14 Wanita yang Haram Dinikahi dalam Islam: Berdasarkan Nasab, Susuan, dan Hubungan Pernikahan
Menikah adalah ibadah agung yang diatur dengan sangat rinci dalam syariat Islam. Di balik keindahan pernikahan, ada batas-batas yang ditetapkan agar kehormatan dan silaturahim tetap terjaga. Karena itu, penting bagi setiap muslim untuk mengetahui siapa saja wanita yang haram dinikahi agar tidak terjerumus dalam dosa besar tanpa sadar.
Imam Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah berkata dalam Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib,
فَصْلٌ
وَالْمُحَرَّمَاتُ بِالنَّصِّ أَرْبَعَ عَشْرَةَ:
سَبْعٌ بِالنَّسَبِ، وَهُنَّ:
ٱلْأُمُّ وَإِنْ عَلَتْ، وَٱلْبِنْتُ وَإِنْ سَفَلَتْ، وَٱلْأُخْتُ، وَٱلْخَالَةُ، وَٱلْعَمَّةُ، وَبِنْتُ ٱلْأَخِ، وَبِنْتُ ٱلْأُخْتِ.
وَٱثْنَتَانِ بِٱلرَّضَاعِ:
ٱلْأُمُّ ٱلْمُرْضِعَةُ، وَٱلْأُخْتُ مِنَ ٱلرَّضَاعِ.
وَأَرْبَعٌ بِٱلْمُصَاهَرَةِ:
أُمُّ ٱلزَّوْجَةِ، وَٱلرَّبِيبَةُ إِذَا دَخَلَ بِٱلْأُمِّ، وَزَوْجَةُ ٱلْأَبِ، وَزَوْجَةُ ٱلِابْنِ.
وَوَاحِدَةٌ مِنْ جِهَةِ ٱلْجَمْعِ، وَهِيَ أُخْتُ ٱلزَّوْجَةِ، وَلَا يُجْمَعُ بَيْنَ ٱلْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا، وَلَا بَيْنَ ٱلْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا.
وَيَحْرُمُ مِنَ ٱلرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ ٱلنَّسَبِ.
Wanita yang haram dinikahi berdasarkan nash (teks syariat) ada empat belas. Mereka terbagi dalam beberapa sebab:
A. Karena hubungan nasab (keturunan), ada tujuh:
- Ibu, nenek, dan seterusnya ke atas.
- Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.
- Saudara perempuan.
- Bibi dari pihak ibu (khālah).
- Bibi dari pihak ayah (‘ammah).
- Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-laki).
- Anak perempuan saudara perempuan (keponakan dari pihak saudara perempuan).
B. Karena hubungan persusuan, ada dua:
- Ibu susuan.
- Saudara perempuan sepersusuan.
C. Karena hubungan pernikahan (mushāharah), ada empat:
- Ibu mertua.
- Anak tiri (jika ibunya sudah digauli).
- Istri ayah (ibu tiri).
- Istri anak (menantu perempuan).
D. Karena sebab penggabungan dalam satu pernikahan, ada satu:
- Saudara perempuan istri.
Selain itu, tidak boleh pula menggabungkan dalam satu ikatan pernikahan antara seorang wanita dengan bibinya (baik dari pihak ayah maupun ibu).
Kaidahnya, “Segala yang haram karena hubungan nasab, maka haram pula karena persusuan.”
PENJELASAN
Mahram Karena Persusuan
(Dan dua wanita yang haram dinikahi karena sebab radha‘ (susuan), yaitu ibu susuan dan saudari susuan).
Inilah sebab kedua munculnya mahram, yaitu persusuan. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‘ala:
﴿وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ﴾
“Ibu-ibu susuanmu dan saudari-saudari susuanmu.” (QS. An-Nisā’: 23)
Ketahuilah bahwa semua yang haram dinikahi karena hubungan nasab (keturunan), juga haram dinikahi karena hubungan persusuan. Sebagaimana ditegaskan oleh Nabi:
ايَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِب
“Haram karena persusuan apa yang haram karena nasab.”
Dua golongan yang haram karena persusuan adalah ibu yang menyusui dan saudara perempuan karena persusuan. Ini merupakan sebab kedua yang menjadikan seseorang mahram, yaitu radha‘ah (persusuan). Allah Ta‘ālā berfirman:
﴿وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ﴾
“Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu serta saudara-saudara perempuanmu sepersusuan.” (QS. An-Nisā’: 23)
Ketahuilah, segala sesuatu yang haram karena nasab, maka haram pula karena persusuan. Sebagaimana sabda Nabi
ﷺ: «يَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا يَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ»
“Haram karena persusuan itu sama dengan yang haram karena nasab.”
Dalam riwayat lain:
«مَا يَحْرُمُ مِنَ الْوِلادَةِ»
(apa yang haram karena kelahiran).
Mahram Hubungan Pernikahan (Musāharah)
Empat orang yang haram dinikahi karena musāharah adalah:
1. Ibu mertua. Begitu akad nikah sah, ibunya istri dan nenek-neneknya langsung haram untuk dinikahi, baik karena nasab maupun persusuan. Firman Allah:
﴿وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ﴾
“Dan ibu-ibu dari istri kalian.” (QS. An-Nisā’: 23)
Sebagian ulama ada yang berpendapat baru haram jika sudah terjadi hubungan badan, tetapi pendapat ini lemah.
2. Anak tiri (rabībah). Yaitu anak dari istri, baik anak kandung maupun anak susuan. Mereka haram dinikahi dengan syarat telah terjadi hubungan badan dengan sang ibu. Jika istri sudah diceraikan sebelum digauli, maka anak tirinya boleh dinikahi. Allah Ta‘ālā berfirman:
﴿وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ﴾
“Dan (diharamkan atas kalian menikahi) anak-anak tiri yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum mencampuri mereka, maka tidak berdosa (menikahinya).” (QS. An-Nisā’: 23)
3. Istri dari ayah. Termasuk juga istri kakek, baik dari jalur ayah maupun ibu, dan berlaku pula pada nasab maupun persusuan. Firman Allah:
﴿وَلا تَنْكِحُوا مَا نَكَحَ آبَاؤُكُمْ مِنَ النِّسَاءِ﴾
“Dan janganlah kalian menikahi wanita-wanita yang pernah dinikahi oleh ayahmu.” (QS. An-Nisā’: 22)
4. Istri dari anak (menantu). Termasuk istri cucu dari jalur laki-laki, baik dalam nasab maupun persusuan. Firman Allah:
﴿وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ﴾
“Dan (diharamkan atas kalian menikahi) istri-istri anak kandung kalian.” (QS. An-Nisā’: 23)
Menghimpun dua wanita dalam satu ikatan pernikahan
Salah satu bentuk keharaman nikah adalah menghimpun dua wanita sekaligus, yaitu menikahi seorang wanita bersama saudari perempuannya. Tidak boleh bagi seorang laki-laki menikahi seorang wanita dan saudarinya, baik mereka saudari kandung seayah-seibu, seayah saja, atau seibu saja. Sama saja apakah saudari itu karena nasab ataupun karena persusuan.
Dalilnya adalah firman Allah Ta‘ālā:
﴿وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ﴾
“Dan diharamkan atas kamu menghimpun (dalam pernikahan) dua orang saudari, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.” (QS. An-Nisā’: 23)
Dalam hadits juga disebutkan:
«مَلْعُونٌ مَنْ جَمَعَ مَاءَهُ فِي رَحِمِ الْأُخْتَيْنِ»
“Terlaknat orang yang menyatukan maninya dalam rahim dua orang saudari.”
Demikian pula, haram menghimpun seorang wanita dengan bibinya dari jalur ayah (bibi kandung) maupun bibinya dari jalur ibu. Nabi ﷺ bersabda:
«لَا يُجْمَعُ بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَعَمَّتِهَا وَلَا بَيْنَ الْمَرْأَةِ وَخَالَتِهَا»
“Tidak boleh menghimpun seorang wanita dengan bibinya dari jalur ayah, dan tidak pula dengan bibinya dari jalur ibu.”
Alasan larangan ini adalah karena pernikahan seperti itu bisa menimbulkan permusuhan dan menyebabkan terputusnya silaturahim. Maka sebagaimana haram menghimpun wanita dengan bibinya, haram pula menghimpun wanita dengan anak perempuan saudaranya (keponakan), baik dari pihak saudara laki-laki maupun saudara perempuan, serta anak-anak mereka (cucu keponakan). Sama saja, baik karena nasab maupun karena persusuan.
Kaidah umum (ḍābiṭ) dari siapa saja yang haram dihimpun dalam satu pernikahan adalah: dua perempuan yang apabila salah satunya dianggap sebagai laki-laki, maka ia tidak halal menikahi yang lainnya karena hubungan kekerabatan.
Referensi: Kifayah Al-Akhyar
@ Pondok Darush Sholihin Gunungkidul, 29 Rabiul Akhir 1447 H, 21 Oktober 2025
Artikel Rumaysho.Com