Jalan Kebenaran

Mengenal Bid’ah (3), Hukum Bid’ah Bertingkat-Tingkat

Setelah sebelumnya kita membahas mengenai bid’ah hasanah, selanjutnya kita akan melihat tingkatan bid’ah.

Ketahuilah bahwa hukum semua bid’ah adalah terlarang.  Namun, hukum tersebut bertingkat-tingkat.

Tingkatan Pertama : Bid’ah yang menyebabkan kekafiran sebagaimana bid’ah orang-orang Jahiliyah yang telah diperingatkan oleh Al Qur’an. Contohnya adalah pada ayat,

وَجَعَلُوا لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ الْحَرْثِ وَالْأَنْعَامِ نَصِيبًا فَقَالُوا هَذَا لِلَّهِ بِزَعْمِهِمْ وَهَذَا لِشُرَكَائِنَا

Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami”.” (QS. Al An’am [6]: 136)

Tingkatan Kedua : Bid’ah yang termasuk maksiat yang tidak menyebabkan kafir atau dipersilisihkan kekafirannya. Seperti bid’ah yang dilakukan oleh orang-orang Khowarij, Qodariyah (penolak takdir) dan Murji’ah (yang tidak memasukkan amal dalam definisi iman secara istilah).

Tingkatan Ketiga : Bid’ah yang termasuk maksiat seperti bid’ah hidup membujang (kerahiban) dan berpuasa diterik matahari.

Tingkatan Keempat : Bid’ah yang makruh seperti berkumpulnya manusia di masjid-masjid untuk berdo’a pada sore hari saat hari Arofah.

Jadi setiap bid’ah tidak berada dalam satu tingkatan. Ada bid’ah yang besar dan ada bid’ah yang kecil (ringan).

Namun bid’ah itu dikatakan bid’ah yang ringan jika memenuhi beberapa syarat sebagaimana disebutkan oleh Asy Syatibi, yaitu :

  1. Tidak dilakukan terus menerus.
  2. Orang yang berbuat bid’ah (mubtadi’) tidak mengajak pada bid’ahnya.
  3. Tidak dilakukan di tempat yang dilihat oleh orang banyak sehingga orang awam mengikutinya.
  4. Tidak menganggap remeh bid’ah yang dilakukan.

Apabila syarat di atas terpenuhi, maka bid’ah yang semula disangka ringan lama kelamaan akan menumpuk sedikit demi sedikit sehingga jadilah bid’ah yang besar. Sebagaimana maksiat juga demikian. (Pembahasan pada point ini disarikan dari Al Bida’ Al Hawliyah, Abdullah At Tuwaijiri)

Pembahasan selanjutnya adalah jawaban dari beberapa alasan dalam membela bid’ah. Semoga kita selalu mendapatkan petunjuk Allah.

 

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh https://rumaysho.com

Selesai disusun di rumah tercinta, Desa Pangukan, Sleman

Saat Allah memberi nikmat hujan di siang hari, Kamis, 9 Syawal 1429 (bertepatan dengan 9 Oktober 2008)

Artikel yang Terkait

20 Komentar

  1. askum
    tolon jangan haramkan tahlilan dan bid’ah sejenisnya,kena akan bikin bapakku dan para tokoh nu jadi bangkrut,krna itu kan sumber fulus.biarlah berjalan seperti sekarg ini kan gada yg dirugikan,daripada jadi koruptor.
    waskum

    1. #Udindin
      Semoga Alloh memberikan hidayah kepada bapak antum dan antum diberikan hidayah oleh Alloh.
      Hendaknya jika menuliskan salam tidak disingkat, karena takut akan memberikan makna yang berbeda.
      Wassalaamu ‘alaikum warohmatullhi wabarokaatuh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button