Penutup Surah Al-Kahfi: Peringatan Keras dan Janji Mulia dari Allah
Surah Al-Kahfi dikenal memiliki banyak pelajaran mendalam, termasuk pada sepuluh ayat penutupnya yang sarat peringatan dan janji. Allah menegur orang-orang yang menyekutukan-Nya dan mengingatkan keterbatasan makhluk sebagai pelindung selain Dia. Di sisi lain, ayat-ayat ini juga menyampaikan kabar gembira bagi hamba yang ikhlas dan berharap perjumpaan dengan-Nya. Melalui tafsir ayat 102–110 ini, kita diajak untuk menata iman, amal, dan tujuan hidup. Inilah pesan abadi dari penutup Surah Al-Kahfi yang perlu direnungkan setiap jiwa.
QS. Al-Kahfi ayat 102
أَفَحَسِبَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَن يَتَّخِذُوا۟ عِبَادِى مِن دُونِىٓ أَوْلِيَآءَ ۚ إِنَّآ أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَٰفِرِينَ نُزُلًا
“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102)
Penjelasan Ayat
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan:
Allah menegur orang-orang kafir dengan gaya bertanya yang menyiratkan kecaman dan penolakan keras terhadap anggapan mereka yang secara akal sehat jelas batil. Firman-Nya:
﴿أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ﴾
“Maka apakah orang-orang kafir mengira bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku?” (QS. Al-Kahfi: 102)
Maknanya: tidak mungkin hal itu terjadi. Tidak mungkin seorang wali Allah berpihak kepada musuh-musuh Allah. Sebab, para wali Allah selalu sejalan dengan apa yang Allah cintai dan ridhai, dan mereka pun membenci apa yang Allah murkai. Dalam hal ini, ayat tersebut memiliki makna yang serupa dengan firman Allah:
﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلَائِكَةِ أَهَٰؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنتَ وَلِيُّنَا مِن دُونِهِمْۖ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ ٱلْجِنَّۖ أَكْثَرُهُم بِهِم مُّؤْمِنُونَ﴾
“Dan (ingatlah) pada hari (ketika) Dia mengumpulkan mereka semuanya, kemudian Dia berfirman kepada para malaikat, ‘Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?’ Mereka (para malaikat) menjawab, ‘Mahasuci Engkau! Engkaulah Pelindung kami, bukan mereka. Bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu.'” (QS. Saba’: 40–41)
Dengan demikian, siapa pun yang mengaku menjadikan wali Allah sebagai sekutunya, padahal dirinya memusuhi Allah, maka ia pendusta.
Namun bisa juga dimaknai—dan ini yang lebih tampak—bahwa maksud ayat di atas adalah: Apakah orang-orang kafir yang memusuhi Allah dan para rasul-Nya mengira bahwa mereka bisa menjadikan selain Allah sebagai pelindung, penolong, dan penyelamat? Apakah mereka berpikir bahwa ada makhluk yang mampu memberi manfaat, menolak bahaya, atau menyelamatkan mereka dari azab?
Itu adalah prasangka yang batil dan harapan yang sia-sia. Seluruh makhluk—tanpa terkecuali—tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk memberi manfaat atau menolak mudarat. Ini sebagaimana ditegaskan dalam ayat lain:
﴿قُلِ ٱدْعُوا۟ ٱلَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِۦ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ ٱلضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا﴾
“Katakanlah (Muhammad), ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai sembahan) selain Allah!’ Mereka tidak memiliki kekuasaan untuk menghilangkan kesusahan darimu dan tidak (pula) memindahkannya.” (QS. Al-Isra’: 56)
﴿وَلَا يَمْلِكُ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِهِ ٱلشَّفَٰعَةَ﴾
“Dan mereka yang menyeru (sembahan-sembahan) selain Allah itu tidak mempunyai kuasa memberi syafaat.” (QS. Az-Zukhruf: 86)
Ayat-ayat seperti ini menunjukkan bahwa siapa pun yang mengambil wali selain Allah sebagai penolong dan pelindung, maka ia berada dalam kesesatan. Harapannya hampa, dan usahanya sia-sia—ia tidak akan memperoleh apa pun dari yang ia cari.
Sebagai penutup peringatan, Allah berfirman:
﴿إِنَّآ أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَٰفِرِينَ نُزُلًا﴾
“Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Kahfi: 102)
Dalam bahasa Arab, kata nuzul berarti jamuan atau sajian bagi tamu. Maka, neraka Jahanam disebut sebagai “jamuan” bagi mereka yang kufur kepada Allah. Alangkah buruknya jamuan itu! Sungguh celaka orang yang menyambut “pembukaan” seperti itu di akhirat—tidak berupa kenikmatan, tapi azab yang pedih.
QS. Al-Kahfi ayat 103
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا
“Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?” (QS. Al-Kahfi: 103)
Penjelasan Ayat
Syaikh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan:
Artinya: Katakanlah, wahai Muhammad, kepada manusia—dengan nada peringatan dan peringatan keras—“Maukah kalian aku beritahu siapa orang yang paling merugi amal perbuatannya?”
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan maksud ayat ini dalam kitab tafsirnya:
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya: Muhammad bin Basyar berkata kepada kami, Muhammad bin Ja‘far meriwayatkan dari Syu‘bah, dari ‘Amr, dari Mush‘ab yang berkata:
Aku pernah bertanya kepada ayahku—yakni Sa‘d bin Abi Waqqash—tentang firman Allah:
﴿قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُم بِٱلْأَخْسَرِينَ أَعْمَٰلًا﴾
“Katakanlah (Muhammad), ‘Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?'” (QS. Al-Kahfi: 103)
Apakah mereka itu kaum Haruriyyah (yakni golongan Khawarij)?
Sa‘d menjawab: “Bukan. Mereka itu adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang Yahudi telah mendustakan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sementara orang Nasrani mengingkari surga, dan berkata bahwa di dalamnya tidak ada makanan dan minuman.”
Adapun kaum Haruriyyah—yakni Khawarij—mereka adalah kelompok yang mengingkari perjanjian Allah setelah adanya ikatan dan janji. Karena itulah, Sa‘d radhiyallahu ‘anhu biasa menyebut mereka sebagai “orang-orang fasik.”
Sementara Ali bin Abi Thalib, Adh-Dhahhak, dan sejumlah ulama lainnya menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “orang-orang yang paling merugi amalnya” adalah kaum Haruriyyah.
Namun, maksud dari perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu bukanlah membatasi ayat hanya untuk Khawarij saja, begitu juga tidak membatasinya hanya untuk Yahudi dan Nasrani. Ayat ini memiliki cakupan makna yang lebih luas. Ia tidak turun secara khusus hanya kepada satu kelompok tertentu. Ayat ini diturunkan di Makkah, jauh sebelum dialog langsung dengan Yahudi dan Nasrani terjadi, dan sebelum munculnya kelompok Khawarij itu sendiri.
Ibnu Katsir rahimahullah melanjutkan perkataannya:
وَإِنَّمَا هِيَ عَامَّةٌ فِي كُلِّ مَنْ عَبَدَ اللَّهَ عَلَىٰ غَيْرِ طَرِيقَةٍ مَرْضِيَّةٍ يَحْسَبُ أَنَّهُ مُصِيبٌ فِيهَا، وَأَنَّ عَمَلَهُ مَقْبُولٌ، وَهُوَ مُخْطِئٌ، وَعَمَلُهُ مَرْدُودٌ.
Makna ayat ini bersifat umum, mencakup siapa pun yang menyembah Allah di atas dasar yang tidak diridhai-Nya. Mereka menyangka telah berbuat kebaikan dan amalnya diterima, padahal sejatinya mereka keliru, dan amal mereka tertolak.
Seperti firman Allah dalam surat Al-Ghāsyiyah:
﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَىٰ نَارًا حَامِيَةً﴾
“Pada hari itu banyak wajah yang tertunduk terhina. Bekerja keras lagi kepayahan. Mereka memasuki api yang sangat panas.” (QS. Al-Ghāsyiyah: 2–4)
Atau dalam firman-Nya:
﴿وَقَدِمْنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَـٰهُ هَبَآءًۭ مَّنثُورًۭا﴾
“Dan Kami perlihatkan segala amal yang telah mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan: 23)
Juga dalam surat An-Nur:
﴿وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَعْمَـٰلُهُمْ كَسَرَابٍۢ بِقِيعَةٍۢ يَحْسَبُهُ ٱلظَّمْـَٔانُ مَآءًۭ حَتَّىٰٓ إِذَا جَآءَهُۥ لَمْ يَجِدْهُ شَيْـًٔا﴾
“Dan orang-orang kafir, perbuatan mereka itu seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang yang kehausan, tetapi ketika didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.” (QS. An-Nur: 39)
Demikian penjelasan Ibnu Katsir.
Kesimpulan: Semua ayat ini mengandung pesan yang sama: betapa banyak orang yang menyangka amalnya besar dan diterima, padahal semua itu sirna, kosong, dan tidak bernilai di sisi Allah. Bisa karena niatnya rusak, caranya tidak sesuai petunjuk Rasul, atau akidahnya menyimpang.
Bersambung insya Allah …
______
Ditulis saat perjalanan Panggang – Masjid Pogung Dalangan, 14 Safar 1447 H, 7 Agustus 2025, Kamis Sore (Malam Jumat)
Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com