Haji Umrah

Mengenal Miqat Zamani dan Makani dalam Ibadah Haji dan Umrah, Hikmah, dan Dalil Lengkapnya

Mari kita mengenal Miqat Zamani dan Makani dalam Ibadah Haji dan Umrah, lalu hikmah, dan dalil lengkapnya.

 

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

 

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

 

بَابُ اَلْمَوَاقِيتِ

BAB AL-MAWAAQIIT

Hadits #722

عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; { أَنَّ اَلنَّبِيَّ ( وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْمَدِينَةِ: ذَا الْحُلَيْفَةِ, وَلِأَهْلِ اَلشَّامِ: اَلْجُحْفَةَ, وَلِأَهْلِ نَجْدٍ: قَرْنَ اَلْمَنَازِلِ, وَلِأَهْلِ اَلْيَمَنِ: يَلَمْلَمَ, هُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِهِنَّ مِمَّنْ أَرَادَ اَلْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ, وَمَنْ كَانَ دُونَ ذَلِكَ فَمِنْ حَيْثُ أَنْشَأَ, حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ مِنْ مَكَّةَ } مُتَّفَقٌ عَلَيْه ِ (917) .

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menetapkan miqat untuk penduduk Madinah yaitu Dzul Hulaifah, penduduk Syam yaitu Al-Juhfah, penduduk Najd yaitu Qarnul Manazil, penduduk Yaman yaitu Yalamlam. Miqat-miqat itu untuk mereka dari negeri-negeri tersebut dan untuk mereka yang melewatinya dari negeri-negeri lain yang ingin menunaikan haji dan umrah. Adapun bagi orang-orang di dalam miqat, maka miqatnya dari tempat yang ia kehendaki, sehingga penduduk Makkah, miqatnya adalah dari Makkah. (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 1524 dan Muslim, no. 1181]

 

Hadits #723

وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا: { أَنَّ أَنَّ اَلنَّبِيَّ ( وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ } رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيّ ُ (918) .

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan miqat bagi penduduk Irak adalah Dzatu ‘Irqin. (HR. Abu Daud dan An-Nasai) [HR. Abu Daud, no. 1739 dan An-Nasai, 5:125. Imam Nawawi mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. Namun, ulama lain seperti Imam Ahmad mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits munkar. Hadits ini dinyatakan menyelisihi riwayat yang lebih kuat].

 

Hadits #724

وَأَصْلُهُ عِنْدَ مُسْلِمٍ مِنْ حَدِيثِ جَابِرٍ إِلَّا أَنَّ رَاوِيَهُ شَكَّ فِي رَفْعِه ِ ) .

Asal hadits ini dari riwayat Muslim dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, tetapi para perawinya ragu-ragu akan kemarfu’an hadits tersebut. [HR. Muslim, no. 1183]

 

Hadits #725

– وَفِي اَلْبُخَارِيِّ: { أَنَّ عُمَرَ هُوَ اَلَّذِي وَقَّتَ ذَاتَ عِرْقٍ } .

Dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan bahwa Umarlah yang menetapkan miqat Dzatu ‘Irqin. [HR. Bukhari, no. 1531, inilah riwayat yang kuat bahwa hadits ini adalah penetapa Umar].

 

Hadits #726

وَعِنْدَ أَحْمَدَ, وَأَبِي دَاوُدَ, وَاَلتِّرْمِذِيِّ: عَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ: { أَنَّ اَلنَّبِيَّ ( وَقَّتَ لِأَهْلِ اَلْمَشْرِقِ: اَلْعَقِيقَ } (921) .

Menurut riwayat Imam Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan Al-‘Aqiqi sebagai miqat penduduk dari timur. [HR. Ahmad, 5:276; Abu Daud, no. 1740; Tirmidzi, no. 832. Dalam Minhah Al-‘Allam, 5:199, menyatakan bahwa Imam Muslim mengkritisi hadits ini].

Keterangan

Miqat adalah bentuk plural dari kata miiqaat. Miqat sendiri mencakup tempat dan waktu sebagai batasan melakukan ibadah, sehingga miqat ada dua, yaitu:

Pertama: Miqat zamaniyyah

Yaitu pada bulan-bulan haji. Para ulama bersepakat bahwa bulan haji adalah Syawal dan Dzulqa’dah. Sedangkan Dzulhijjah terjadi perselisihan oleh para ulama. Ada ulama yang berpendapat bahwa bulan Dzulhijjah itu seluruhnya adalah bulan haji. Ada ulama yang mengatakan bahwa sepuluh awal Dzulhijjah itulah waktu haji sebagaimana hal ini dipilih oleh jumhur (mayoritas) ulama.

Kedua: Miqat makaniyyyah

Yaitu tempat dimulainya niatan nusuk (haji atau umrah) dan wajib berihram dari tempat tersebut. Hal ini demi memuliakan baitul haram. Orang yang berhaji atau berumrah bertolak dari tempat ini dalam keadaan mengagungkan Allah, tunduk, dan khusyuk.

 

Hikmah dari Miqat

Miqat zamaniyyah dan makaniyyah menunjukkan bagaimanakah kaum muslimin bersatu dalam dalam amal yang tampak jelas. Hal ini menunjukkan bagaimanakah sempurnanya syariat Islam. Allah itu ‘Aliim (Maha Mengetahui) dan Hakiim (Maha Bijaksana).

 

Rincian Miqat Makani

  1. Dzulhulaifah, miqat untuk penduduk Madinah. Saat ini Dzulhulaifah dikenal dengan Abyaar ‘Ali. Inilah miqat yang terjauh dari Makkah. Jarak Abyar ‘Ali dari Madinah adalah 11 km, sedangkan dari Makkah adalah 420 km. Jeddah dan Makkah sendiri jaraknya adalah dua marhalah. Satu marhalah sama dengan 40 KM. Jarak dari Abyar ‘Ali ke Makkah kira-kira sepuluh marhalah (sekitar 400 km).
  2. Al-Juhfah, miqat untuk penduduk Syam (Suria, Lebanon, Yordania, dan Palestina). Saat ini orang-orang mengambil miqatnya dari Raabigh, kira-kira 15 km dari Al-Juhfah. Jarak Raabigh ke Makkah adalah sekitar 186 km. Saat ini sudah ada masjid miqat Al-Juhfah dari tahun 1306 Hijriyah.
  3. Qarn Al-Manazil, miqat untuk penduduk Najd. Najd yaitu daerah yang terbentang antara Iraq ke Hijaz (timur ke barat) dan antara Syam dan Yaman (utara ke selatan). Qarn Al-Manazil adalah bukit (gunung) atau lembah yang memiliki manazil yang disandarkan padanya. Qarn Al-Manazil saat ini disebut dengan As-Sail Al-Kabiir. Jarak As-Sail Al-Kabiir ke Makkah adalah 78 km dari perut lembah dan 75 km dari tempat orang-orang berihram.
  4. Yalamlam, miqat bagi penduduk Yaman. Yalamlam saat ini disebut dengan As-Sa’diyyah.
  5. Dzatu ‘Irqin, miqat bagi penduduk ‘Iraq. Miqat ini ditetapkan oleh Umar. Jarak miqat ini ke Makkah adalah sekitar 100 km. Namun, sayangnya saat ini miqat Dzatu ‘Irqin ini ditutup karena tidak ada akses jalan menuju ke sana. Sehingga miqat dari orang-orang yang datang dari timur tetap di Qarn Al-Manazil (As-Sail Al-Kabir).

 

 

Miqat Makani untuk Berhaji dan Berumrah
Miqat Makani untuk Berhaji dan Berumrah

 

Aturan Melewati Miqat

  • Jika melewati miqat tersebut walaupun bukan penduduk daerah itu, hendaklah berihram dari miqat itu. Bukan berarti penduduk Madinah ada yang melewati Qarn Al-Manazil lantas ia harus ke Dzulhulaifah untuk memulai berihram. Yang jadi masalah adalah untuk penduduk Syam ketika ia melewati Dzulhulaifah, apakah wajib baginya berihram dari Dzulhulaifah atau mengakhirkannya di Al-Juhfah. Ulama Syafiiyah dan Hambali berkata bahwa wajib baginya berihram dari Dzulhulaifah karena itulah miqat yang ia lewati. Hendaklah tidak melewati miqat tanpa dalam keadaan ihram padahal berkeinginan untuk nusuk (berumrah atau berhaji). Hal ini berlaku sebagaimana miqat lainnya.
  • Untuk orang yang berada di dalam miqat, berarti antara miqat dan Makkah, miqatnya adalah dari tempat ia memulai safar atau memulai niat haji atau umrah.
  • Bagi orang Makkah, hendaklah ia mengambil miqat dari Makkah.

 

Faedah hadits

  1. Penetapan empat miqat sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas.
  2. Hendaklah tidak melewati miqat tanpa berihram untuk haji atau umrah. Pelanggaran tersebut termasuk dalam melampaui batasan Allah.
  3. Berihram sebelum masuk miqat itu sah sebagaimana ada kalimat ijmak dari Imam Ibnul Mundzir. Namun, yang afdal adalah berihram dari miqat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berihram dari Dzulhulaifah, bukan dari Madinah.
  4. Penetapan batasan miqat merupakan mukjizat bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena beliau menetapkan miqat sebelum penduduk daerah miqat tersebut masuk Islam. Itu adalah isyarat bahwa kelak mereka akan masuk Islam, lalu berhaji dan berumrah dari miqat tersebut. Itulah yang terlihat saat ini.
  5. Penetapan miqat ini juga merupakan wujud rahmat Allah kepada hamba-Nya karena miqat tidak hanya dijadikan pada satu tempat, tetapi dari berbagai arah menuju Makkah.
  6. Untuk orang yang berada antara miqat dan Makkah, miqatnya adalah tempat ia berada.
  7. Siapa saja yang berada di Makkah, ia berihram untuk umrah dan haji dari Makkah, tanpa perlu keluar ke miqat. Namun, terdapat hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, hendaklah ia berihram untuk umrah dari tanah halal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada ‘Abdurrahman bin Abi Bakar, “Hendaklah engkau keluar bersama saudaramu—yaitu Aisyah—keluar dari tanah haram, lalu berihramlah untuk umrah.” (HR. Bukhari, no. 1788 dan Muslim, no. 1211). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa berihramlah dari Tan’im. Hadits Aisyah ini lebih belakangan daripada hadits Ibnu ‘Umar karena hadits Aisyah ini pada haji wada’ (tahun 10 Hijriyah). Hal ini menunjukkan bahwa untuk penduduk Makkah yang berkeinginan umrah, hendaklah ia keluar ke tanah halal yang terdekat.
  8. Penduduk Makkah, orang yang bermukim di Makkah, orang yang sekadar lewat, yang selesai berhaji lalu berkeinginan untuk umrah, miqatnya adalah dari tanah halal terdekat, yaitu daerah di luar batas Makkah (tanah haram), walau itu hanya satu langkah. Ihram dari tanah halal bisa diambil dari Tan’im. Inilah tanah halal yang paling dekat ke Makkah. Saat ini dikenal dengan Masjid Aisyah. Tempat lainnya dari tanah halal adalah Ji’ronah, juga ada Hudaibiyah. Urutan ihram dari tanah halal yang paling afdal adalah: (1) dari Ji’ronah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil miqat dari tempat tersebut; (2) lalu ihram dari Tan’im, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan Aisyah berumrah dari Tan’im; (3) kemudian berihram dari Hudaibiyah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di Hudaibiyah dan berkeinginan masuk dari Hudaibiyah untuk umrah pada tahun Hudaibiyah setelah beliau berihram dari Dzulhulaifah, tetapi ketika itu dicegah oleh orang kafir Makkah.
  9. Siapa saja yang melewati miqat dan bertujuan ke Makkah padahal bukan maksud untuk berhaji atau berumrah, maka ia tidak wajib berihram. Contohnya adalah orang yang ingin mengunjungi kerabat atau berdagang, atau penduduk Makkah yang baru tiba dari safarnya. Inilah pendapat ulama Syafiiyah dan riwayat dari Imam Ahmad.
  10. Hadits Ibnu ‘Umar dari Imam Al-Bukhari menunjukkan bahwa Dzatu ‘Irqin merupakan miqat penduduk Iraq. Miqat ini adalah miqat khusus untuk mereka, berbeda dengan miqat penduduk Najd. Ketika Bashrah dan Kufah dirintis, Umar menetapkan Dzatu ‘Irqin sebagai miqat penduduk Iraq karena jika mengambil miqatnya dari Qarn Al-Manazil memberatkan bagi penduduk Iraq.
  11. Al-‘Aqiq sendiri yang disebut sebagai miqat untuk orang dari timur sebagaimana dalam hadits Ibnu ‘Abbas adalah suatu lembah yang luas yang berada di timur Makkah. Jaraknya dari Dzatu ‘Irqin sekitar 20 km, sedangkan jarak Al-‘Aqiq ke Makkah sekitar 120 km.
  12. Siapa yang melewati jalan yang tidak ada miqat di situ baik lewat jalur darat, laut ataupun udara, berdasarkan pemahaman Umar yang menetapkan miqat Dzatu ‘Irqin, hendaklah ia mengambil ihram dari tempat yang jaraknya sama dengan miqat asli ke Makkah. Inilah yang disebut mengambil miqat secara muhadzah.
  13. Hendaklah berihram dari miqat. Siapa yang melewati miqat tanpa berihram, lantas berkeinginan untuk berumrah atau berhaji, hendaklah membayar dam atau hendaklah ia kembali untuk berihram dari miqat. Karena berihram dari miqat itu wajib. Jika tidak, hendaklah ia kembali ke miqat atau membayar dam.
  14. Siapa saja yang masuk Makkah karena adanya suatu hajat, kemudian ia berkeinginan untuk berihram, maka miqatnya adalah dari Makkah.
  15. Yang berniat haji tamattu’, ia bisa berihram dari Makkah, dihukumi seperti orang yang bermukim di Makkah.
  16. Orang yang berada di luar Makkah dan di luar miqat disebut dengan afaaqiyyah.

Baca juga:

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:191-200.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:585-593.

 

 

Diselesaikan di Jeddah di Kereta Jeddah – Madinah, 19 Dzulqa’dah 1444 H, 8 Juni 2023

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button