Hukum Cipika-Cipiki dalam Islam: Antara Sunnah dan Larangan
Cipika-cipiki: Sekadar Sopan Santun atau Menyalahi Sunnah?
Sebagian orang mungkin terbiasa menunjukkan kehangatan dengan mencium wajah temannya saat berjumpa. Namun tahukah Anda, bahwa Islam punya adab tersendiri dalam hal ini? Tidak semua bentuk ekspresi keakraban itu dibolehkan secara mutlak. Ada yang disunnahkan, ada pula yang dimakruhkan—bahkan bisa jadi haram, tergantung konteks dan niat di baliknya.
Mencium Wajah: Dimakruhkan dalam Kondisi Umum
Para ulama menegaskan bahwa mencium wajah sesama laki-laki, dalam kondisi biasa tanpa sebab tertentu, hukumnya makruh. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitab Al-Adzkar,
وَأَمَّا الْمُعَانَقَةُ وَتَقْبِيلُ الْوَجْهِ لِغَيْرِ الطِّفْلِ وَلِغَيْرِ الْقَادِمِ مِنْ سَفَرٍ وَنَحْوِهِ فَمَكْرُوهَانِ، نَصَّ عَلَى كَرَاهِيَتِهِمَا أَبُو مُحَمَّدٍ الْبَغَوِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ أَصْحَابِنَا.
“Adapun berpelukan dan mencium wajah selain kepada anak kecil atau orang yang datang dari safar, maka hukumnya makruh. Ini telah ditegaskan oleh Abu Muhammad Al-Baghawi dan para ulama mazhab kami lainnya.”
Hadits yang menjadi dasar adalah kisah berikut ini,
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللّٰهِ، الرَّجُلُ مِنَّا يَلْقَى أَخَاهُ، أَيَنْحَنِي لَهُ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: أَفَيَلْتَزِمُهُ وَيُقَبِّلُهُ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: فَيَأْخُذُ بِيَدِهِ وَيُصَافِحُهُ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ التِّرْمِذِيُّ: حَدِيثٌ حَسَنٌ.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu berkata: Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Wahai Rasulullah, apakah seseorang boleh menunduk saat bertemu saudaranya?”
Beliau menjawab, “Tidak.”
Ia bertanya lagi, “Apakah boleh memeluk dan menciumnya?”
Beliau menjawab, “Tidak.”
Kemudian ia bertanya, “Bolehkah menjabat tangannya?”
Beliau menjawab, “Ya.” (HR. Tirmidzi, dinilai hasan)
Hadits ini menunjukkan bahwa bentuk penghormatan yang berlebihan, seperti membungkuk atau mencium wajah, tidak disukai dalam Islam jika tidak ada alasan syar’i yang jelas.
Diperbolehkan Saat Menyambut yang Pulang dari Perjalanan
Namun berbeda halnya ketika seseorang datang dari safar (perjalanan jauh). Dalam kondisi seperti ini, mencium wajah atau memeluknya boleh dilakukan sebagai bentuk kasih sayang dan sambutan hangat.
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,
قَدِمَ زَيْدُ بْنُ حَارِثَةَ الْمَدِينَةَ، وَرَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَيْتِي، فَأَتَاهُ فَقَرَعَ الْبَابَ، فَقَامَ إِلَيْهِ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُرْيَانًا يَجُرُّ ثَوْبَهُ، وَاللّٰهِ مَا رَأَيْتُهُ عُرْيَانًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ، فَاعْتَنَقَهُ وَقَبَّلَهُ.
“Zaid bin Haritsah datang ke Madinah dan saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di rumahku. Ia mengetuk pintu, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dalam keadaan tergesa, hingga kainnya terseret. Demi Allah, aku tidak pernah melihat beliau dalam keadaan seperti itu, baik sebelum maupun sesudahnya. Beliau lalu memeluk dan menciumnya.” (HR. Tirmidzi)
Kisah ini menjadi dalil bahwa mencium wajah teman dekat yang baru datang dari perjalanan adalah hal yang dibolehkan dalam Islam, selama dilakukan tanpa syahwat.
Baca: Sunnah Berjabat Tangan
Jika Ada Unsur Syahwat, Maka Hukumnya Haram
Penting untuk digarisbawahi, bahwa apapun bentuk sentuhan fisik—entah itu cium pipi, pelukan, atau lainnya—jika disertai syahwat, maka hukumnya haram secara mutlak. Islam sangat menjaga batasan antara sesama laki-laki maupun perempuan agar tidak terjerumus dalam godaan nafsu.
Baca juga: Hukum Berjabat Tangan dengan Lawan Jenis
Sunnahnya: Bersalaman, Itu Sudah Cukup
Yang paling utama dan dianjurkan ketika bertemu saudara seiman adalah bersalaman. Ini didukung oleh berbagai hadits shahih, di antaranya:
Dalam Shahih Bukhari, dari Qatadah, ia berkata kepada Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,
أَكَانَتِ الْمُصَافَحَةُ فِي أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
“Apakah para sahabat Nabi biasa bersalaman?”
Anas menjawab, “Ya.”
Baca juga: Berapa Jumlah Sahabat Nabi?
Dan dalam kisah taubat Ka’ab bin Malik yang terkenal, beliau berkata,
فَقَامَ طَلْحَةُ بْنُ عُبَيْدِ اللّٰهِ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ يُهَرْوِلُ حَتَّى صَافَحَنِي وَهَنَّأَنِي.
“Lalu Thalhah bin Ubaidillah bangkit berlari menyambutku, lalu menjabat tanganku dan mengucapkan selamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Baca juga: Diterimanya Taubat Ka’ab bin Malik
Penutup: Ikuti Sunnah, Hindari yang Makruh
Bersalaman sudah cukup sebagai tanda kasih sayang dan persaudaraan. Tak perlu berlebihan dengan mencium wajah atau pelukan yang tidak pada tempatnya. Islam itu agama yang penuh adab dan keseimbangan—membolehkan kehangatan, tetapi membatasi demi menjaga kehormatan. Maka, mari cukupkan diri dengan sunnah yang ringan, tetapi berpahala besar: salaman yang menggugurkan dosa.
Semoga Allah beri taufik untuk mengikuti sunnah Nabi-Nya dengan baik.
Baca juga: Hukum Berjabat Tangan Setelah Salam
–
Ditulis pada Jumat pagi, 12 Syawal 1446 H, 11 April 2025 di Darush Sholihin
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com