Shalat

Aturan Mengenai Makmum Masbuk

Bagaimana aturan mengenai makmum masbuk? Karena banyak pembahasan fikih yang terkait dengan makmum masbuk yang jarang diketahui. Berikut penjelasannya.

 

Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani

Kitab Shalat

فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ

Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam

 

Hadits #428

عَنْ عَليٍّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صلّى الله عليه وسلّم: «إِذَا أَتَى أَحَدُكُم الصَّلاَةَ وَالإِمَامُ عَلَى حَالٍ، فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الإِمَامُ». رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ.

Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang di antara kalian datang untuk melakukan shalat sedang imam berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia mengerjakan sebagaimana yang tengah dikerjakan oleh imam.” (HR. Tirmidzi dengan sanad yang lemah). [HR. Tirmidzi, no. 591. Al-Hafizh dalam At-Talkhish menyatakan bahwa sanad hadits ini dhaif dan terputus. Namun, hadits ini memiliki penguat. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3:447-448].

 

Faedah hadits

  1. Hendaklah makmum yang telat mengikuti imam sesuai keadaan imam tersebut. Ketika ia masuk dan imam sedang berdiri, maka hendaklah mengikuti imam berdiri. Ketika imam rukuk, maka ikutilah rukuk. Ketika imam sujud, maka ikutilah sujud. Ketika imam duduk antara dua sujud, maka ikutilah duduk antara dua sujud.
  2. Jika mendapati imam berdiri atau rukuk, maka dianggap mendapatkan satu rakaat bersama imam.
  3. Jika mendapati imam kurang dari satu rakaat, maka rakaat yang kurang tinggal disempurnakan.
  4. Pahala shalat berjamaah didapati dengan mendapati imam di dalam shalat walaupun yang didapati adalah tasyahud akhir sebelum imam salam. Jika imam telah salam, maka telah berakhir shalat berjamaah.
  5. Siapa saja yang telat mengikuti imam disebut makmum masbuk. Jika ia mendapati imam di rakaat pertama, maka disunnahkan memulai dengan membaca surah Al-Fatihah kecuali jika ia memperkirakaan bahwa bacaan imam itu panjang, maka ia mulai dengan doa iftitah, lalu membaca ta’awudz, lalu membaca surah Al-Fatihah. Jika makmum masbuk mendapati imam saat rukuk, maka membaca surah Al-Fatihah menjadi gugur. Namun, mendapati rukuk bersama imam dihitung mendapatkan satu rakaat. Jika makmum masbuk mendapati imam di rakaat kedua, bahasannya seperti di rakaat pertama. Makmum masbuk nanti duduk tasyahud bersama imam, walaupun tasyahud itu tidak dihitung sebagai tasyahud untuknya. Jika makmum masbuk mendapati imam di rakaat ketiga, maka tasyahud bersama imam ketika imam rakaat keempat dihitung sebagai tasyahud untuknya, lalu ia sempurnakan rakaat tersisa. Jika ia mendapati imam di rakaat keempat, maka ia mengikuti imam di tasyahud akhir. Namun, tasyahud itu tidak dihitung sebagai tasyahud untuknya. Jika ia mendapati imam di rakaat kedua pada shalat Shubuh, lalu imam membaca doa qunut, maka doa qunut tersebut tidak dihitung sebagai doa qunut bagi makmum masbuk. Ia tetap membaca doa qunut di rakaat kedua. YANG MAKMUM MASBUK DAPATI DIHITUNG SEBAGAI AWAL SHALAT UNTUKNYA.
  6. Makmum masbuk dikatakan mendapatkan rukuk bersama imam dengan dua hal: (1) takbiratul ihram lalu bertakbir untuk turun rukuk, tetapi jika mencukupkan satu kali takbir disyaratkan ia melakukan takbiratul ihram, (2) mendapati rukuk bersama imam secara sempurna dan yakin sebelum imam bangkit dari rukuk di mana makmum mendapatinya dengan melakukanya dengan thumakninah dan masih mendapatkan minimal rukuk, yaitu telapak tangannya mendapati lutut. (Lihat Fath Al-Mu’in, hlm. 199).
  7. Makmum masbuk disunnahkan melakukan takbir intiqal (takbir perpindahan) sesuai dengan takbir intiqalnya imam. Jika mendapati imam sedang iktidal (bangkit dari rukuk), maka hendaklah bertakbir untuk takbiratul ihram dan tak perlu bertakbir ketika hendak turun dan setelah itu. Jika makmum masbuk mendapati imam sedang sujud (selain sujud tilawah), maka tidaklah bertakbir ketika hendak turun. Hendaklah makmum masbuk menyesuaikan dzikir yang dia dapati dari imam, yaitu bacaan tahmid, tasbih, tasyahud, dan doa. Begitu pula ia menyesuaikan bacaan tasyahud hingga membaca shalawat kepada keluarga nabi, walaupun ketika itu makmum sedang melakukan tasyahud awal. Lihat Fath Al-Mu’in, hlm. 200.
  8. Makmum masbuk berdiri sambil mengucapkan takbir setelah salam kedua dari imam di saat makmum mendapatkan duduk yang sama dengan duduknya imam. Namun, jika itu bukan waktu ia duduk, tetapi hanya sekadar mengikuti imam, maka ia tidak mengucapkan takbir ketika berdiri seperti ketika ia masuk di rakaat ketiga pada shalat empat rakaat atau ia masuk pada rakaat kedua pada shalat Maghrib. Lihat Fath Al-Mu’in, hlm. 200-201.
  9. Makmum masbuk mengangkat tangan ketika berdiri dari tasyahud awal walaupun itu bukan tasyahud untuknya. Makmum masbuk tidaklah duduk tawarruk kecuali pada saat tasyahud akhir. (Lihat Fath Al-Mu’in, hlm. 201).
  10. Makmum masbuk tidaklah berdiri melainkan setelah imam salam yang kedua. Makmum masbuk tidaklah boleh berdiri sebelum salamnya imam. (Lihat Fath Al-Mu’in, hlm. 201).

Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:445-446 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:57-58.

 

Baca juga:

 

Catatan:

Jika makmum masbuk mendapati imam, rakaat yang ia dapat, itulah yang jadi rakaat pertama untuknya. Yang ia kerjakaan setelah imam salam adalah akhir shalat untuknya. Dalam hadits disebutkan,

فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Apa saja yang kalian dapati dari imam, maka ikutilah. Sedangkan yang luput dari kalian, maka sempurnakanlah.” (HR. Bukhari, no. 636 dan Muslim, no. 602). Menyempurnakan sesuatu tidaklah dilakukan melainkan setelah ada awalnya. Lihat Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 1:451.

Makmum mendapati imam jika mendapati imam rukuk, yang ia dapat adalah satu rakaat.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلاَةِ فَقَدْ أَدْرَكَهَا قَبْلَ أَنْ يُقِيمَ الإِمَامُ صُلْبَهُ

Siapa yang mendapati imam satu rakaat dari shalat, maka ia mendapati shalat selama imam belum menegakkan tulang punggungnya.” (HR. Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubra).

Lihat bahasan di Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 1:451.

 

Baca juga:

 

Referensi:

  • Malibari, A. B. M. A. G. Fath Al-Mu’in bi Syarh Qurrah Al-‘Aini bi Muhimmati Ad-Diin. Juz I. Cet. I. Libanon: Dar Al-Fayha’, 2022.
  • Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011.
  • Zuhaily, M. M. A. Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, Juz I. Cet. V. Damaskus: Dar Al-Qalam, 2015.
  • Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.

 

Diselesaikan pada Selasa, 4 Syakban 1445 H, 13 Februari 2024

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button