3 Karunia Besar: Pendengaran, Penglihatan, dan Hati dalam Pandangan Islam
Pernahkah kita memperhatikan bahwa dalam Al-Qur’an, Allah sering menyebut tiga hal ini secara berurutan: pendengaran, penglihatan, dan hati?
Misalnya dalam Surah An-Nahl ayat 78, Allah berfirman,
وَٱللَّهُ أَخْرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْـًٔا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberikanmu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)
Syaikh As-Sa’di rahimahullah mengatakan dalam kitab tafsirnya,
خَصَّ هٰذِهِ ٱلْأَعْضَاءَ ٱلثَّلَاثَةَ لِشَرَفِهَا وَفَضْلِهَا، وَلِأَنَّهَا مِفْتَاحٌ لِكُلِّ عِلْمٍ؛ فَلَا يَصِلُ لِلْعَبْدِ عِلْمٌ إِلَّا مِنْ أَحَدِ هٰذِهِ ٱلْأَبْوَابِ ٱلثَّلَاثَةِ.
“Allah menyebutkan secara khusus tiga anggota tubuh ini (pendengaran, penglihatan, dan hati) karena kemuliaan dan keutamaannya, serta karena ketiganya adalah kunci bagi setiap ilmu. Tidaklah ilmu bisa sampai kepada seorang hamba kecuali melalui salah satu dari tiga pintu ini.” (As-Sa’di, 2012, hlm. 467)
Ibn Qayyim al-Jawziyyah (1433 H) menyatakan bahwa “kebahagiaan manusia adalah dengan baiknya tiga hal (yaitu pendengaran, penglihatan, dan hati). Kesengsaraan manusia adalah karena rusaknya tiga hal tersebut” (vol. 1, p. 354).
Beliau juga mengatakan, “Keyakinan itu ada tiga tingkatan: (1) as-sam‘u (pendengaran), (2) al-‘ainu (penglihatan, mata), (3) hati” (Ibn Qayyim al-Jawziyyah, 1433 H, vol. 1, p. 352).
Adapun kenikmatan ahli surga, menurut beliau, diraih dengan dua hal utama: “(1) melihat Allah, dan (2) mendengarkan kalamullah” (Ibn Qayyim al-Jawziyyah, 1433 H, vol. 1, p. 352).
Tentu bukan tanpa alasan Allah menyebutkan urutan ini berulang kali. Ada hikmah besar di baliknya. Mari kita bahas satu per satu.
1. Urutan yang Sesuai dengan Fitrah Manusia
Pendengaran disebut lebih dulu karena memang itulah yang pertama kali berfungsi dalam tubuh manusia. Bahkan sejak bayi masih di dalam kandungan, ia sudah bisa mendengar suara ibunya. Setelah lahir, barulah ia mulai melihat, lalu seiring waktu, memahami dan merasakan sesuatu dengan hati dan akalnya.
Ilmu pengetahuan modern juga mendukung hal ini. Pendengaran aktif lebih awal, disusul penglihatan, dan terakhir, fungsi akal dan perasaan (hati) berkembang saat anak mulai berpikir.
2. Cara Manusia Menerima Ilmu
Urutan ini juga menunjukkan bagaimana manusia menyerap ilmu:
- Pendengaran: Kita pertama-tama mendengar nasihat, bacaan, atau pelajaran.
- Penglihatan: Kemudian kita melihat dan mengamati hal-hal di sekitar kita.
- Hati: Lalu hati mengolah dan memahami apa yang kita dengar dan lihat. Hati inilah yang membuat kita bisa membedakan benar dan salah, lalu mengambil keputusan.
3. Alat yang Akan Dihisab
Pendengaran, penglihatan, dan hati bukan sekadar anugerah, tetapi juga amanah. Semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, sebagaimana dalam ayat,
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ ٱلسَّمْعَ وَٱلْبَصَرَ وَٱلْفُؤَادَ كُلُّ أُو۟لَٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36)
Apa yang kita dengar, lihat, dan pikirkan akan ditanya satu per satu di akhirat kelak.
Di dalam Al-Quran Tadabbur wa ‘Amal (hlm. 285) disebutkan, “Pendengaran, penglihatan, dan hati adalah karunia besar dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sering kali kita tidak menyadari betapa berharganya nikmat ini, kecuali setelah kehilangannya. Maka selama masih diberi kesempatan, gunakanlah seluruhnya dalam ketaatan kepada-Nya.”
4. Hati adalah Pusat Keimanan
Meskipun disebut terakhir, hati bukan berarti kurang penting. Justru sebaliknya, hati adalah pusat iman. Jika hati rusak, semua akan rusak. Ada orang yang punya mata dan telinga, tapi tetap tidak mau menerima kebenaran. Itu karena hatinya tertutup. Allah menyebut mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat, dalam Surah Al-A’raf ayat 179.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَآ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ كَٱلْأَنْعَٰمِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْغَٰفِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179)
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَن كَانَ لَهُۥ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى ٱلسَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (QS. Qaaf: 37)
Allah menyebut ayat-ayat-Nya (tanda kebesaran-Nya) melalui apa yang dibaca, didengar, dan dilihat, semua itu hanya bermanfaat pada orang yang punya hati, karena siapa saja yang tidak memiliki hati yang memahami penjelasan dan peringatan dari Allah, maka apa pun tanda kebesaran yang melintas di hadapannya tidak akan membawa guna, meski seluruhnya.
Dalam hal ini, hati terbagi menjadi tiga jenis.
- hati yang selamat, sehat, dan bisa menerima.
- menghadirkan dan menyatukan hati, serta mencegahnya agar tidak berlarian dan berserakan.
- menggunakan pendengaran dan fokus untuk ingat.
Ketiga hal ini disebutkan dalam ayat di atas.
Ibnu ‘Athiyah berkata, “Hati yang dimaksud di sini mengungkapkan fungsi akal, sebab akal tempatnya di hati. Artinya, bagi orang yang hati sadar maka dia dapat memetik manfaat dengannya.”
Baca juga: Lebih dari 100 Keutamaan Orang Berilmu (Bagian 02)
Penutup
Penyebutan pendengaran, penglihatan, dan hati dalam Al-Qur’an bukanlah kebetulan. Di dalamnya ada pelajaran besar:
- Sesuai dengan perkembangan alami manusia.
- Menunjukkan urutan cara manusia memahami ilmu.
- Tiga hal ini adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan.
- Hati adalah pusat keimanan dan penentu baik-buruknya seseorang.
Maka, mari kita jaga telinga kita dari mendengar yang sia-sia, jaga mata kita dari melihat yang haram, dan rawat hati kita agar selalu bersih dengan dzikir dan ilmu. Semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur, sebagaimana tujuan Allah menciptakan ketiga anugerah ini.
Referensi:
-
- As-Sa’di, A. b. N. (2012). Tafsir As-Sa’di (Taysir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir al-Kalam al-Mannan). Damaskus: Muassasah Ar-Risalah.
- Ibn Qayyim al-Jawziyyah. (1433 H). Miftah dar as-sa‘adah wa mansyur wilayah ahli al-‘ilm wa al-idarah (Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali al-Halabi al-Atsari, Takhrij). Riyadh: Dar Ibnul Qayyim & Dar Ibn ‘Affan.
- Markaz al-Minhaj li al-Isyraf wa al-Tadrib wa al-Tarbawi. (1442 H). Al-Qur’an tadabbur wa ‘amal (hlm. 285).
–
24 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin
Artikel www.rumaysho.com