Shalat

Matan Taqrib: Macam-Macam Shalat Sunnah yang Sebaiknya Anda Tahu

Apa saja shalat sunnah yang bisa dikerjakan secara rutin? Berikut macam-macam shalat sunnah sebagaimana diterangkan dalam kitab Matan Taqrib dan penjelasan ulama di dalamnya.

 

 

Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib

Kitab Shalat

 

 

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matan Taqrib berkata,

وَالصَّلَوَاتُ المَسْنُوْنَاتُ خَمْسٌ العِيْدَانِ وَالكُسُوْفَانِ وَالِاسْتِسْقَاءُ وَالسُّنَنُ التَّابِعَةُ لِلْفَرَائِضِ سَبْعَ عَشْرَةَ رَكْعَةً رَكْعَتَا الفَجْرِ وَأَرْبَعٌ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَانِ بَعْدَهُ وَأَرْبَعٌ قَبْلَ العَصْرِ وَرَكْعَتَانِ بَعْدَ المَغْرِبِ وَثَلاَثٌ بَعْدَ العِشَاءِ يُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ مِنْهُنَّ وَثَلاَثُ نَوَافِلَ مُؤَكَّدَاتٍ صَلاَةُ اللَّيْلِ وَصَلاَةُ الضُّحَى وَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ.

Shalat yang disunnahkan berjamaah itu ada lima: shalat Idulfitri dan Iduladha, shalat gerhana matahari dan bulan, dan shalat istisqa’.

Shalat sunnah yang mengikuti shalat wajib itu ada 17: dua rakaat shalat sunnah Fajar (qabliyah Shubuh), empat rakaat qabliyah Zhuhur, dua rakaat bakdiyah Zhuhur, empat rakaat qabliyah Ashar, dua rakaat bakdiyah Maghrib, tiga rakaat bakdiyah Isyak di dalamnya terdapat witir satu rakaat.

Shalah sunnah yang muakkad ada tiga: shalat lail, shalat Dhuha, dan shalat tarawih.

 

 

Penjelasan:  

 

Pembahasan pertama: Shalat sunnah yang disunnahkan untuk dilakukan secara berjamaah, yaitu shalat Idulfitri, shalat Iduladha, shalat gerhana matahari, shalat gerhana bulan, dan shalat istisqa’ (minta hujan). Semua shalat ini dihukumi sunnah muakkad dan ada dalil pendukungnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. 

Pembahasan kedua: Shalat sunnah rawatib yang dilakukan qabliyah (sebelum) dan bakdiyah (sesudah) shalat wajib. Shalat ini adalah shalat yang utama setelah shalat wajib. Shalat rawatib yang muakkad ada 10 rakaat, sedangkan shalat rawatib ghairu muakkad ada 12 rakaat.

Catatan:

  • Shalat setelah Isyak dianjurkan tiga rakaat, yaitu dua rakaat bakdiyah Isyak dan satu rakaat witir.
  • Shalat sunnah yang baru dimulai ketika iqamah shalat dihukumi makruh.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا أُقِيمَتِ الصَّلاةُ فلا صَلاةَ إلَّا المَكْتُوبَةُ.

Jika sudah dikumandangkan iqamah untuk shalat, maka tidak ada lagi shalat selain shalat wajib.” (HR. Muslim, no. 710)

  • Shalat rawatib itu mulai dikerjakan ketika waktu shalat masuk dan dianggap luput jika waktu shalat fardhu selesai.
  • Shalat sunnah bakdiyah (seperti shalat bakdiyah Zhuhur) tidak boleh dikerjakan sebelum shalat wajb Zhuhur.

 

Penjelasan Shalat Rawatib Muakkad dan Ghairu Muakkad

 

Shalat rawatib itu ada dua macam:

  • Shalat rawatib muakkad (yang sangat ditekankan), ada 10 rakaat dalam sehari.
  • Shalat rawatib ghairu muakkad (tidak terlalu ditekankan), ada 12 rakaat dalam sehari.

Shalat rawatib muakkad, ada 10 rakaat dalam sehari:

  • 2 rakaat qabliyah Shubuh
  • 2 rakaat qabliyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Magrib
  • 2 rakaat bakdiyah Isya

Shalat rawatib ghairu muakkad, ada 12 rakaat dalam sehari:

  • 2 rakaat qabliyah Zhuhur
  • 2 rakaat bakdiyah Zhuhur
  • 4 rakaat qabliyah Ashar
  • 2 rakaat qabliyah Magrib
  • 2 rakaat qabliyah Isya

Rincian di atas diringkas dari Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:532-536.

Syaikh Ibrahim Al-Baajuri rahimahullah memberikan kaidah untuk shalat qabliyah dan shalat bakdiyah sebagai berikut.

وَاعْلَمْ: أَنَّهُ يَدْخُلُ وَقْتُ القَبْلِيَّةِ بِدُخُوْلِ وَقْتِ الفَرْضِ وَالبَعْدِيَّةُ بِفِعْلِهِ وَيَخْرُجُ وَقْتُ النَّوْعَيْنِ بِخُرُوْجِ وَقْتِ الفَرْضِ وَيُنْدَبُ قَضَاؤُهُمَا بَعْدَهُ لِأَنَّهُ إِذَا فَاتَ نَفْلٌ مُؤَقَّتٌ نُدِبَ قَضَاؤُهُ وَأُلْحِقَ بِهِ التَّهَجُدُ

“Ketahuilah bahwa waktu shalat qabliyah itu masuk saat waktu shalat fardhu telah masuk. Sedangkan waktu shalat bakdiyah itu setelah shalat fardhu dilakukan. Waktu shalat qabliyah dan bakdiyah berakhir dengan berakhirnya waktu shalat fardhu. Namun, shalat qabliyah dan bakdiyah masih boleh diqadha’ setelah itu (setelah keluar waktunya). Karena shalat sunnah yang punya ketetapan waktu tertentu disunnahkan mengqadha’nya, sama halnya shalat tahajud pun demikian.” (Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’, 1:535).

Kaidah di atas menunjukkan bahwa:

  • Shalat qabliyah adalah shalat sunnah yang dilakukan sebelum atau sesudah shalat wajib yang penting masih di waktunya.
  • Shalat bakdiyah adalah shalat sunnah yang dilakukan sesudah shalat wajib, tidak boleh sebelum sebelum shalat wajib, yang penting masih di waktunya.

Kesimpulannya, jika ada shalat qabliyah yang belum sempat dilakukan sebelum shalat wajib, berarti boleh dilakukan setelah shalat wajib, dan itu bukan qadha’, tetapi masih dikerjakan di waktunya (shalat ada’an).

 

Dalil mengenai keutamaan 12 rakaat shalat rawatib dalam sehari

Dari Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhuma–istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ummahatul mukminin–, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ

Barang siapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728)

Yang dimaksudkan dengan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari dijelaskan dalam riwayat At-Tirmidzi, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

 

Referensi:

  • Al-Imtaa’ bi Syarh Matan Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Dar Al-Manar.
  • Bughyah Al-Mutathawwi’ fii Shalah At-Tathowwu’. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Saalim Bazmul. Penerbit Daar At-Tauhid.
  • Hasyiyah Al-Baajuri ‘ala Syarh Al-‘Allamah Ibnu Qasim Al-Ghazzi ‘ala Matn Abi Syuja’. Cetakan kedua, Tahun 1441 H. Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Baajuri. Penerbit Daar Al-Minhaj.

 

Diselesaikan 11 Rabiul Akhir 1445 H, 26 Oktober 2023 di perjalanan Salatiga – Jogja

Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button