Tafsir Ayat Puasa (13): Akhirnya Dibolehkan Hubungan Intim di Malam Hari Ramadhan
Akhirnya dibolehkan hubungan intim (suami-istri) pada malam hari Ramadhan setelah sebelumnya dilarang sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Baqarah ayat 187 yang dibahas kali ini.
Malam hari dibolehkan hubungan intim, ini asal hukumnya dari surah Al-Baqarah ayat 187.
Ada yang Melanggar
Allah Ta’ala berfirman,
عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ
“Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Artinya, Allah tahu bahwa kalian telah melanggar dengan berjimak di malam hari Ramadhan, padahal kalian dilarang. Pahala kalian jadinya berkurang.
Allah lantas mengampuni kalian dengan memberikan kelapangan (bentuknya dihapuskannya hukum larangan hubungan intim di malam hari) sehingga kalian tidak terkena dosa. Maka penghapusan hukum (nasakh) larangan hubugan intim di malam hari adalah suatu rahmat. Seandainya hukum larangan tersebut tidak dihapus, tentu banyak manusia yang akan terjerumus dalam yang haram.
Allah memberi maaf pada kalian, maksudnya menghapuskan dosa-dosa kalian, dimaafkan dan tidak dikenakan hukuman.
Malam Hari Ramadhan Boleh Bercumbu (Mubasyarah)
Dalam ayat disebutkan,
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.”
Ayat ini berisi perintah, namun menunjukkan ibahah (hukum boleh). Karena perintah tersebut datang setelah pengharaman.
Faedah dari Ilmu Ushul
Yang jelas menurut para ulama ushul, hukum asal al-amr (perintah) menunjukkan wajib, selama tidak ada yang memalingkan keluar dari itu. Jika datang kalimat al-amr (perintah) setelah adanya larangan, para ulama berselisih pendapat.
Pendapat pertama: Kalimat perintah tersebut bermakna wajib, inilah madzhab Ibnu Hazm serta sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah.
Pendapat kedua: Kalimat perintah tersebut dimaknakan mubah (boleh), inilah pendapat kebanyakan ulama.
Pendapat ketiga: Kalimat perintah terseebut dimaknakan dengan makan sebelum dilarang. Jika sebelum dilarang dihukumi mubah (boleh), berarti dihukumi boleh. Jika sebelum dilarang dihukumi wajib, berarti dihukumi wajib.
Ibnu Katsir rahimahullah sendiri cenderung pada pendapat ketiga, beliau rahimahullah mengatakan ketika menjelaskan surah Al-Maidah ayat kedua “وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا ۚ” (dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu),
وَهَذَا أَمُرٌ بَعْدَ الْحَظْرِ ، وَالصَّحِيحُ الَّذِي يَثْبُتُ عَلَى السَّبْر : أَنَّهُ يَرُد الْحُكْمَ إِلَى مَا كَانَ عَلَيْهِ قَبْلَ النَّهْيِ ، فَإِنْ كَانَ وَاجِبًا رَدَّهُ وَاجِبًا ، وَإِنْ كَانَ مُسْتَحَبًّا فَمُسْتَحَبٌّ ، أَوْ مُبَاحًا فَمُبَاحٌ.
“Ini adalah perintah (berburu) setelah sebelumnya ada larangan. Yang benar, setelah penelitian lebih jauh, hukum perintah tadi kembali pada hukum sebelum dilarang. Jika hukum sebelum dilarang itu wajib, maka dihukumi wajib. Jika hukum sebelumnya adalah sunnah, maka dihukumi sunnah. Jika hukum sebelumnya mubah, maka dihukumi mubah.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 3:300)
Berarti dalam kasus yang kita pelajari, perintah hubungan intim pada malam hari Ramadhan dihukumi apa?
Karena ketika awal puasa dahulu dilarang hubungan intim, maka kembali ke hukum sebelum dilarang. Hukum asal hubungan intim adalah mubah, berarti hubungan intim di malam hari Ramadhan dihukumi mubah.
Semoga bermanfaat. Insya Allah masih berlanjut pada faedah lainnya.
Referensi:
- Fatwa Al-Islam Sual Wa Jawab. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. https://islamqa.info/ar/answers/223240
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim li Al-Imam Ibnu Katsir. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Tafsir Az-Zahrawain – Al-Baqarah wa Ali Imran. Cetakan pertama, Tahun 1437 H. Muhammad Shalih Al-Munajjid. Penerbit Obeikan.
Catatan Ramadhan #02 @ Darush Sholihin, Panggang Gunungkidul
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com