوْنَ ألفًا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ. فَقَام رَجُلٌ فَقَالَ: أَنَا مِنْهُمْ؟ قَالَ: نَعَمْ
قام آخر فقال سبقك بها عكاشة.
“Wahai Ummu Qais, akan dibangkitkan dari pemakaman ini (Baqi) 70.000 orang yang akan masuk surga tanpa dihisab. Tiba-tiba ada seorang laki-laki berdiri dan berkata, “Apakah aku termasuk kelompok mereka?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya”.” Lantas yang lainnya berdiri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau sudah kedahuluan Ukkasyah.” (HR. Thabrani).
Baca juga: 70.000 Orang yang Masuk Surga Tanpa Hisab, Tanpa Siksa
Yang dibaca ketika ziarah kubur adalah:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
ASSALAMU ’ALAIKUM AHLAD-DIYAAR MINAL MU’MINIIN WAL MUSLIMIIN, WA INNA INSYAA ALLOOHU BIKUM LA-LAAHIQUUN, WA AS-ALULLOOHA LANAA WALAKUMUL ‘AAFIYAH.
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur, dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam. Kami insya Allah akan menyusul kalian, saya meminta keselamatan untuk kami dan kalian.”
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan para sahabat ketika keluar menuju kubur dengan membaca doa di atas. Hadits di atas dari Sulaiman bin Buraidah, dari bapaknya. (HR. Muslim, no. 975)
Baca juga: Doa Ziarah Kubur dan Faedahnya
38. Bersedekah air.
Dari Sa’id bahwasanya Sa’ad mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya,
أَىُّ الصَّدَقَةِ أَعْجَبُ إِلَيْكَ قَالَ « الْمَاءُ ».
“Sedekah apa yang paling engkau sukai.” Jawab beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sedekah air.” (HR. Abu Daud, no. 1679 dan An-Nasai, no. 3694; 3695; Ibnu Majah, no. 3684. Hadits ini tidak bersambung, Sa’id bin Al-Musayyib tidak bercumpa dengan Sa’ad bin ‘Ubadah. Hadits ini punya syawahid atau penguat tetapi dhaif. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dhaif. Syaikh Al-Albani berpendapat bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain sebagaimana disebutkan dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 962).
Baca juga: Keutamaan Sedekah Sumur dan Memberi Minum Air
39. Bersabar, jangan sampai berdebat kusir, jangan sampai bermaksiat saat berumrah.
Allah Ta’ala berfirman,
ٱلْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَٰتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِى ٱلْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ ٱللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Dalam Tafsir Al-Muyassar disebutkan:
Waktu pelaksanaan haji itu adalah pada bulan-bulan yang telah dimaklumi, yaitu bulan Syawal, dzulqo’dah, dan 10 hari dari bulan Dzulhijjah. maka barangsiapa telah memantapkan niat Haji atas dirinya pada bulan-bulan tersebut dengan memasuki keadaan ihram, maka diharamkan atas dirinya untuk berjimak dan aktivitas-aktivitas pengantarannya, baik berbentuk perkataan maupun perbuatan. Dan haram atas dirinya keluar dari ketaatan kepada Allah dengan berbuat maksiat-maksiat, dan perdebatan dalam berhaji yang dapat menyeret padat tersulut nya kemarahan dan kebencian. dan apapun kebaikan yang kalian perbuat niscaya Allah mengetahuinya, lalu membalasi tiap-tiap orang yang sesuai dengan amal perbuatannya. Dan bawalah bagi kalian perbekalan dari jenis makanan dan minuman bagi perjalanan ibadah haji, dan perbekalan dari jenis amal Shalih untuk Kampung akhirat. Karena sesungguhnya sebaik-baik perbekalan adalah ketaqwaan kepada Allah. dan takutlah kepadaku Wahai orang-orang yang berakal sehat.
40. Ingat, siapkan oleh-oleh pada orang-orang terdekat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَهَادَوْا تَحَابُّوا
“Hendaklah kalian saling memberi hadiah, karena hal itu akan membuat kalian saling mencintai.” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubro 6/169, hasan)
Saling memberi hadiah merupakan salah satu faktor yang menumbuhkan rasa saling mencintai di antara kaum muslimin. Oleh karena itu, seorang penyair Arab menyatakan dalam sebuah sya’ir:
هدايا الناس بعضهم لبعض تولد في قلوبهم الوصال
Hadiah yang diberikan oleh sebagian orang kepada yang lain bisa menumbuhkan rasa saling mencintai di hati mereka.
41. Jangan lupa doakan saudaramu saat berada di tanah suci.
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ إِلاَّ قَالَ المَلَكُ : وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Tidaklah seorang hamba muslim yang berdoa untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya, melainkan malaikat berkata, ‘Dan untukmu seperti doamu.’” (HR. Muslim, no. 7231)
Dalam lafaz yang lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ المَرْءِ المُسْلِمِ لِأَخِيْهِ بِظَهْرِ الغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ المَلَكُ المُوَكَّلُ بِهِ : آمِينَ ، وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak ada di hadapannya pasti dikabulkan. Di dekat kepala orang tersebut ada malaikat yang diberi tugas untuk itu. Setiap kali seorang muslim berdoa kebaikan untuk saudaranya, maka malaikat yang diberi tugas itu berkata, “Aamiin, dan untukmu seperti doa itu.” (HR. Muslim, no. 2733)
Di dalam Kitab Adab Al-Mufrad karya Imam Bukhari disebutkan bab:
Bab 278 – Doa Seseorang kepada Saudaranya di Saat Saudaranya Tidak Mengetahuinya.
Dari Shafwan bin ‘Abdillah bin Shafwan–istrinya adalah Ad-Darda’ binti Abid Darda’–, beliau mengatakan,
قدمت عليهم الشام، فوجدت أم الدرداء في البيت، ولم أجد أبا الدرداء. قالت: أتريد الحج العام ؟ قلت : نعم. قالت: فادع الله لنا بخير؛ فإن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول
“Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummud Darda’ (ibu mertua Shafwan) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abud Darda’ (bapak mertua Shafwan). Ummu Darda’ berkata, “Apakah engkau ingin berhaji tahun ini?” Aku (Shafwan) berkata, “Iya.”
Ummu Darda’ pun mengatakan, “Kalau begitu doakanlah kebaikan padaku karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,”
إن دعوة المرء المسلم مستجابة لأخيه بظهر الغيب، عند رأسه ملك موكل، كلما دعا لأخيه بخير، قال: آمين، ولك بمثل”. قال: فلقيت أبا الدرداء في السوق، فقال مثل ذلك، يأثر عن النبي صلى الله عليه وسلم.
“Sesungguhnya doa seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: Aamiin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.”
Shafwan pun mengatakan, “Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia mendapatkan hadits tersebut dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Hadits ini sahih) Lihat Ash Shohihah (1399): [Muslim: 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88]
Baca juga: Doakanlah Saudaramu di Saat Dia Tidak Mengetahuinya
42. Jaga keistiqamah bakda umrah hingga akhir hayat.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)
Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat di atas, “Janganlah takut pada akhirat yang akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.”
Baca juga: Kiat Agar Istiqamah
Dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ صَامَ يَوْمًا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ خُتِمَ لَهُ بِهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barang siapa mengucapkan laa ilaha illallah karena mencari wajah Allah kemudian amalnya ditutup dengannya, maka ia masuk surga. Barang siapa berpuasa karena mencari wajah Allah kemudian amalnya diakhiri dengannya, maka ia masuk surga. Barang siapa bersedekah kemudian itu menjadi amalan terakhirnya, maka ia masuk surga.” (Disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Ahkam Al-Janaiz, hlm. 58. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Baca juga: Tanda Husnul Khatimah
Syafiq Al-Balkhi rahimahullah berkata bahwa ada empat cara untuk istiqamah,
- Tidak meninggalkan perintah Allah karena sedang mengalami musibah.
2. Tidak meninggalkan perintah Allah karena kesibukan dunia.
3. Tidak mengikuti komentar orang lain dan mengedepankan hawa nafsu sendiri.
4. Beramal sesuai Al-Quran dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(Hilyah Al-Auliya’, 8:17, dinukil dari At-Tadzhib Al-Maudhu’i li Hilyah Al-Auliya’, hlm. 50).
43. Melakukan shalat sunnah ketika tiba dari safar umrah di masjid terdekat.
Ada satu sunnah yang bisa dilakukan oleh musafir termasuk pula bagi jamaah haji yang baru pulang dari safar adalah melakukan shalat sunnah dua rakaat di masjid terdekat ketika tiba dari safar. Niatannya adalah shalat dua rakaat ketika tiba dari safar.
Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ضُحًى دَخَلَ الْمَسْجِدَ ، فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tiba dari safar pada waktu Dhuha, beliau memasuki masjid kemudian beliau melaksanakan shalat dua rakaat sebelum beliau duduk.” (HR. Bukhari, no. 3088)
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau mengatakan, “Aku pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam safar. Tatkala kami tiba di Madinah, beliau mengatakan padaku,
ادْخُلِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ
“Masukilah masjid dan lakukanlah shalat dua rakaat.” (HR. Bukhari, no. 3087)
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa shalat ini adalah shalat ketika baru datang dari safar, shalat ini bukanlah shalat tahiyatul masjid.
Dari perkataan Imam Nawawi ini tampak jelas bahwa shalat sunnah yang dimaksud itu berbeda dengan shalat sunnah tahiyatul masjid. Dengan melakukan shalat ini, shalat tahiyatul masjid menjadi gugur.
Cara melakukan shalat ini sama seperti shalat yang lain, tentu dengan membaca surah Al-Fatihah dan surah yang mudah dibaca setelah itu.
44. Bertekad untuk berhaji bagi yang belum berhaji.
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hadits yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya Tabaraka wa Ta’ala. Beliau bersabda,
نَّ اللهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ وَالسَّيئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ.
“Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya. Barang siapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak.” (HR. Bukhari, no. 6491 dan Muslim, no. 131 di kitab sahih keduanya dengan lafaz ini).
Baca juga: 7 Amalan Berpahala Haji
Orang yang punya hamm dalam kebaikan lantas tidak dilakukan ada beberapa bentuk:
- Melakukan sebab, tetapi tidak mendapatinya. Orang seperti ini mendapatkan kebaikan yang sempurna.
- Sudah punya hamm dan azam, tetapi ditinggalkan karena ada kebaikan yang lebih afdal. Orang seperti ini akan mendapatkan pahala kebaikan yang lebih tinggi (lebih sempurna). Sedangkan, untuk amalan yang ditinggalkan (yang lebih rendah) dicatat mendapatkan pahala dari hamm (tekadnya).
- Jika meninggalkan amalan karena kemalasan. Misalnya, sudah berniat mau mengerjakan shalat sunnah Dhuha. Lantas ada teman yang mengajak untuk jalan. Ia diberi ganjaran sebatas niatannya saja, tetapi tidak diberi balasan untuk perbuatan karena tidak dilakukan tanpa ada uzur.
45. Berharap kepada Allah agar bisa kembali ke tanah suci lagi.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ
“Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka.” (QS. Ibrahim: 37)
Syaikh As-Sa’di menjelaskan ayat ini: setiap kali seorang hamba pergi bolak-balik ke Kabah, maka semakin bertambah kerinduannya, semakin besar kecintaannya dan kerinduannya.
Semoga melalui 40-an amalan saat safar umrah ini diharapkan para jamaah yang melaksanakan ibadah umrah dapat memperoleh manfaat yang besar dan pahala yang berlimpah. Dengan tetap menjaga keistiqamahan dalam menjalankan amalan-amalan ini, semoga umrah yang dilakukan menjadi ladang amal yang bermanfaat dan dapat membawa perubahan positif dalam kehidupan.
Selamat beribadah dan semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan berkah-Nya kepada kita semua.
–
Diselesaikan di Jogja, 27 Rajab 1444 H, diperbaharui lagi pagi hari 22 Dzulhijjah 1444 H, 11 Juli 2023
Artikel Rumaysho.Com
Sangat bermanfaat
Artikelnya tidak berbelit belit
Artikelnya sangat bermanfaat sekali
Bahasanya mudah dipahami
MasyaAllah bahasa nya tidak berbelit belit