Khutbah Jumat

Khutbah Jumat: Allah Yang Maha Bijaksana

Islam adalah agama dengan keadilan paling sempurna, tidak berat sebelah dan tidak memihak siapa pun. Syariat Allah menegakkan hukuman secara adil di dunia, dan pada Hari Kiamat setiap amal—baik maupun buruk—akan ditimbang tanpa ada yang terlewat. Maka janganlah kita berbuat kerusakan di bumi, karena semua akan dibalas oleh Allah sesuai kadar perbuatan kita dengan keadilan-Nya yang tidak pernah salah.

 

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْحَكَمِ الْعَدْلِ، الَّذِي لَا يَظْلِمُ النَّاسَ شَيْئًا، وَلَكِنَّ النَّاسَ أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ، نَحْمَدُهُ عَلَى نِعَمِهِ، وَنَسْتَهْدِيهِ لِحُكْمِهِ وَشَرِيعَتِهِ، وَنَسْتَغْفِرُهُ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ وَخَطِيئَةٍ.
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، أحكم الحاكمين، وأعدل العادلين.
وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله، القائل: «لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها» صلوات ربي وسلامه عليه وعلى آله وصحبه أجمعين.
اللهم صل وسلم على سيدنا محمد، وعلى آله وصحبه، ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين.
أما بعد، فيا أيها المسلمون، أوصيكم ونفسي بتقوى الله، فاتقوه حق تقاته، واستسلموا لحكمه وشريعته، واعلموا أن الله تعالى قال:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا ۝ يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
(الأحزاب: 70-71)
أيها المؤمنون رحمكم الله…
اعلموا أنَّ الله تعالى عَدْلٌ لا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ، وأنَّه لا يَضِيعُ عِنْدَهُ عَمَلُ عَامِلٍ، خَيْرًا كَانَ أَوْ شَرًّا، وَسَيَرَى كُلُّ مَرْءٍ جَزَاءَ مَا كَسَبَتْ يَدَاهُ يَوْمَ القِيَامَةِ.

Jamaah shalat Jumat rahimani wa rahimakumullah …

Islam adalah agama yang berdiri di atas keadilan yang sempurna. Keadilan yang tidak dipengaruhi status sosial, jabatan, popularitas, ataupun kedekatan hubungan. Semua manusia sama di hadapan syariat Allah. Tidak ada satu pun hukum yang Allah tetapkan kecuali penuh hikmah dan kebaikan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat.

Jika di dunia Allah telah menetapkan hukum tanpa pandang bulu, maka di akhirat setiap amal sekecil apa pun akan diperhitungkan. Tidak ada kezaliman dalam keputusan Allah, dan tidak ada satu pun kebaikan maupun keburukan yang sia-sia. Allah-lah Al-Hakam dan Al-Hakim — Sang Hakim yang paling adil, Sang Maha Bijaksana dalam setiap ketetapan-Nya.

Karena itu, kita wajib berhati-hati dalam hidup ini. Jangan sekali-kali berani melakukan kerusakan di bumi—sekecil apa pun—karena semuanya akan dituntut balasannya kelak di Hari Kiamat dengan sangat adil.

 

Keadilan yang Sempurna: Tidak Berat Sebelah, Tidak Pilih Kasih

Setelah penaklukan Makkah, seorang wanita terpandang dari Bani Makhzūm melakukan pencurian. Kaum Quraisy gelisah karena khawatir nama baik bangsawan tercoreng jika hukum hudud diterapkan. Mereka pun meminta Usāmah bin Zaid radhiyallāhu ‘anhu untuk memohon keringanan kepada Rasulullah ﷺ.

Namun permintaan tersebut membuat Rasulullah ﷺ marah karena dianggap ingin menawar hukum Allah. Beliau kemudian menyampaikan khutbah yang sangat tegas:

إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ، أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللّٰهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ، لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Sesungguhnya yang membinasakan umat sebelum kalian adalah: apabila orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka biarkan. Tetapi jika orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukuman atasnya. Demi Allah, seandainya Fathimah putri Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya.” 
(HR. Bukhari, no. 3475 dan Muslim, no. 1315)

Akhirnya wanita tersebut tetap dijatuhi hukuman sesuai syariat. Ia pun bertaubat dengan sungguh-sungguh, menikah, dan hidup terhormat setelahnya.

 

Hukum Islam Paling Adil: Menghukum Sebanding dengan Kejahatan

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ berkata: Perhatikan pula hikmah Allah dalam merusak anggota tubuh yang digunakan untuk melakukan kejahatan; sebagaimana Allah merusak tangan dan kaki perampok—dua anggota tubuh yang menjadi alat perbuatannya.

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hukuman zina dalam Islam ditetapkan sesuai tingkat pelanggaran dan kondisi pelaku. Pezina muhshan (yang sudah menikah dan pernah merasakan hubungan halal) dihukum rajam, karena ia melanggar nikmat besar berupa pernikahan sah. Adapun pezina ghairu muhshan (belum menikah) dihukum seratus kali cambuk dan diasingkan selama setahun, sebagai bentuk pencegahan dan teguran keras.

Beliau juga menegaskan bahwa syariat memperhitungkan anggota tubuh yang digunakan untuk bermaksiat dalam penetapan hukuman, seperti pada perampok yang dipotong tangan dan kakinya. Namun kemaluan pezina tidak dipotong karena beberapa alasan:

  1. Kerusakan akibat memotong kemaluan lebih besar daripada kejahatannya.
  2. Tidak terlihat secara terbuka sehingga tidak memberi efek jera kepada masyarakat.
  3. Tidak ada organ pengganti seperti halnya tangan.
  4. Nikmat zina dirasakan oleh seluruh tubuh, maka hukuman yang mengenai seluruh tubuh lebih tepat.

Kesimpulannya, hukuman zina dalam Islam sangat adil: tegas, proporsional, dan penuh hikmah, bertujuan menjaga keturunan, kehormatan masyarakat, dan mencegah kejahatan berulang.

 

Keadilan Allah pada Hari Kiamat Terkait Timbangan Amal

Pada Hari Kiamat, manusia akan terbagi menjadi tiga golongan utama sesuai kadar amal mereka:

  1. Golongan yang berat amal kebaikannya
: Mereka memasuki surga dengan penuh kenikmatan.
  2. Golongan yang ringan amal kebaikannya: Mereka dilemparkan ke dalam neraka Hawiyah sebagai balasan atas keburukan mereka.
 Kecuali orang beriman, ia dicuci dulu dosanya di neraka, lalu dimasukkan ke surga.

Golongan pertama dan kedua ini disebutkan dalam ayat:

فَأَمَّا مَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ (6) فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَاضِيَةٍ (7) وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ (8) فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ (9) وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ (10) نَارٌ حَامِيَةٌ (11)

Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qariah: 6-11)

3. Golongan yang seimbang amal baik dan buruknya (Ashabul A‘raf)


  • Mereka berdiri di tempat tinggi antara surga dan neraka, menyaksikan keduanya.
  • Mereka belum masuk surga namun sangat berharap.
  • Cahaya tetap menyertai mereka sebagai tanda keimanan.
  • Dengan rahmat Allah, akhirnya mereka masuk surga tanpa pernah merasakan azab neraka.

Allah Ta‘ala berfirman:

وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌ وَعَلَى ٱلْأَعْرَافِ رِجَالٌ يَعْرِفُونَ كُلًّۭا بِسِيمَٰهُمْ وَنَادَوْا۟ أَصْحَٰبَ ٱلْجَنَّةِ أَن سَلَٰمٌ عَلَيْكُمْ لَمْ يَدْخُلُوهَا وَهُمْ يَطْمَعُونَ. وَإِذَا صُرِفَتْ أَبْصَٰرُهُمْ تِلْقَآءَ أَصْحَٰبِ ٱلنَّارِ قَالُوا۟ رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ.

Dan di antara keduanya (surga dan neraka) ada dinding. Dan di atas Al-A‘rāf ada orang-orang yang mengenal masing-masing (penghuni surga dan neraka) dengan tanda-tandanya. Mereka menyeru penghuni surga, ‘Semoga kesejahteraan atas kalian!’ Mereka belum masuk ke surga, tetapi sangat berharap untuk masuk. Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami bersama orang-orang yang zalim.’” (QS. Al-A‘rāf: 46–47)

 

Hukum Allah Paling Adil dan Penuh Hikmah

Allah Ta‘ala berfirman,

إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ


“Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
 (QS. Adz-Dzariyat: 30)

Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhumā berkata,

الحكيم الذي قد كمل في حكمه

Al-Hakim adalah Dzat yang telah sempurna seluruh hukum-Nya.

Abu Al-‘Aliyah rahimahullāh menjelaskan bahwa

الحكيم: حكيم في أمره.

Al-Hakim berarti Allah Maha Bijaksana dalam setiap urusan-Nya.

Muhammad bin Ja‘far bin Az-Zubair rahimahullāh berkata,

الحكيم في عذره وحجته إلى عباده

Allah Maha Bijaksana dalam memberikan alasan dan hujjah kepada hamba-hamba-Nya.

Setiap perintah dan larangan Allah memiliki alasan yang kuat, penuh kasih, dan tidak akan pernah menzalimi siapa pun.

 

Larangan Merusak Bumi dan Keadilan Hukum Allah di Dunia

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُفْسِدُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَٰحِهَا وَٱدْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ ٱلْمُحْسِنِينَ

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56)

Kerusakan (al-fasād) yang dilarang dalam QS. Al-A‘raf: 56 mencakup segala bentuk tindakan yang menyalahi syariat dan merusak kemaslahatan makhluk, baik:

  1. Kerusakan akidah
: kesyirikan dan penyimpangan agama, sebagai kerusakan terbesar setelah datangnya kebenaran.
  2. Kerusakan moral dan sosial
: maksiat, keonaran, pertumpahan darah, tindak kriminal, dan penyimpangan perilaku yang merusak masyarakat.
  3. Kerusakan hukum dan pemerintahan
: korupsi, praktik zalim para hakim, penyalahgunaan wewenang, serta penyelewengan keadilan.
  4. Kerusakan ekonomi
: penipuan timbangan, merusak alat ukur dan mata uang, serta segala praktik ekonomi yang merugikan manusia.
  5. Kerusakan lingkungan
: merusak air, menebang pohon tanpa hak, dan tindakan lainnya yang merugikan kelestarian bumi.

Adh-Dhahhak mengatakan: “Maksud surah Al-A’raf ayat 56 adalah: jangan merusak sumber air yang memancar, dan jangan menebang pohon yang berbuah secara sengaja untuk menimbulkan kerusakan.”

Karena itu, maksiat dalam segala bentuknya adalah sumber kerusakan, sementara ketaatan dan penerapan syariat adalah sumber perbaikan.

Jika di dunia saja Allah menegakkan hukum-Nya dengan begitu adil—tanpa pandang bulu, tepat sasaran, dan penuh hikmah—maka di akhirat Allah lebih pantas lagi menegakkan keadilan-Nya.

Tidak ada satu pun kerusakan yang manusia lakukan di bumi kecuali akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak ada maksiat, kezhaliman, atau kesalahan yang akan luput dari hisab. Semua akan dibalas dengan sangat adil sesuai kadar perbuatannya.

Allah Ta‘ala berfirman:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًۭا يَرَهُ ۝ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ


“Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, pasti dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, pasti dia akan melihat (balasannya).”
(QS. Az-Zalzalah: 7–8)

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

 

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللَّهُمَّ إنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا تَحُولُ بِهِ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا،

اللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا،

وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا.

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

عِبَادَ اللّٰهِ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.

فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَ اشْكُرُوْهُ عَلٰى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ. وَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ

Jumat siang, 15 Jumadilakhir 1447 H, 5 Desember 2025 @ Masjid Kampus UGM Yogyakarta

Dr. Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 7   +   4   =  

Back to top button