Perbedaan Setan dan Iblis: Makna Bahasa, Makna Istilah, dan Penjelasan Ulama
Pembahasan tentang syaitan (setan) dan Iblis sering kali bercampur dalam benak sebagian orang, padahal keduanya memiliki perbedaan makna yang penting dalam kajian Islam. Memahami asal-usul bahasa dan definisi istilah membantu kita mengerti hakikat musuh terbesar manusia. Tulisan ini merangkum penjelasan ulama tentang makna syaitan (setan) dan Iblis, baik secara bahasa maupun secara istilah.
Makna Bahasa Syaitan dan Iblis
Para ulama berbeda pendapat mengenai makna kata syaitan dari sisi bahasa, berdasarkan perbedaan dalam menelusuri asal kata (isytiqaq) dan apakah huruf nun pada kata tersebut merupakan huruf asli atau tambahan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa kata syaitan berasal dari akar kata (شَطَنَ) yang berarti “jauh dari kebenaran.” Dari akar kata ini muncul ungkapan syathanahu yasythunuhu syathnan yang berarti “menyelisihi arah dan niatnya.”
Disebutkan pula syathat ad-dar: rumah itu menjauh. Asy-syâthin berarti “yang jahat.” Tasyaythana ar-rajul: seseorang menjadi seperti setan dan melakukan perbuatannya. Dari sini muncul kata asy-syaythanah, yaitu sifat umum yang menggambarkan seluruh bentuk penyimpangan dan penyesatan.
Berdasarkan akar kata ini, kata syaitan berada pada pola (فِعْيَال) dan huruf nun di dalamnya adalah huruf asli.
Sementara kelompok ulama lain berpendapat bahwa kata syaitan berasal dari akar kata (شَاطَ) yang bermakna “terbakar oleh kemarahan.” Dari akar ini muncul bentuk syâtha yasyîthu dan tasyayatha: ketika seseorang tersambar api lalu terbakar atau binasa.
Dengan akar kata ini, kata syaitan berada pada pola فَعْلان dan huruf nun di situ dianggap sebagai huruf tambahan.
Pendapat pertama lebih kuat, yaitu bahwa syaitan berasal dari kata (شطن). Hal ini karena makna tersebut lebih dekat dengan sifat dan perbuatan setan yang bertujuan menjauhkan manusia dari amal kebaikan dan mengikuti kebenaran.
Sebab menurunkan kata syaitan dari akar syathana, yang bermakna “jauh dari kebaikan dan condong dari kebenaran,” lebih sesuai dengan hakikat perbuatannya daripada menisbahkannya kepada akar syâtha yang bermakna “terbakar.” Karena pekerjaan setan adalah menjauhkan manusia dari kebenaran, maka yang menjauhkan manusia dari kebenaran dan kebaikan adalah sesuatu yang memang jauh darinya.
Dan ketika kita sedang membahas definisi syaitan secara bahasa, kita juga perlu mengetahui definisi Iblis secara bahasa, sebab sebagian orang mengira bahwa Iblis dan syaitan memiliki makna yang sama. Karena itu, harus dibedakan dari sisi bahasa.
• Sebagian ahli bahasa berpendapat bahwa kata Iblis berasal dari kata أَبْلَسَ الرَّجُل: ketika seseorang terputus (dalam argumentasi) dan tidak memiliki alasan.
- Ablasa ar-rajul: ia terhenti;
- Ablasa: ia diam;
- Ablisa min rahmatillah: ia putus asa dari rahmat Allah.
- Al-iblâs adalah kesedihan yang muncul karena tekanan dan kesulitan yang berat.
Orang Arab menggunakan kata-kata ini, seperti ungkapan:
- Naqatun miblâs: unta yang tidak bersuara karena takut.
- Fulan ablasa: seseorang yang terdiam karena ketakutan yang sangat.
• Al-Qur’an juga menggunakan makna-makna bahasa ini untuk kata ablasa. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُبْلِسُ الْمُجْرِمُونَ ﴾
“Pada hari ketika kiamat terjadi, para pendosa menjadi putus asa.” (QS. Ar-Rūm: 12)
Dan firman-Nya:
﴿ فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ ﴾
“Ketika mereka melupakan peringatan yang diberikan kepada mereka, Kami bukakan bagi mereka semua pintu (kesenangan). Hingga ketika mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka seketika itu mereka menjadi putus asa.” (QS. Al-An‘ām: 44)
• Kelompok ulama lain berpendapat bahwa Iblis adalah nama asing (non-Arab) dan tidak bisa ditashrif (tidak menerima tanwin dan tidak bisa dimasuki huruf alif-lam).
• Dan ada sekelompok peneliti yang mengatakan bahwa kata Iblis berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata Diabolos, lalu mengalami perubahan dan penyesuaian hingga menjadi bentuk seperti itu.
Meskipun ada pendapat-pendapat tersebut, kata Iblis tetap merupakan kata yang berakar dari bahasa Arab. Al-Qur’an, sebagaimana telah kita sebutkan sebelumnya, menggunakannya berdasarkan makna bahasa Arab. Mengatakan bahwa kata ini bukan Arab adalah klaim yang tidak tepat sasaran dan tidak memiliki bukti. Maka kita tegaskan bahwa kata ini berakar dari bahasa Arab, berasal dari kata ablesa ar-rajul yang berarti “terputus.”
Inilah makna syaitan dan Iblis dari sisi bahasa.
Syaitan dan Iblis dalam Istilah
Kata syaitan secara istilah digunakan untuk menyebut: setiap makhluk yang durhaka dan membangkang, baik dari kalangan jin, manusia, maupun hewan.
Berdasarkan definisi ini, konsep syaitan menjadi sebuah sifat yang dapat disandang oleh siapa saja yang menempuh jalan kejahatan dan kesesatan. Banyak orang yang kita lihat dan melihat kita, berinteraksi dengan kita dan kita dengan mereka—secara lahir mereka adalah manusia, namun pada hakikatnya dengan perilaku, pikiran, tipu daya, dan akhlak mereka, mereka termasuk golongan para setan durhaka. Bahkan terkadang, tipu daya mereka lebih berbahaya daripada tipu daya Iblis sendiri.
Adapun Iblis, ia adalah nama bagi makhluk tertentu yang diciptakan Allah dari api. Allah memasukkannya ke dalam barisan malaikat dan ia menjalankan tugasnya sesuai kehendak Allah. Namun ia kemudian menentang kemuliaan dan keagungan Rabb-nya, menyombongkan diri untuk taat kepada-Nya, dan durhaka kepada Tuhannya. Maka Allah mengusirnya dari rahmat-Nya dan dari tugasnya, lalu ia turun ke bumi, dan sifat kesetanan menjadi ciri dirinya.
Iblis memiliki keturunan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي ﴾
“Pantaskah kalian menjadikan dia dan keturunannya sebagai pemimpin selain Aku?” (QS. Al-Kahf: 50)
Iblis adalah bagian dari bangsa jin, yang Allah ciptakan dari api yang sangat panas. Ia dan kelompoknya dapat melihat kita, sementara kita tidak dapat melihat mereka. Ia telah keluar dari ketaatan kepada Rabb-nya, dan ia merupakan pemimpin para setan serta para pembangkang. Bentuk jamaknya adalah abâlis dan abâlisah.[9]
Dengan demikian, Iblis adalah nama khusus (nama diri) bagi makhluk pembangkang tersebut, sedangkan syaitan adalah sifat bagi dirinya dan makhluk lain.
Iblis Apakah Termasuk Malaikat?
Ada satu masalah penting terkait hal ini: yaitu adanya nash-nash yang menyebut bahwa Iblis berasal dari malaikat—seperti firman Allah Ta’ala:
﴿ وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang.” (QS. Thaha: 116)
Dan nash-nash lain yang menyebut bahwa ia berasal dari jin—seperti firman Allah:
﴿ وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS. Al-Kahf: 50)
Lalu bagaimana Iblis bisa disebut sebagai malaikat sekaligus jin? Dan bagaimana kaitannya dengan istilah syaitan?
Saya katakan: Iblis termasuk kelompok malaikat karena ia diperintahkan sujud bersama mereka, namun ia berasal dari jin sebagaimana ditegaskan Al-Qur’an. Tidak ada yang aneh ketika kita mengetahui bahwa Iblis berada di tengah-tengah para malaikat, tetapi bukan dari jenis mereka; ia berasal dari bangsa jin. Jin adalah makhluk yang Allah ciptakan dari api, sedangkan malaikat diciptakan dari cahaya.
Maka Iblis termasuk malaikat dalam hal ketaatannya dan ibadahnya pada awalnya, tetapi termasuk jin dari sisi nasab dan asal penciptaan.
Jika hal ini sudah jelas, maka tidak perlu ada perdebatan panjang yang ditimbulkan sebagian ulama mengenai persoalan ini, karena tidak ada faedah di baliknya.
Syaitan adalah sifat yang dapat disandang oleh siapa saja yang melakukan perbuatan Iblis. Allah memberikan sifat ini kepada Iblis sehingga sifat tersebut melekat kuat padanya, hingga manusia menyangka bahwa kata syaitan hanya khusus untuk dirinya.
Namun ayat-ayat Al-Qur’an menegaskan bahwa Iblis bukan satu-satunya syaitan, dan bahwa syaitan adalah sifat bagi Iblis. Allah Ta’ala berfirman:
﴿ وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ * وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ … فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Dan Kami berfirman: ‘Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat-nikmat (yang) banyak kekhususanNya di mana saja yang kamu sukai. Tetapi janganlah kamu mendekati pohon ini, maka kamu termasuk orang-orang yang zalim.’ Maka Iblis membisikkan kepadanya supaya dikeluarkannya dari apa yang sebelumnya ia berada di dalamnya. Dan Kami berfirman: ‘Turunlah kamu, (sebagai) musuh satu terhadap yang lain. Dan bagi kamu di bumi tempat tinggal dan manfaat sampai waktu yang ditentukan.’” (QS. Al-Baqarah: 34–36)
Jika kita melihat frasa:
﴿ فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ ﴾
“Maka syaitan membuat keduanya tergelincir,”
maka jelas bahwa yang dimaksud adalah Iblis, dengan tipu daya, rayuan, dan bisikannya.
Hal serupa juga terdapat dalam Surah Thaha. Setelah Allah memerintahkan Iblis sujud kepada Adam dan Iblis menolak karena kesombongannya, Allah memperingatkan Adam agar menjadikannya musuh agar ia tidak mengeluarkannya dari surga.
Allah berfirman:
﴿ فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَا يَبْلَى ﴾
“Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, ‘Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian dan kerajaan yang tidak akan binasa?’” (QS. Thaha: 120)
Maka Iblis adalah pembisik itu, dan Iblis adalah syaitan. Namun ia bukan satu-satunya syaitan. Ada banyak syaitan dari kalangan manusia dan jin yang mengikuti jalannya, meniru perilakunya, dan menempuh jalan kesesatan yang ia ajarkan.
Maka pada titik ini jelaslah hubungan antara Iblis dan syaitan.
Kesimpulan
- Dari sisi bahasa, syaitan (setan) bermakna makhluk yang jauh dari kebenaran, sementara Iblis bermakna makhluk yang putus asa, terdiam, dan terputus dari rahmat Allah.
- Secara istilah, syaitan (setan) adalah sifat yang dapat dimiliki makhluk mana pun—baik manusia, jin, atau hewan—yang bersikap durhaka dan menempuh jalan kejahatan. Adapun Iblis adalah nama khusus bagi makhluk pertama yang membangkang perintah Allah untuk sujud kepada Adam, ia berasal dari golongan jin tetapi semula berada di tengah para malaikat karena ketaatannya.
- Perbedaan antara syaitan (setan) dan Iblis sangat jelas: Iblis adalah individu tertentu, sedangkan syaitan adalah sifat dan jalan hidup yang dapat diikuti oleh banyak makhluk.
- Dengan memahami hal ini, kita mengerti bahwa musuh manusia bukan hanya Iblis, melainkan semua makhluk yang mengikuti jalannya.
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Referensi:
Ad-Duri, S. S. A. (2016). الشيطان في اللغة والاصطلاح. Alukah.
https://www.alukah.net/sharia/0/106568/الشيطان-في-اللغة-والاصطلاح/
Ditulis di Sekar Kedhaton Jogja, 28 Jumadilawal 1447 H
Penyusun: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com



