Amalan

Keringanan Bagi Musafir

Apa saja keringanan bagi musafir ketika bersafar?

Islam benar-benar ajaran yang sempurna. Bagi hamba yang berada dalam kesulitan, maka ia pun bisa meraih kemudahan termasuk hal ini ketika bersafar atau melakukan perjalanan jauh. Berikut beberapa keringanan tersebut:

1. Mengqashar shalat, yang menjadikan shalat 4 raka’at menjadi 2 raka’at. Satu-satunya hal yang boleh mengqashar shalat hanyalah pada safar. Oleh karena itu, safar selalu disandarkan pada qashar karena mengqashar shalat hanya diperuntukkan bagi orang yang melakukan safar.

2. Menjamak, yaitu menggabungkan dua shalat, dikerjakan di salah satu waktu. Shalat Zhuhur dengan shalat ‘Ashar, juga shalat Maghrib dan shalat ‘Isya’ pada salah satu waktu shalat. Bila dikerjakan di waktu shalat  pertama disebut jamak taqdim. Bila dikerjakan di waktu shalat kedua disebut jamak takhir. Sebab menjamak shalat lebih umum daripada mengqashar shalat. Oleh karena itu, terdapat hal-hal yang membolehkan menjamak shalat selain safar seperti karena sakit, istihadhoh, hujan yang menyulitkan, jalanan berlumpur, udara yang dingin dan keperluan-keperluan yang lain. Menjamak shalat tatkala bepergian lebih utama ditinggalkan kecuali memang ada kebutuhan untuk menjamaknya, seperti untuk mendapatkan shalat berjama’ah atau karena sulit mengerjakan shalat di masing-masing waktu.

3. Tidak berpuasa pada siang hari di bulan Ramadhan jika memang safarnya penuh kesulitan. Namun jika safarnya tidak ada kesulitan apa-apa, puasa bisa jadi tetap wajib.

4. Mengerjakan shalat sunnah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah yang dituju oleh kendaraan. Namun shalat wajib asalnya dilakukan setelah turun dari kendaraan.

5. Mengusap sepatu, serban dan semisalnya selama tiga hari tiga malam bagi musafir. ‘Ali bin Abi Tholib mengatakan,

جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan tiga hari tiga malam sebagai jangka waktu mengusap khuf bagi musafir, sedangkan sehari semalam untuk mukim.” (HR. Muslim no. 276)

6. Bertayamum karena ketika safar lebih dibutuhkan dibanding saat mukim saat tidak ditemukan air atau sulit menggunakan air.

7. Meninggalkan shalat sunnah rawatib ketika safar. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Allah subhanahu wa ta’ala memberi keringanan bagi musafir dengan menjadikan shalat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Seandainya shalat sunnah rawatib sebelum dan sesudah shalat fardhu disyari’atkan ketika safar, tentu mengerjakan shalat fardhu dengan sempurna (empat raka’at) lebih utama.” (Zaadul Ma’ad, 1/298). Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih melakukan shalat sunnah qabliyah shubuh ketika bersafar. Begitu pula beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam masih tetap mengerjakan shalat witir. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Termasuk di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar adalah mengqoshor shalat fardhu dan beliau tidak mengerjakan shalat sunnah rawatib qobliyah dan ba’diyah. Yang biasa beliau tetap lakukan adalah mengerjakan shalat sunnah witir dan shalat sunnah qabliyah shubuh. Beliau tidak pernah meninggalkan kedua shalat ini baik ketika bermukim dan ketika bersafar.” (Zaadul Ma’ad, 1/456). Adapun shalat malam, shalat Dhuha, shalat tahiyyatul masjid dan shalat sunnah muthlaq lainnya, masih boleh dilakukan ketika safar. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/490)

Meskipun orang yang bersafar mendapatkan keringanan seperti di atas, namun ia akan dicatat mendapatkan pahala seperti ia mukim. Ketika safar ia mengerjakan shalat 2 raka’at secara qoshor, maka itu dicatat seperti mengerjakannya sempurna 4 raka’at.  Itulah kemudahan yang Allah berikan bagi hamba-Nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ ، كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

Jika seseorang sakit atau bersafar, maka dicatat baginya pahala sebagaimana ia mukim atau ketika ia sehat.” (HR. Bukhari no. 2996)

Demikian beberapa keringanan saat bersafar. Semoga bermanfaat bagi kita yang sedang melakukan safar atau mudik. Moga perjalanannya juga meraih barokah. Wallahu waliyyut taufiq.

Baca Juga:

Panggang-Gunung Kidul, 27 Ramadhan 1432 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans), Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Untuk bertanya pada Ustadz, cukup tulis pertanyaan di kolom komentar. Jika ada kesempatan, beliau akan jawab.

Artikel yang Terkait

9 Komentar

  1. Shalat jamak takhir. Semisal magri dan isa. Yg sholat mana dulu tad… isya dulu baru magrib atau bgm. Krn dikrrjakan eaktu isa. Kali urutan tentu magrib dulu baru isa. Kalo waktu dah msuk isa. Hrsnya isa dulu baru magrib. Matur suwun jawabannya

  2. Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatu., ustadz, bagaimana saat perjalanan (dalam bus) waktu subuh, bus tidak berhenti, bus berhenti saat waktu subuhnya sudah habis sekitar jam 7 – 8 pagi. apakah sebaiknya sholat subuh saat bus sudah berhenti atau sholat subuh di atas bus tersebut ?

    Syukron atas jawaban ustadz..

    1. Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh

      Shalat shubuh tepat waktu di bis

      Muhammad Abduh Tuasikal
      Rumaysho.com via Iphone

      في ١١‏/٠٩‏/٢٠١٢، الساعة ١٠:٠٤ ص، كتب “Disqus” :

  3. Assalaamu’alaykum ustadz, bagaimana ketika saya mudik ke kampung halaman saya, selama satu minggu lebih, apakah boleh bagi saya untuk mengqasar sholat fardlu saya, dan meninggalkan sholat rawatib, ketika di kampung halaman saya 

    1. Wa’alaikumus salam

      Jika niatannya sdh menetap selama mudik artinya tdk berniat pergi lagi ke daerah lain, maka itu sdh dianggap menetap sehingga tidk boleh mengqoshor dan tetap menjaga shalat rawatib.

    2. Ustadz, bukankah saya masih dikategorikan sebagai musafir, sebab saya tidak berniat menetap/mukim pada tempat tersebut? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyatakan musafir boleh mengqoshor shalat terus
      menerus selama dia berniat untuk tidak menetap, walaupun itu lebih dari
      4, 15 atau 20 hari.Mohon penjelasannya ustadz..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button