Kapan Shalat Tidak Boleh Dilakukan? Ini Penjelasan Lima Waktunya
Dalam Islam, tidak semua waktu diperbolehkan untuk melaksanakan salat. Ada lima waktu tertentu yang disebut awqāt an-nahy (waktu-waktu terlarang), di mana salat tanpa sebab syar‘i dilarang dilakukan. Pembahasan ini menjelaskan secara rinci kelima waktu tersebut, beserta pengecualian yang dibolehkan menurut fikih Syafi‘i.
Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata:
فَصْلٌ
وَخَمْسَةُ أَوْقَاتٍ لَا يُصَلَّى فِيهَا إِلَّا صَلَاةٌ لَهَا سَبَبٌ: بَعْدَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ، وَعِنْدَ طُلُوعِهَا حَتَّى تَتَكَامَلَ وَتَرْتَفِعَ قَدْرَ رُمْحٍ، وَإِذَا اسْتَوَتْ حَتَّى تَزُولَ، وَبَعْدَ صَلَاةِ الْعَصْرِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، وَعِنْدَ الْغُرُوبِ حَتَّى يَتَكَامَلَ غُرُوبُهَا.
Pasal:
Terdapat lima waktu yang terlarang untuk melaksanakan salat, kecuali salat yang memiliki sebab tertentu.
- Setelah salat Subuh hingga matahari terbit.
- Ketika matahari terbit hingga naiknya sempurna setinggi kira-kira satu tombak (sekitar dua meter dari ufuk).
- Ketika matahari tepat di tengah langit (berada di atas kepala) hingga ia bergeser ke barat (zawal).
- Setelah salat Asar hingga matahari terbenam.
- Ketika matahari mulai terbenam hingga terbenam seluruhnya di ufuk barat.
Penjelasan
Pembahasan ini berkaitan dengan waktu-waktu yang makruh untuk melaksanakan salat, baik dalam bentuk makruh tahrīman (mendekati haram), sebagaimana dijelaskan dalam Raudhah dan Syarh al-Muhadzdzab pada bagian ini, maupun makruh tanzīhan (sekadar tidak disukai), sebagaimana diterangkan dalam at-Tahqīq dan Syarh al-Muhadzdzab pada pembahasan tentang hal-hal yang membatalkan wudu.
Terdapat lima waktu yang dilarang melaksanakan salat tanpa sebab, kecuali salat yang memiliki alasan syar‘i tertentu, baik sebabnya terjadi sebelumnya, seperti salat qadha (mengganti salat yang terlewat), ataupun sebabnya bersamaan dengan waktunya, seperti salat gerhana (kusūf/khusūf) dan salat istisqa’ (memohon hujan).
Waktu pertama: salat yang tidak memiliki sebab dilakukan setelah salat Subuh, dan larangan ini berlaku hingga matahari terbit.
Waktu kedua: saat matahari terbit, yaitu sejak mulai terbit hingga naik sempurna setinggi satu tombak (sekitar dua meter jika dilihat oleh mata manusia).
Waktu ketiga: ketika matahari tepat di tengah langit (posisi istiwā’), dan larangan berlaku hingga matahari bergeser ke barat (zawāl).
Pengecualian: larangan ini tidak berlaku pada hari Jumat, karena salat apa pun boleh dilakukan pada waktu istiwā’ di hari itu.
Demikian pula di Tanah Haram Makkah, baik di dalam Masjidil Haram maupun di wilayah sekitarnya, tidak berlaku hukum makruh untuk salat di kelima waktu tersebut, baik salat sunnah thawaf maupun salat sunnah lainnya.
Waktu keempat: yaitu setelah salat Asar hingga matahari terbenam.
Waktu kelima: ketika matahari menjelang terbenam, yaitu mulai dari saat matahari mulai condong dan hampir tenggelam di ufuk barat, hingga seluruh bulatan matahari benar-benar tenggelam tanpa tersisa sedikit pun.
Referensi: Fathul Qarib
Baca juga:
—
16 Oktober 2025 @ Perjalanan Panggang – Masjid Pogung Dalangan
Artikel Rumaysho.Com