AqidahManajemen Qolbu

At-Tawwab: Allah Maha Menerima Taubat, Berkali-Kali Tanpa Batas

Tak ada dosa yang terlalu besar untuk diampuni, selama kita mau kembali. Allah adalah At-Tawwāb—yang membuka pintu taubat, berkali-kali, tanpa henti menyambut hamba-Nya yang ingin pulang.

 

Nama Allah At-Tawwab

“At-Tawwāb” dalam bahasa Arab merupakan bentuk mubālaghah (bentuk intensif) dari kata kerja tāba – yatūbu – tawban wa tawbah, yang berarti kembali atau berbalik dari sesuatu menuju selainnya. Dalam konteks agama, maknanya adalah meninggalkan dosa dengan cara yang paling indah dan tulus. Itulah bentuk permohonan maaf yang paling dalam dan sejati.

Permintaan maaf sendiri bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, seseorang berkata: “Saya tidak melakukannya.” Kedua, ia berkata: “Saya melakukannya karena alasan tertentu.” Ketiga, ia berkata: “Saya memang melakukannya, saya telah keliru, dan kini saya telah berhenti serta tidak akan mengulanginya.” Nah, bentuk ketiga inilah yang disebut dengan taubat sejati.

Istilah tā’ib (orang yang bertaubat) bisa digunakan untuk dua makna: bagi hamba yang sungguh-sungguh kembali kepada Allah, maupun bagi Allah yang menerima taubat hamba-Nya. Jadi, seorang hamba disebut tā’ib karena ia kembali kepada Allah, dan Allah pun disebut tā’ib karena Dia menerima dan menyambut taubat hamba-Nya.

Taubat adalah kewajiban yang tak bisa ditawar untuk setiap pelaku dosa dan maksiat, baik dosanya tergolong kecil maupun besar. Tidak ada satu orang pun yang punya alasan untuk menunda atau meninggalkan taubat setelah melakukan maksiat, sebab semua bentuk dosa telah diancam oleh Allah dengan hukuman.

 

Pintu Taubat Terbuka 24 Jam, Asal Hati Mau Kembali

Allah At-Tawwāb, Mahasuci Dia, adalah Dzat yang terus-menerus menerima taubat hamba-hamba-Nya, dari waktu ke waktu, tanpa bosan dan tanpa batas. Tidak ada satu pun hamba yang terjerumus dalam maksiat—seberat apa pun dan selama apa pun—lalu tergerak hatinya untuk kembali kepada Allah, melainkan Allah akan membukakan untuknya pintu-pintu rahmat. Allah bergembira dengan kembalinya si hamba, selama nyawanya belum sampai di tenggorokan dan selama matahari belum terbit dari arah barat.

Dalam sebuah hadits dari Abu Musa radhiyallāhu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ النَّهَارِ، وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِيءُ اللَّيْلِ، حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا

Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla membentangkan tangan-Nya di waktu malam agar orang yang berbuat dosa di siang hari bertaubat, dan membentangkan tangan-Nya di waktu siang agar orang yang berbuat dosa di malam hari bertaubat, hingga matahari terbit dari barat.” (HR. Muslim, no. 2759)

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallāhu ‘anhumā, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ

Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawanya belum sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537)

Seandainya ada seseorang yang begitu jauh dari Allah. Ia mengikuti hawa nafsunya, membiarkan bisikan setan menguasainya, lalu tenggelam dalam dosa demi dosa. Bahkan ia membunuh seratus jiwa, dan tak ada dosa yang tidak ia lakukan. Namun suatu saat ia ingin kembali kepada Allah, ingin diampuni—maka Allah yang Maha Menerima Taubat tetap akan menerimanya. Bahkan, semua keburukan yang telah ia kumpulkan akan diganti dengan kebaikan sebanyak itu pula.

Sebagaimana firman Allah Ta‘ālā,

 فَأُولَٰئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَـٰتٍ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا 

Mereka itulah orang-orang yang Allah akan ganti semua keburukan mereka menjadi kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqān: 70)

Imam At-Tirmidzi meriwayatkan, dan Al-Albani menyatakannya hasan, dari Anas bin Mālik radhiyallāhu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah berfirman:

يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ عَلَىٰ مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ، ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ ٱلْأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيتَنِي لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا، لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Wahai anak Adam, selama engkau terus berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, Aku akan mengampunimu atas apa pun yang telah kau lakukan, dan Aku tak peduli. Wahai anak Adam, seandainya dosamu menjulang sampai ke langit, lalu engkau memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampunimu dan Aku tak peduli. Wahai anak Adam, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku tanpa mempersekutukan-Ku sedikit pun, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi, no. 3540)

 

Allah Bergembira Saat Kamu Bertaubat

Bukan hanya menerima taubat, Allah juga bergembira luar biasa ketika hamba-Nya kembali kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallāhu ‘anhu:

الله أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ أَحَدِكُمْ مِنْ أَحَدِكُمْ بِضَالَّتِهِ إِذَا وَجَدَهَا

Sungguh, Allah lebih bergembira dengan taubat salah seorang dari kalian, melebihi gembiranya seseorang yang menemukan kembali barang berharganya yang hilang.” (HR. Muslim, no. 2675)

Bayangkan seseorang yang sedang tersesat di padang pasir, kehausan, tak punya harapan, lalu menemukan kembali untanya yang membawa bekalnya. Betapa bahagianya dia! Tapi kegembiraan Allah saat kamu bertaubat jauh lebih besar dari itu.

Seorang yang berdosa sejatinya telah berbuat kesalahan besar di hadapan Allah. Besarnya dosa diukur dari siapa yang dilanggar hak-Nya, bukan sekadar dari apa bentuk maksiatnya. Maka, sekadar diterima saja taubat seorang pendosa, itu sudah merupakan karunia agung dan kemurahan yang luar biasa dari Allah.

Namun nyatanya, Allah bukan hanya menerima taubat, tetapi juga:

  • Memaafkan dengan ampunan yang baru,
  • Menyambut dengan kegembiraan yang luar biasa,
  • Dan bahkan mengganti dosa-dosa masa lalu dengan pahala besar.

Bukankah itu bukti betapa cintanya Allah kepada hamba-hamba yang ingin kembali?

 

Taubat Kita Dimulai dari Allah, Diakhiri Juga oleh-Nya

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa taubat seorang hamba kepada Rabb-nya selalu diapit oleh dua bentuk taubat dari Allah. Pertama adalah taubat Allah yang mendahului taubat hamba, dan kedua adalah taubat-Nya setelah hamba itu kembali.

Artinya, taubat seorang hamba berada di antara dua bentuk kasih sayang dari Allah:

  1. Allah lebih dulu menerima taubatnya melalui ilham, izin, dan taufik, lalu hamba itu bertaubat,
  2. kemudian Allah menerima taubat itu sebagai bentuk rahmat dan ganjaran.

Allah Ta‘ālā berfirman:

وَعَلَى ٱلثَّلَـٰثَةِ ٱلَّذِينَ خُلِّفُوا۟ حَتَّىٰٓ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنفُسُهُمْ وَظَنُّوٓا۟ أَن لَّا مَلْجَأَ مِنَ ٱللَّهِ إِلَّآ إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Dan (Allah juga menerima taubat) terhadap tiga orang yang ditangguhkan (perkaranya), hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas, dan jiwa mereka pun terasa sempit, serta mereka yakin bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah kecuali kembali kepada-Nya. Lalu Allah menerima taubat mereka agar mereka bertaubat. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 118)

Perhatikan bagaimana Allah menyebut bahwa Dia menerima taubat mereka terlebih dahulu agar mereka bisa bertaubat. Artinya, taubat yang mereka lakukan adalah buah dari kasih sayang Allah yang lebih dulu turun kepada mereka.

Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa: Seorang hamba tidak akan bisa bertaubat kecuali setelah Allah memberi izin dan taufik. Dan Allah pula yang akan menerima dan menolong setelah hamba itu kembali.

 

Makna At-Tawwab: Allah yang Terus Mengajak Hamba-Nya untuk Kembali

Para ulama menjelaskan bahwa makna nama At-Tawwāb bagi Allah Ta‘ālā bukan hanya sekadar “Maha Menerima Taubat”, tetapi juga Dzat yang memberi hidayah untuk taubat, memudahkan jalannya, dan menerima taubat itu berkali-kali, tak peduli seberapa sering seorang hamba jatuh dan bangkit kembali.

Qatādah rahimahullāh berkata tentang firman Allah:

 وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ 

Dan sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 104)

Qatādah menafsirkan:

إِنَّ الله هُوَ الوَهَّابُ لِعِبَادِهِ الإِنَابَةَ إِلَى طَاعَتِهِ، المُوَفِّقُ مَنْ أَحبَّ تَوْفِيقَهُ مِنْهُمْ لِمَا يُرضِيهِ عَنْهُ

“Allah adalah Dzat yang menganugerahkan kepada hamba-Nya keinginan untuk kembali menaati-Nya, dan memberi taufik kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara mereka, agar bisa berbuat yang membuat-Nya ridha.”

Abu ‘Ubaidah menjelaskan bahwa:

“At-Tawwāb artinya:

يَتُوبُ عَلَى العِبَادِ، والتَّوَّابُ مِنَ النَّاسِ الذِي يَتُوبُ مِنَ الذَّنْبِ

Allah menerima taubat hamba-hamba-Nya. Sedangkan kalau disebut ‘tawwāb’ dari kalangan manusia, artinya orang yang terus-menerus bertaubat dari dosa.”

Ibnu Jarīr rahimahullāh berkata:

إِنَّ الله جَلَّ ثَنَاؤُهُ هُوَ (التَّوَّابُ) عَلَى مَنْ تَابَ إِلَيْهِ مِنْ عِبَادِهِ المُذْنِبِينَ مِنْ ذُنُوبِهِ، التَّارِكُ مُجَازَاتِهِ بِإِنَابَتِهِ إِلَى طَاعَتِهِ بَعْدَ مَعْصِيَتِهِ بِمَا سَلَفَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Sesungguhnya Allah-lah At-Tawwāb atas siapa pun dari hamba-hamba-Nya yang berdosa lalu kembali kepada-Nya. Dia tidak menghukum mereka karena dosa masa lalunya, karena mereka telah kembali kepada ketaatan.”

Dari sini kita memahami bahwa:

  • Taubat dari hamba berarti kembali kepada ketaatan dan meninggalkan perbuatan yang dibenci Allah.
  • Sedangkan taubat dari Allah berarti memberi taufik, mengganti murka dengan ridha, dan mengganti hukuman dengan ampunan.

Az-Zajjāj berkata tentang firman Allah:

 غَافِرِ ٱلذَّنۢبِ وَقَابِلِ ٱلتَّوْبِ 

(Dialah) Yang mengampuni dosa dan menerima taubat.” (QS. Ghāfir: 3)

Ia menjelaskan:

يَقْبَلُ رُجُوع عَبْدِهِ إِلَيْهِ، وَمِنْ هَذَا قِيلَ: التَّوْبَةُ كَأَنَّهُ رُجُوعٌ إِلَى الطَّاعَةِ، وَتركُ المَعْصِيَةِ

“Artinya: Allah menerima kembalinya seorang hamba kepada-Nya. Karena itu, taubat disebut juga sebagai ‘kembali kepada ketaatan dan meninggalkan maksiat’.”

Az-Zajjājī menambahkan bahwa:

فَجَاءَ تَوَّابٌ عَلَى أَبْنِيَةِ المُبَالَغَةِ لِقَبُولِهِ تَوْبَةَ عِبَادِهِ، وَتكْرِيرِ الفِعْلِ مِنْهُم دُفْعَةً بَعْدَ دُفْعَةٍ، وَوَاحِدًا بَعْدَ وَاحِدٍ عَلَى طُولِ الزَّمَانِ، وَقَبُولِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِمَّنْ يَشَاءُ أَنْ يَقْبَلَ مِنْهُ، فَلِذَلِكَ جَاءَ عَلَى أَبْنِيَةِ المُبَالَغَةِ.

“Nama ‘At-Tawwāb’ dibentuk dengan pola mubālaghah (penegasan) karena menunjukkan bahwa Allah terus-menerus menerima taubat hamba-hamba-Nya, satu demi satu, berulang kali, sepanjang masa. Dan Dia memilih siapa yang dikehendaki-Nya untuk diterima taubatnya.

Al-Khaṭṭābī rahimahullāh menjelaskan:

(التَّوَّابُ): هُوَ الذِي يَتُوبُ عَلَى عَبْدِهِ وَيَقْبَلُ تَوْبَتَهُ كُلَّمَا تَكَرَّرَتِ التَّوْبَةُ تَكَرَّرَ القَبُولُ، وَهُوَ حَرْفٌ يَكُونُ لاَزِمًا وَيَكُونُ مُتَعَدِّيًا، يُقَالُ: تَابَ اللهُ عَلَى العَبْدِ بِمَعْنَى وفَّقَهُ لِلتَّوْبَةِ فَتَابَ العَبْدُ، كَقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا ﴾ [التوبة: 118]

“At-Tawwāb adalah Dzat yang menerima taubat hamba-Nya, dan setiap kali hamba itu bertaubat, Allah pun menerima kembali. Kata ‘tāba’ bisa bermakna lazim (taubat itu dari hamba) dan bisa bermakna muta’addi (taubat dari Allah) seperti dalam ayat:

 ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا 

Lalu Allah menerima taubat mereka agar mereka benar-benar bertaubat.’ (QS. At-Taubah: 118)

وَمَعْنَى التَّوْبَةِ: عَوْدُ العَبْدِ إِلَى الطَّاعَةِ بَعْدَ المَعْصِيَةِ”

“Makna taubat adalah: kembalinya hamba kepada ketaatan setelah sebelumnya dalam kemaksiatan.”

Al-Ḥulaymi rahimahullāh menambahkan:

(التَّوَّابُ) وَهُوَ المُعِيدُ إِلَى عَبْدِهِ فَضْلَ رَحْمَتِهِ إِذَا هُوَ رَجَعَ إِلَى طَاعَتِهِ، وَنَدِمَ عَلَى مَعْصِيَتِهِ، وَلاَ يُحْبِطُ بِمَا قَدَّمَ مِنْ خَيْرٍ، وَلاَ يَمْنَعُهُ مَا وَعَدَ المُطِيعِينَ مِنَ الإِحْسَانِ

“At-Tawwāb adalah Dzat yang mengembalikan curahan rahmat-Nya kepada hamba-Nya yang kembali taat dan menyesali dosa-dosanya. Dia tidak menggugurkan kebaikan yang telah dilakukan sebelumnya, dan tidak menghalangi pahala yang dijanjikan bagi orang-orang yang taat.”

Al-Bayhaqī rahimahullāh berkata singkat:

هُوَ الذِي يَتُوبُ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عَبِيدِهِ

“Dialah yang menerima taubat siapa pun yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya.”

Di dalam Al-Maqaṣhid al-Asnā, disebutkan,

(التَّوَّابُ) هُوَ الذِي يَرْجِعُ إِلَى تَيْسِيرِ أَسْبَابِ التَّوْبَةِ لِعِبَادِهِ مَرَّةً بَعْدَ أُخْرَى، بِمَا يُظهِر لَهُمْ مِنْ آيَاتِهِ، وَيَسُوقُ إِلَيْهِم مِنْ تَنْبِيهَاتِهِ، وَيُطْلِعُهم عَلَيْهِ مِنْ تَخْوِيفَاتِهِ وَتَحْذِيرَاتِهِ، حَتَّى إِذَا اطَّلَعُوا بِتَعْرِيفِهِ عَلَى غَوَائِلِ الذُّنُوبِ، اسْتَشْعَرُوا الخَوْفَ بِتَخُوِيفِهِ فَرَجَعُوا إِلَى التَّوْبَةِ، فَرَجَعَ إِلَيْهِم فَضْلُ الله تَعَالَى بِالقَبُولِ

“At-Tawwāb adalah Dzat yang terus memudahkan sebab-sebab taubat untuk hamba-hamba-Nya, berulang kali. Dia menampakkan kepada mereka ayat-ayat-Nya, memberi peringatan, menunjukkan bahaya dosa-dosa, hingga ketika mereka sadar dan takut kepada-Nya, mereka pun kembali bertaubat. Maka Allah pun menyambut mereka dengan rahmat dan ampunan-Nya.”

 

Taubat: Cara Terbaik Meminta Maaf kepada Allah

Dalam Islam, taubat bukan sekadar meninggalkan dosa, tapi ia adalah bentuk permintaan maaf yang paling tulus dan mendalam. Ibnu Qayyim menjelaskan, permintaan maaf itu ada tiga bentuk:

  1. Seseorang berkata, “Saya tidak melakukannya.”
  2. Seseorang berkata, “Saya memang melakukannya, tapi karena alasan tertentu.”
  3. Seseorang berkata, “Saya memang melakukannya, saya keliru, saya sudah berhenti dan tidak akan mengulanginya.”

Yang ketiga inilah yang disebut taubat. Inilah bentuk permintaan maaf yang paling jujur dan sempurna.

Secara syar‘i, taubat mencakup empat hal:

  1. Meninggalkan dosa karena sadar itu perbuatan buruk,
  2. Menyesal karena telah melakukannya,
  3. Bertekad untuk tidak mengulangi,
  4. Berusaha memperbaiki dan mengganti kesalahan itu dengan amal yang bisa menebusnya.

Jika keempat hal ini terkumpul, maka sempurnalah taubat seseorang.

Mengenai firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَّصُوحًا

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim: 8)

قال القُرَظِيُّ: يَجْمَعُهَا أَرْبَعَةُ أَشْيَاءَ: الاسْتِغْفَارُ بِاللِّسَانِ، وَالإِقْلَاعُ بِالأَبْدَانِ، وَإِضْمَارُ تَرْكِ العَوْدِ بِالجَنَانِ، وَمُهَاجَرَةُ سَيِّءِ الإِخْوَانِ.

Al-Qurazhi berkata: Taubat nasuha mencakup empat hal:

  1. memohon ampun dengan lisan,
  2. meninggalkan dosa dengan anggota badan,
  3. berniat kuat dalam hati untuk tidak mengulangi, dan
  4. menjauhi teman-teman yang buruk.

(Tafsir Al-Baghawi, 4:430–431)

 

Kewajiban Taubat Sepanjang Hayat

Taubat adalah kewajiban setiap hamba, di setiap waktu dan keadaan. Tidak ada satu pun yang bisa lepas dari keperluan untuk bertaubat, bahkan orang terbaik di antara manusia adalah mereka yang paling sering bertaubat dan menjaga taubatnya dengan baik. Jika seseorang tidak mau bertaubat, berarti ia sedang menzhalimi dirinya sendiri.

Ibnu Qayyim rahimahullāh berkata,

وَمَنْزِلُ (التَّوْبَةِ) أَوَّلُ المَنَازِل، وَأَوْسَطُهَا، وَآخِرُهَا، فَلَا يُفَارِقُهُ العَبْدُ السَّالِكُ، وَلَا يَزَالُ فِيهِ إِلَى المَمَاتِ، وَإِنِ ارْتَحَلَ بِهِ، وَاسْتَصْحَبَهُ مَعَهُ وَنَزَلَ بِهِ، فَالتَّوْبَةُ هِي بِدَايَةُ العَبْدِ وَنِهَايَتُهُ، وَحَاجَتُهُ إِلَيْهَا فِي النَّهَايَةِ ضَرُورِيَّةٌ، كَمَا أَنَّ حَاجَتَهُ إِلَيْهَا فِي البِدَايَةِ كَذَلِكَ،

“Manzil (tingkatan) taubat adalah awal perjalanan seorang hamba menuju Allah, pertengahan, dan sekaligus akhirnya. Seorang hamba tidak akan pernah lepas dari taubat, bahkan akan terus bersamanya hingga ajal menjemput. Taubat adalah permulaan dan juga tujuan akhir.”

Allah berfirman,

 وَتُوبُوا إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

“Bertaubatlah kalian semuanya kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS. An-Nūr: 31)

Ini adalah ayat Madaniyyah (turun di Madinah), ditujukan kepada orang-orang beriman, yang telah bersabar, berhijrah, dan berjihad. Allah tetap memerintahkan mereka untuk bertaubat. Dalam ayat ini, Allah mengaitkan keberuntungan (al-falāḥ) dengan taubat, seolah menyiratkan: “Kalau kalian bertaubat, barulah kalian bisa berharap sukses dan selamat.” Maka, tak ada harapan kemenangan dan kebahagiaan selain bagi mereka yang bertaubat.

 

Tak Ada Pilihan Ketiga: Bertaubat atau Menjadi Zhalim

Allah juga berfirman:

 وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ 

Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Ḥujurāt: 11)

Ayat ini membagi manusia hanya ke dalam dua golongan:

  • Yang bertaubat, atau
  • Yang zhalim.

Tidak ada golongan ketiga. Siapa yang tidak mau bertaubat, maka dialah orang yang paling zhalim. Mengapa? Karena ia tidak mengenal Tuhannya, tidak tahu betapa agung hak Allah atas dirinya, dan tidak sadar betapa banyak cacat dalam dirinya sendiri dan amalnya.

 

Nabi pun Bertaubat Lebih dari 70 Kali Sehari

Diriwayatkan dalam hadits sahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ، تُوبُوا إِلَى اللَّهِ، فَوَاللهِ إِنِّي لَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

Wahai manusia, bertaubatlah kalian kepada Allah. Demi Allah, aku sendiri bertaubat kepada-Nya lebih dari 70 kali dalam sehari.” (HR. Bukhari)

Bahkan, para sahabat meriwayatkan bahwa dalam satu majelis, mereka menghitung Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan,

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الْغَفُورُ

“Ya Rabb, ampunilah aku dan terimalah taubatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Pengampun.” … hingga seratus kali.

Sejak turun firman Allah:

 إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ 

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan …” (QS. An-Naṣr: 1)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membaca dalam setiap shalatnya,

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

“Mahasuci Engkau, ya Allah Tuhan kami, dan segala puji hanya bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda,

لَنْ يُنْجِيَ أَحَدًا مِنْكُم عَمَلُهُ

“Tidak ada satu pun di antara kalian yang bisa selamat karena amalnya.”

Para sahabat bertanya:

“Bahkan engkau juga, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab:

وَلَا أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ

“Bahkan aku pun tidak, kecuali bila Allah melimpahiku dengan rahmat dan karunia dari-Nya.”

 

Renungkanlah nama Allah At-Tawwāb, lalu kembalilah kepada-Nya dengan taubat yang tulus sebelum terlambat.

 

Referensi: Tulisan di alukah.net

 

 

Ditulis pada Jumat pagi, 12 Syawal 1446 H, 11 April 2025 di Darush Sholihin

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 0   +   5   =  

Back to top button