Cara Mengikuti Imam dalam Shalat Berjamaah
Bagaimana cara mengikuti imam dalam shalat berjamaah?
Bulughul Maram karya Ibnu Hajar Al-‘Asqalani
Kitab Shalat
فَضْلُ صَلاَةِ الجَمَاعَةِ وَالإِمَامَةِ
Keutamaan Shalat Berjamaah dan Masalah Imam
Hadits #405
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَلاَ تُكَبِّرُوا حَتَّى يُكَبِّرَ، وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا، وَلاَ تَرْكَعُوا حَتَّى يَرْكَعَ،وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، وَإِذَا سَجَدَ فاسْجُدُوا، وَلاَتَسْجُدُوا حَتَّى يَسْجُدَ، وَإِذَا صَلَّى قَائِماً فَصَلُّوا قِيَاماً، وَإِذَا صَلَّى قَاعِداً فَصَلُّوا قُعُوداً أَجْمَعِينَ». رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ، وَهذَا لَفْظُهُ، وَأَصْلُهُ فِي الصَّحِيحَيْنِ.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti. Maka apabila imam telah bertakbir, bertakbirlah kalian dan jangan bertakbir sebelum imam bertakbir. Apabila imam rukuk, maka rukuklah kalian dan jangan rukuk sebelum imam rukuk. Apabila imam mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, maka ucapkanlah ‘ALLAHUMMA ROBBANAA LAKAL HAMDU’. Apabila imam sujud, maka sujudlah kalian dan jangan sujud sebelum ia sujud. Apabila imam shalat berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. Apabila imam shalat sambil duduk, maka shalatlah kalian semua sambil duduk.” (HR. Abu Daud, lafaz hadits ini dari shahihain, Bukhari dan Muslim). [HR. Abu Daud, no. 603, juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari, no. 734, 722 dan Muslim, no. 416, 417].
Faedah hadits
- Makmum dilarang menyelisihi imam dalam hal: (a) musaabaqah (mendahului imam), (b) muwaafaqah (bersamaan dengan imam), (c) ta’akhkhur ‘anhu (terlambat dari imam).
- Mendahului imam adalah makmum mengerjakan gerakan shalat sebelum imamnya. Contoh, makmum melakukan takbiratul ihram sebelum imam melakukannya. Hal ini jika dilakukan, hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama. Jika mendahului imam dilakukan dalam keadaan lupa atau tidak tahu, shalatnya sah, tetapi ia harus kembali. Adapun bersamaan dengan imam adalah melakukan gerakan bersama imam. Contoh, makmum rukuk bersamaan dengan imam. Kalau ini dilakukan untuk takbiratul ihram, shalat makmum tidaklah sah. Namun, untuk selain takbiratul ihram, hukumnya makruh untuk berbarengan dengan imam. Adapun telat dari imam jika dilakukan karena uzur seperti lupa atau lalai, maka makmum mengejar ketertinggalan lantas mengikuti imam.
- Hadits ini menunjukkan hendaklah makmum mengikuti imam dalam perbuatan dan takbir. Shalat makmum itu mengikuti shalatnya imam.
- Makmum wajib mengikuti (mutaaba’ah) imam dalam takbir, berdiri, rukuk, dan sujud. Makmum melakukannya setelah imam melakukannya. Makmum melakukan takbiratul ihram setelah imam melakukannya. Jika makmum melakukan takbiratul ihram sebelum imam selesai takbiratul ihram, shalat makmum tidaklah sah. Makmum melakukan rukuk ketika imam telah memulai melakukan rukuk dan sebelum imam bangkit dari rukuk. Jika makmum berbarengan dengan imam atau mendahului imam, maka ia telah melakukan suatu hal yang buruk, tetapi shalat yang dilakukannya tidaklah batal. Hal ini berlaku juga ketika sujud.
- Hendaklah makmum mengucapkan salam setelah imam selesai mengucapkan salam. Apabila makmum mengucapkan salam sebelum imam, shalat makmum batal. Hal ini dikecualikan jika makmum berniat mufaraqah, berpisah dari imam, ada ikhtilaf ulama dalam hal ini. Jika makmum mengucapkan salam bersama imam, bukan sebelumnya ataukah sesudahnya, maka ia telah berbuat suatu hal yang buruk. Menurut pendapat ash-shahih (ada perbedaan pendapat, tetapi lemah ikhtilaf), shalat makmum tersebut tidaklah batal. Namun, ada ulama yang menyatakan untuk kasus ini, shalat makmum batal.
- Jika imam shalat dalam keadaan duduk, hendaklah makmum shalat dalam keadaan duduk pula. Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Menurut ulama Hanafiyah, Syafiiyah, dan jumhur ulama, orang yang mampu berdiri hendaklah melakukan shalat dalam keadaan berdiri, walaupun imamnya duduk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat sakit menjelang wafatnya, beliau shalat sambil duduk dan Abu Bakar tetap shalat dalam keadaan berdiri. Adapun hadits “Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti”, yang dimaksud adalah imam itu diikuti dalam perkara lahiriyah (zhahir) sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah.
- Hendaklah mengikuti imam tidak sampai ada jeda lama, tidak sampai telat. Huruf fa’ dalam penyebutan hadits bermakna ta’qib wa isti’jaal, yaitu setelah dan segera. Dalam hadits Al-Barra’ bin ‘Aazib disebutkan bahwa para sahabat itu baru membungkukkan punggung untuk sujud dari iktidal ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah meletakkan dahinya di atas tanah (HR. Bukhari, no. 811 dan Muslim, no. 484). Jika sujud saja dilakukan oleh para sahabat seperti itu, gerakan lainnya tentu sama karena sujud itu biasanya lebih mudah didahului jamaah daripada gerakan lainnya.
- Yang dimaksud mengikuti imam adalah pada gerakan zhahirah (lahiriyah), bukan mengikuti imam dalam hal niat (berarti berbeda niat tak ada masalah). Inilah pendapat ulama Syafiiyah, salah satu pendapat dalam riwayat Ahmad, dan pendapat ulama Zhahiriyyah.
Baca Juga:
- Uzur Tidak Menghadiri Shalat Berjamaah di Masjid
- Safinatun Naja: Aturan Shalat Berjamaah
- Lima Waktu Terlarang untuk Shalat
- Makmum Membaca Al-Fatihah di Belakang Imam
Referensi:
- Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:374-378.
- Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:19-20.
Diselesaikan pada Rabu siang, 20 Safar 1445 H, 6 September 2023
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com