Shalat

Nabi Rutinkan Shalat Sunnah Badiyah Ashar Dua Rakaat

Memang benar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa rutinkan shalat sunnah ba’diyah Ashar. Apakah jadi anjuran bagi kita umatnya?

Baca keterangan dalam bahasan berikut ini.

 

Kita sudah tahu ba’d ‘Ashar adalah waktu terlarang shalat sebagaimana keterangan dalam tulisan berikut ini.

Lima Waktu Terlarang Shalat

 

Namun …

Ada riwayat yang menyebutkan, Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan,

مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ عِنْدِى قَطُّ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah meninggalkan dua raka’at sesudah ‘Ashar di sisiku sama sekali.” (HR. Bukhari, no. 591 dan Muslim, no. 835)

Juga kata ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma,

صَلاَتَانِ مَا تَرَكَهُمَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى بَيْتِى قَطُّ سِرًّا وَلاَ عَلاَنِيَةً رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ

“Ada dua shalat yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahku sama sekali baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan yaitu dua rakaat qabliyah fajar dan dua rakaat ba’diyah ‘Ashar.” (HR. Bukhari, no. 592 dan Muslim, no. 835)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga berkata,

مَا كَانَ النّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْنِيْ فِيْ يَوْم بَعْدَ اْلعَصْرِ إِلا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

“Tidaklah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku di suatu hari setelah ‘Ashar melainkan beliau mengerjakan shalat dua raka’at.” (HR. Bukhari, no. 593)

Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

لاَ تُصَلُّوا بَعْدَ الْعَصْرِ إِلاَّ أَنْ تُصَلُّوا وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ

Janganlah melakukan shalat setelah ‘Ashar kecuali engkau shalat dan matahari masih tinggi.” (HR. Ahmad, 1: 129. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menyebutkan, riwayat-riwayat inilah yang dijadikan dalil ulama yang membolehkan shalat sunnah ba’diyah ‘Ashar secara mutlak, yang penting shalatnya bukan saat matahari tenggelam. Ada pendapat ulama madzhab dalam hal ini. Para ulama yang mengatakan terlarangnya shalat ba’da ‘Ashar menanggapi hadits ini dengan menyatakan bahwa itu adalah shalat rawatib yang luput dikerjakan dan tidak masalah dikerjakan ba’da ‘Ashar. Juga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkannya menunjukkan bahwa hal itu jadi kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalilnya kata Ibnu Hajar adalah hadits dari bekas budak ‘Aisyah (bernama Dzakwan, pen.), hadits ini diriwayatakan oleh Abu Daud. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menyatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يُصَلِّى بَعْدَ الْعَصْرِ وَيَنْهَى عَنْهَا وَيُوَاصِلُ وَيَنْهَى عَنِ الْوِصَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat ba’da ‘Ashar namun melarang darinya. Beliau biasa melakukan puasa wishal, namun melarang dari wishal.”[1] Juga ada riwayat dari Abu Salamah, dari ‘Aisyah tentang kisah semacam itu dan di akhir hadits disebutkan,

إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَثْبَتَهَا

“Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan suatu shalat, beliau selalu menjaganya rutin.” (HR. Muslim, no. 835)

Hadits lengkapnya, Abu Salamah pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengenai dua raka’at yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan ba’da ‘Ashar, lalu ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ يُصَلِّيهِمَا قَبْلَ الْعَصْرِ ثُمَّ إِنَّهُ شُغِلَ عَنْهُمَا أَوْ نَسِيَهُمَا فَصَلاَّهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ ثُمَّ أَثْبَتَهُمَا وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَثْبَتَهَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat sebelum ‘Ashar. Kemudian beliau sibuk sehingga luput darinya atau lupa, maka beliau melakukannya ba’da ‘Ashar dan beliau rutinkan. Karena jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan suatu shalat, beliau selalu menjaganya rutin.” (HR. Muslim, no.835)

Adapun alasan shalat dua raka’at bada ‘Ashar adalah untuk mengganti shalat rawatib yaitu  perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia menyatakan,

إِنَّمَا صَلَّى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ لأَنَّهُ أَتَاهُ مَالٌ فَشَغَلَهُ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ فَصَلاَّهُمَا بَعْدَ الْعَصْرِ ثُمَّ لَمْ يَعُدْ لَهُمَا

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah shalat dua raka’at ba’diyah ‘Ashar hanyalah karena beliau ketika itu tersibukkan dengan urusan sehingga luput dari dua raka’at ba’diyah Zhuhur lalu diganti setelah ‘Ashar, kemudian beliau tidaklah mengulanginya lagi.” (HR. Tirmidzi, no. 184. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)

Juga didukung hadits lainnya,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي بَيْتِهَا بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ مَرَّةً وَاحِدَةً وَأَنَّهَا ذَكَرَتْ ذَلِكَ لَهُ فَقَالَ هُمَا رَكْعَتَانِ كُنْتُ أُصَلِّيهِمَا بَعْدَ الظُّهْرِ فَشُغِلْتُ عَنْهُمَا حَتَّى صَلَّيْتُ الْعَصْرَ

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di rumahnya ba’da ‘Ashar sebanyak dua raka’at dan itu dilakukan sekali saja. Alasannya kenapa shalat tersebut dikerjakan, diberikan jawaban oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,Sebenarnya itu adalah dua raka’at yang dilakukan ba’da Zhuhur. Namun dikarenakan kesibukan sehingga kuluput darinya hingga masuk waktu shalat ‘Ashar.” (HR. An-Nasa’i, no. 580. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Juga hadits lainnya,

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ صَلَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ « شَغَلَنِى نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنِ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ »

Dari Ummu Salamah, ia menyatakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ba’diyah ‘Ashar dua raka’at, beliau bersabda, “Orang-orang dari ‘Abdul Qays telah melalaikan dari dua raka’at ba’diyah Zhuhur.” (HR. Bukhari secara mu’allaq -tanpa sanad-. Lihat Fath Al-Bari, 2: 63)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga menyatakan,

وَالَّذِى ذَهَبَ بِهِ مَا تَرَكَهُمَا حَتَّى لَقِىَ اللَّهَ ، وَمَا لَقِىَ اللَّهَ تَعَالَى حَتَّى ثَقُلَ عَنِ الصَّلاَةِ ، وَكَانَ يُصَلِّى كَثِيرًا مِنْ صَلاَتِهِ قَاعِدًا – تَعْنِى الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ – وَكَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّيهِمَا ، وَلاَ يُصَلِّيهِمَا فِى الْمَسْجِدِ مَخَافَةَ أَنْ يُثَقِّلَ عَلَى أُمَّتِهِ

“Demi Allah, beliau tidak pernah meninggalkan shalat dua raka’at sehingga beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan Allah. Dan beliau tidak bertemu dengan Allah Ta’ala hingga beliau merasa berat melakukan shalat. Dan beliau sering melakukan shalatnya dengan duduk, yaitu shalat (sunnah) dua raka’at setelah ‘Ashar dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat (sunnah) dua raka’at setelah ‘Ashar itu tidak di dalam masjid karena takut akan memberatkan umatnya dan beliau senang terhadap sesuatu yang membuat ringan bagi umatnya.” (HR. Bukhari, no. 590)

Lihat bahasan di atas dalam Fath Al-Bari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah, 2: 64-65, terbitan Dar Thiybah.

Sedangkan Imam Nawawi rahimahullah menganggap shalat sunnah ba’diyah ‘Ashar tersebut sebagai qadha’ rawatib Zhuhur. Karena kalau dikata itu kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ingat asalnnya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam boleh kita umatnya ikuti. Jadi boleh saja mengqadha’ shalat rawatib meskipun di waktu terlarang. Wallahu a’lam. Lihat Syarh Shahih Muslim, karya Imam Nawawi, 6: 109, terbitan Dar Ibnu Hazm.

Para ulama yang duduk di Al-Lajnah Ad-Daimah li Al-Buhuts Al-‘Ilmiyyah wa Al-Ifta’ (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia) pernah ditanya tentang hadits-hadits yang menunjukkan adanya shalat ba’diyah ‘Ashar, mereka lantas menjawab,

“Tidak boleh shalat sunnah setelah ‘Ashar karena ketika itu waktu terlarang untuk shalat. Adapun yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari hadits-hadits yang disebutkan adalah untuk mengqadha shalat rawatib Zhuhur yang luput dikerjakan. Adapun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merutinkannya terus menerus dikarenakan jika beliau telah melakukan suatu amalan, maka beliau akan merutinkannya, ini adalah kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi masih boleh melakukan shalat yang punya sebab setelah ‘Ashar, seperti shalat tahiyatul masjid, shalat kusuf (gerhana), shalat dua raka’at thawaf setelah ‘Ashar maupun setelah Shubuh, juga shalat jenazah karena ada hadits tentang hal ini.” (Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, pertanyaan pertama dari fatwa no. 19518, 6: 174. Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Alu Syaikh selaku wakil ketua dan Syaikh Bakr Abu Zaid selaku anggota)

Berarti shalat sunnah setelah ‘Ashar asalnya tidak ada karena masih waktu terlarang untuk shalat, kecuali tiga sebab:

  • Khusus untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  • Mengqadha’ shalat sunnah rawatib Zhuhur.
  • Mengerjakan shalat sunnah yang punya sebab seperti shalat tahiyatul masjid dan shalat sunnah wudhu.

Semoga sajian ilmu kali ini bermanfaat.

@ DS Panggang, Gunungkidul, Kamis Pagi, 21 Sya’ban 1438 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Follow Us : Facebook Muhammad Abduh Tuasikal (bisa ikuti kajian LIVE via Facebook)

Fans Page Facebook Rumasyho.Com | Twitter @RumayshoCom | Instagram @RumayshoCom | Channel Telegram @RumayshoCom | Channel Telegram @TanyaRumayshoCom | Channel Youtube Rumaysho TV

Biar membuka Rumaysho.Com mudah, downloadlah aplikasi Rumaysho.Com lewat Play Store di sini.

Footnote:

[1] Penilaian hadits ‘Aisyah di atas: Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 1280. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah wa Al-Mawdhu’ah, no. 945 menyatakan bahwa hadits ini munkar, sanadnya dha’if, perawinya tsiqah seluruhnya. Namun kata Syaikh Al-Albani ada seorang perawi mudallis yang melakukan ‘an’anah, tidak dengan kata tegas mendengar langsung.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah yang pro pada pendapat tidak terlarangnya shalat sunnah ba’diyah ‘Ashar dua raka’at berdalil dengan hadits,

عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ شُرَيْحٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ عَنِ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ فَقَالَتْ صَلِّ إِنَّمَا نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَوْمَكَ أَهْلَ الْيَمَنِ عَنِ الصَّلاَةِ إِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ

Dari Al-Miqdam bin Syuraih, dari bapaknya, ia berkata bahwa ia pernah bertanya pada ‘Aisyah mengenai shalat ba’da ‘Ashar, ‘Aisyah menjawab, “Silakan shalat. Yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam larang bagi kaummu penduduk Yaman adalah shalat ketika matahari terbit.” (HR. Ahmad, 6: 145. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Dalam tahqiq Syaikh Syu’aib Al-Arnauth pada Musnad Al-Imam Ahmad disebutkan bahwa ‘Aisyah menyatakan yang dilarang adalah shalat ketika matahari terbit. Jadi maksud ‘Aisyah, shalat setelah ‘Ashar dan setelah Fajar tidak dilarang secara mutlak. Namun itu berdasarkan pemahaman ‘Aisyah saja. Padahal sudah ada larangan shalat sunnah setelah ‘Ashar. Lihat tahqiq Musnad Al-Imam Ahmad, 42: 60, terbitan Muassasah Ar-Risalah.

Artikel yang Terkait

4 Komentar

  1. Assalamu’alaikum.

    Pa ustadz mau tanya tentang nadzar, apakah nadzar sudah dianggap sah jika dengan isyarat misalnya dengan menggerakan tangan? padahal mengucapkan nadzarnya dalam hati tapi sambil menggerakan tangan.

    Wassalamu’alaikum.

    1. Assalamu’alaikum.

      Berarti nadzar dengan isyarat misalnya dengan menggerakan kepala yg dia maksudkan untuk bernadzar itu dianggap tidak sah ya pa ustadz? karena harus diucapkan dengan lisan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button