Amalan

Sembuh dengan Sedekah: Bukti Ajaib Pengobatan yang Diajarkan Rasulullah

Sakit adalah ujian yang bisa menjadi sebab dihapusnya dosa, namun Islam juga mengajarkan berbagai sebab untuk meraih kesembuhan. Salah satu cara yang sering dilupakan adalah pengobatan dengan sedekah, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Amalan ini bukan sekadar memberi, tetapi juga menjadi sarana menjemput rahmat dan pertolongan Allah Ta‘ālā.

 

Diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda,

دَاوُوا مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ

“Obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah.”
(HR. Abū Dāwūd dalam al-Marāsīl no. 105, dan ath-Thabarānī dalam al-Awsath no. 1963).

Para ulama berbeda pendapat dalam menilai keabsahan hadis ini; al-Albānī menilainya hasan dalam Ṣaḥīḥ al-Jāmi‘ (no. 3358). Ahmad al-Ghumārī bahkan menulis risalah khusus berjudul al-Zawājir al-Muqalliqah li-Munkir at-Tadāwī bi-ṣ-Ṣadaqah (“Peringatan Keras bagi yang Mengingkari Pengobatan dengan Sedekah”).

 

Berbaik Sangka kepada Allah, Perkuatkan Harapan Kesembuhan

Tidak mengapa seorang yang sakit menggali sumur dengan niat memohon kesembuhan dari Allah Ta‘ālā—baik untuk dirinya sendiri, anaknya, maupun orang lain—karena sedekah merupakan salah satu sebab datangnya kesembuhan. Diharapkan dengan izin Allah Ta‘ālā penyakit anaknya pun akan sembuh, sebagaimana ditunjukkan oleh hadis tersebut.

Kita juga dianjurkan berbaik sangka kepada Allah Ta‘ālā, karena Dia berfirman dalam hadis qudsī dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي ، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]

Baca juga: Aku Sesuai Persangkaan Hambaku

 

Sedekah Jadi Sebab Diangkatnya Penyakit Walau Dalam Keadaan Susah

Dari hadis “Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah” dapat dipahami bahwa bersedekah dianjurkan sebagai sebab diangkatnya penyakit.

Ibn al-Ḥājj raḥimahullāh berkata, “Sunnah yang paling ditekankan bagi orang sakit atau walinya adalah menunaikan sedekah, karena Nabi ﷺ bersabda: ‘Obatilah orang-orang sakit kalian dengan sedekah, tolaklah bala dengan sedekah, dan mintalah pertolongan untuk memenuhi kebutuhan kalian dengan sedekah.’
Hal ini disesuaikan dengan keadaan penyakit dan kondisi penderita: bila penyakitnya berat, perbanyaklah sedekah; bila ia mampu, demikian pula; bila ia fakir, maka bersedekahlah sesuai kemampuan, sebagaimana hadis tentang ‘Āisyah raḍiyallāhu ‘anhā yang bersedekah dengan sebutir kurma kepada seorang ibu dan dua putrinya—lalu kurma itu dibelah dua dan diberikan masing-masing separuh.
Hakikat sedekah ialah bahwa orang sakit seakan menebus dirinya di sisi Allah ‘Azza wa Jalla sesuai nilai dirinya di sisi-Nya. Sedekah pasti memberi pengaruh nyata, sebab penyampai berita (Rasul ﷺ) adalah yang benar ucapannya, dan yang diberitakan adalah Dzat Yang Maha Dermawan lagi Maha Pemurah.”
(al-Madkhal, 4/141)

Dari Abū Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu ia berkata,

يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟
قَالَ: «جُهْدُ الْمُقِلِّ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ

“Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, ‘Sedekah yang dilakukan oleh orang yang memiliki sedikit harta, dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.’
(HR. Abū Dāūd no. 1677, an-Nasā’ī no. 2526; disahihkan oleh al-Albānī).

وَقَوْلُهُ: «جُهْدُ الْمُقِلِّ»،
فَـ«الْجُهْدُ»: الْوُسْعُ وَالطَّاقَةُ،
وَ«الْمُقِلُّ»: الْفَقِيرُ الَّذِي مَعَهُ شَيْءٌ قَلِيلٌ مِنَ الْمَالِ؛

Istilah “Juhd al-muqill” berarti “sedekah yang diberikan oleh orang yang miskin sesuai kadar kemampuannya.” Sedekah semacam ini lebih utama daripada sedekah orang kaya karena si fakir memberi sesuatu yang sebenarnya ia butuhkan, sedangkan orang kaya memberi dari kelebihan hartanya. Hal ini sejalan dengan hadis: “Satu dirham dapat mengalahkan seratus ribu dirham.”

Tidak ada pertentangan antara hadis ini dengan hadis lain: “Sedekah terbaik ialah yang dilakukan setelah tercukupi kebutuhan diri.” Hadis “Juhd al-muqill” berlaku bagi orang yang kuat imannya dan sabar terhadap kefakiran, sedangkan hadis “dari kelebihan harta” berlaku bagi yang lemah imannya. Keutamaan sedekah karenanya berbeda-beda menurut tingkat iman, tawakal, dan keyakinan seseorang.
(Lihat Syarḥ al-Mishkāt karya ath-Ṭībī 5/1564; Dzakīrat al-‘Uqbā fī Syarḥ al-Mujtabā 22/346).

Baca juga: Sedekah Saat Susah

 

Sedekah Paling Utama dengan Air

Sedekah berupa air memiliki keutamaan besar.

Dari Sa‘d bin ‘Ubādah raḍiyallāhu ‘anhu, ia bertanya,


«يَا رَسُولَ اللهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟» قَالَ: «سَقْيُ الْمَاءِ»

“Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, ‘Memberikan air minum.’
(HR. an-Nasā’ī no. 3664, Ibnu Mājah no. 3684; dinilai hasan oleh al-Albānī).

Dalam riwayat lain, Sa‘d raḍiyallāhu ‘anhu berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibu Sa‘d telah meninggal dunia. Sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, ‘Air.’ Maka Sa‘d menggali sebuah sumur dan berkata: ‘Ini untuk ibuku, Sa‘dah.’”
(HR. Abū Dāwūd no. 1681; hasan menurut al-Albānī).

Sedekah yang disebut dalam hadis tidak terbatas pada menggali sumur semata, tetapi mencakup seluruh bentuk sedekah sunnah dan amal kebajikan lainnya.
(Lihat Fayḍ al-Qadīr, 3/514 & 687).

 

Para Salaf Membuktikan Sedekah untuk Disembuhkan dari Penyakit Berat

Sejak dahulu para ulama dan masyarakat umum menolak penyakit dan bala dengan cara mendekatkan diri kepada Allah melalui sedekah.

Ibn Mufliḥ raḥimahullāh berkata setelah menyebut hadis “Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah, “Sekelompok ulama dari kalangan kami dan lainnya mempraktikkan hal ini; dan itu perbuatan yang baik dengan makna yang benar.”
(al-Furū‘, 3/261).

Ibnul Qayyim raḥimahullāh menambahkan: “Sebab kedelapan (dari penolak bala) adalah bersedekah dan berbuat baik sebisa mungkin, karena hal itu memiliki pengaruh menakjubkan dalam menolak musibah, menolak ‘ain, serta kejahatan orang yang dengki. Cukuplah bukti dari pengalaman bangsa-bangsa dahulu dan sekarang bahwa hampir tidak pernah ‘ain, hasad, atau gangguan menimpa orang yang gemar berbuat baik dan bersedekah. Kalaupun terkena, ia akan diperlakukan Allah dengan kelembutan, pertolongan, dan dukungan hingga berakhir dengan kesudahan yang baik.”
(Badā’i‘ al-Fawā’id, 2/771)

Terdapat banyak riwayat dari kalangan salaf yang menunjukkan amal nyata berdasarkan hadis “Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah”, di antaranya:

 

Kisah Pertama: Tujuh Tahun Tak Kunjung Sembuh, Lalu Sedekah Sumur

Kisah yang disebut penanya: al-Baihaqī meriwayatkan dalam Syu‘ab al-Īmān (5/69) bahwa ‘Alī bin al-Ḥasan bin Syaqīq berkata:
“Aku mendengar Ibn al-Mubārak ditanya oleh seseorang, ‘Wahai Abā ‘Abdir-Raḥmān, ada luka di lututku yang telah tujuh tahun tak kunjung sembuh. Aku sudah mencoba berbagai pengobatan dan bertanya kepada para dokter, namun tidak ada hasil.’
Ibn al-Mubārak menjawab: ‘Pergilah, carilah tempat di mana orang membutuhkan air, lalu galilah sumur di sana. Aku berharap air akan memancar di situ dan pendarahanmu berhenti.’
Maka orang itu melakukannya, dan ia pun sembuh.”

 

Kisah Kedua: Sedekah senan Beri Minum Air dan Es di Depan Rumah Lantas Sembuh dari Penyakit dengan Izin Allah

Komentar al-Baihaqī setelah kisah tersebut:
“Dalam makna serupa ada kisah guru kami, al-Ḥākim Abū ‘Abdillāh. Beliau mengalami luka di wajah yang diobati dengan berbagai cara namun tidak sembuh hampir setahun. Beliau lalu meminta Syaikh Abū ‘Utsmān aṣ-Ṣābūnī mendoakan dirinya pada majelis Jumat. Banyak orang mengaminkan doa itu.
Pada Jumat berikutnya seorang wanita menyampaikan secarik kertas: bahwa malam itu ia berdoa sungguh-sungguh untuk al-Ḥākim dan bermimpi melihat Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sampaikan kepada Abū ‘Abdillāh agar memperluas pemberian air bagi kaum Muslimin.’
Setelah membaca surat itu, al-Ḥākim segera membangun tempat air minum di depan rumahnya. Ketika telah selesai, ia memerintahkan untuk mengisinya dengan air dan es, lalu orang-orang pun minum darinya. Belum genap seminggu, beliau sembuh total, wajahnya kembali seperti semula, dan hidup bertahun-tahun sesudahnya.”
(Kata al-jamad berarti air beku, yakni es; al-Mu‘jam al-Wasīṭ, 1/133).
Al-Albānī menilai kisah ini sahih dalam Ṣaḥīḥ at-Targhīb wa t-Tarhīb, 1/568 (no. 964).

 

Kisah Ketiga: Kesembuhan Datang dengan Beri Makan Semangka

Riwayat Abū Ṭāhir as-Silafī dalam Mu‘jam as-Safar (h. 251, no. 827):
“Aku mendengar Abū al-Ḥasan ‘Alī bin Abī Bakr al-Kātib al-Maynizī di Damaskus berkata: Aku mendengar Abū Bakr al-Khabbāzī di Naisabur berkata:
‘Aku pernah sakit parah. Seorang tetangga saleh berkata kepadaku, “Amalkan sabda Rasulullah ﷺ: Obatilah orang-orang sakit dengan sedekah.”
Saat itu musim panas dan waktu sempit, maka aku membeli banyak buah semangka, lalu mengundang para fakir dan anak-anak untuk makan bersama. Mereka pun makan, menengadahkan tangan berdoa memohon kesembuhan bagiku. Demi Allah, keesokan paginya aku bangun dalam keadaan sehat tanpa sisa penyakit sedikit pun.’”

 

Kisah Keempat: Bersedekah dengan Harta Berharga Demi Kesembuhan

Ucapan al-Munāwī raḥimahullāh:
“Orang-orang yang memahami rahasia hubungan dengan Allah, bila mereka memiliki hajat yang ingin segera dikabulkan—seperti kesembuhan orang sakit—mereka memerintahkan untuk membuat hidangan lezat dari daging kambing utuh, lalu mengundang orang fakir dengan niat menebus satu nyawa dengan nyawa.
Sebagian mereka bahkan bersedekah dengan sesuatu yang paling berharga: bila orang yang sangat dicintainya sakit, ia bersedekah dengan barang paling berharga yang ia miliki—seperti budak, kuda, atau barang berharga lainnya—lalu hasilnya disedekahkan kepada kaum fakir yang menjaga kehormatan diri.”
(Fayḍ al-Qadīr, 3/687)

Baca juga: Bersedekah dengan Harta yang Paling Dicintai

 

Ya Allah, jadikanlah sedekah kami sebagai sebab keridaan-Mu, penolak bala-Mu, penyembuh bagi penyakit kami dan keluarga kami, serta sumber keberkahan dalam umur dan harta kami.

 

 

—-

 

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, Kamis Pagi Bakda Shubuh, 30-10-2025, 8 Jumadilawal 1447 H

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button