Hukum Shalat di Belakang Imam yang Fasik (Ahli Maksiat)
Bagaimana hukum shalat di belakang imam yang fasik, ahli maksiat?
Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Kitab Shalat
فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ
Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam
Hadits #427
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم: «صَلُّوا عَلَى مَنْ قَالَ: لاَ إِله إِلاَّ اللهُ، وَصَلُّوا خَلْفَ مَنْ قَالَ: لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ». رَوَاهُ الدَّارقُطْنِيُّ بِإِسْنَادٍ ضَعِيفٍ.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatkanlah orang yang telah mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH dan shalatlah di belakang orang yang telah mengucapkan LAA ILAHA ILLALLAH.” (HR. Ad-Daruquthni dengan sanad lemah) [HR. Ad-Daruquthni, 2:52. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan berkata bahwa sanad hadits ini dhaif jiddan. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3:445-446].
Faedah hadits
- Shalat di belakang seorang muslim yang fasik (dikenal dengan maksiatnya) masih dibolehkan. Seseorang disebut muslim dilihat dari keislamannya, bukan dilihat dari ‘adalah-nya (‘adel atau kesalehan). Walaupun sifat ‘adel (saleh) ini lebih utama untuk diangkat sebagai imam shalat.
- Shalat di belakang seorang yang fasik tetap sah. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah shalat di belakang Al-Hajjaj, padahal ia adalah seorang fasik.
- Shalat di belakang seorang yang fasik dihukumi makruh.
- Shalat di belakang ahli bid’ah dihukumi makruh selama bid’ahnya bukanlah bid’ah kekafiran.
- Siapa yang mengucapkan laa ilaha illallah, maksudnya adalah yang siapa mengucapkan dan mengamalkan konsekuensi dari kalimat laa ilaha illallah.
- Orang yang melakukan pembatal keislaman, walaupun ia mengucapkan laa ilaha illallah, tidaklah manfaat kalimat tersebtut. Contohnya adalah yang terjadi pada orang munafik seperti ‘Abdullah bin Ubay. Jadi, walaupun melakukan shalat dan puasa, tetapi melakukan pembatal keislaman, maka kalimat tersebut tidaklah manfaat. Contoh pembatal keislaman adalah melakukan kemunafikan besar dan menyembar kubur.
- Menyolatkan orang yang mengucapkan laa ilaha illallah secara lahiriah dibolehkan.
- Menyolatkan jenazah itu disyariatkan. Setiap orang yang mengucapkan syahadat boleh dishalatkan, walaupun ia tidak menjalankan kewajiban (karena ia dihukumi secara lahiriyah).
Lihat bahasan: Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:445-446 dan Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, 2:57-58.
Referensi:
- Fauzan, A. B. S. A. Minhah Al-’Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, Juz III. Cet. III. Qahirah: Dar Ibn al-Jauzy, 2011.
- Zuhaily, M. M. A. Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah, Juz II. Cet. I. Damaskus: Dar Al-Bayan, 2022.
–
Diselesaikan pada Selasa, 3 Syakban 1445 H, 13 Februari 2024
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com