Hukum Memberikan Suara dalam Pemilu
Bagaimana hukum memberikan suara atau coblos dalam Pemilu?
Berikut adalah fatwa dari ulama besar, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani. Fatwa beliau ini adalah lanjutan dari jawaban beliau terhadap pertanyaan dari partai FIS Al Jazair.
Pertanyaan kedua: Bagaimana menurut hukum syar’i mengenai bantuan dan dukungan yang diberikan untuk kegiatan pemilu?
Jawab: Sekarang ini kami tidak menganjurkan siapapun saudara kita sesama muslim untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen di negara yang tidak menjalankan hukum Allah. Sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam sebagai agama negara. Karena dalam prakteknya hanya untuk membius anggota parlemen yang lurus hatinya. Dalam negara semacam itu, para anggota parlemen sedikitpun tidak pernah mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam. Fakta itu telah terbukti di beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.
Jika berbenturan dengan tuntutan zaman maka beberapa hukum yang bertentangan dengan Islam sengaja disahkan oleh parlemen dengan dalih belum tiba waktu untuk melakukan perubahan!! Itulah realita yang kami lihat di sejumlah negara. Para anggota parlemen mulai menanggalkan ciri dan identitas keislamannya. Mereka lebih senang berpenampilan ala barat supaya tidak canggung dengan anggota-anggota parlemen lainnya. Orang ini masuk parlemen dengan tujuan memperbaiki orang lain, tapi malahan ia sendiri yang rusak. Hujan itu pada awalnya rintik-rintik kemudian berubah menjadi hujan lebat!
Oleh karena itu, kami tidak menyarankan siapapun untuk mencalonkan dirinya menjadi anggota parlemen.
Namun menurutku, bila rakyat muslim melihat adanya calon-calon anggota parlemen yang jelas-jelas memusuhi Islam, sedang di situ terdapat calon-calon beragama Islam dari berbagai partai Islam, maka dalam kondisi semacam ini, aku sarankan kepada setiap muslim agar memilih calon-calon dari partai Islam saja dan calon-calon yang lebih mendekati manhaj ilmu yang benar, seperti yang diuraikan di atas.
Demikianlah menurut pendapatku, sekalipun saya meyakini bahwa pencalonan diri dan keikutsertaan dalam proses pemilu tidaklah bisa mewujudkan tujuan yang diinginkan, seperti yang diuraikan di atas. Langkah tersebut hanyalah untuk memperkecil kerusakan atau untuk menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan. Kaedah inilah yang biasa diterapkan oleh para pakar fiqh.
Pertanyaan ketiga: Bagaimana hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu?
Jawab: Boleh saja, tapi harus memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab secara syar’i, tidak bercampur baur dengan kaum lelaki, itu yang pertama.
Kedua, memilih calon yang paling mendekati manhaj ilmu yang benar, menurut prinsip menghindarkan kerusakan yang lebih besar dengan memilih kerusakan yang lebih ringan, seperti yang telah diuraikan di atas.
[Disalin dari Madarikun Nazhar Fis Siyasah, Syaikh Abdul Malik Ramadlan Al-Jazziri, edisi Indonesia “Bolehkah Berpolitik?”, hal 45-46]—
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com
Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom
—
Akan segera hadir buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal terbaru: “Kenapa Masih Enggan Shalat?” seharga Rp.16.000,-. Silakan lakukan pre order dengan format: Buku enggan shalat# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah buku, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222.
Afwan apakah sudah begitunya ya wajib ikut mencoblos pemilu? Kok beberapa website salaf seolah2 menyarankan/membolehkan ikut mencoblos ya…apa gara2 ada Syi`ah yang jadi caleg,afwan biarpun Syi`ah duduk di Parlemen dan pemerintahan,rasanya mereka berkuasa agak susah,mengingat kalangan Nahdiyin masih kuat di akar rumput,sepanjang saya ketahui lum ada kalangan Syi`ah memiliki kekuatan Paranormal deh
Tidak ada yg katakan wajib untuk nyoblos, namun nyoblos itu tergantung pd pertimbangan adanya maslahat atau tidak.
Syaikh Al Albani memberikan kaedah dalam fatwa tersebut dan silakan diterapkan untuk di negeri ini.
2014-03-17 21:49 GMT+07:00 Disqus :
Afwan untuk fatwa di atas apa bisa diberlakukan pada kondisi seperti di Indonesia Ustadz?.., dan apa ada di Indonesia calon yang memiliki manhaj yang mendekati yang benar?kalau misalnya seseorang tidak mengetahui mana yang manhajnya mendekati yg benar..,berarti bisa di katakan lebih baik tidak memilih. Mohon tanggapannya..,karena ada seorang teman di tempat kami yang memanfaatkan ini untuk menggiring memilih partainya, partai yang dl mengatakan partai dakwah dan sekarang terbuka alias bukan partai islam lagi.
oh jd bgtu sy pikir tidak boleh mencoblos sama skali. jd untuk presiden boleh memilih yg terbaik untuk kemaslahatan umat islam, bgt ya ustadz ?
Iya.