Umum

Apakah Hak Cipta Bertentangan dengan Islam? Ini Penjelasan Para Ulama

Tulisan ini mengupas pandangan mayoritas ulama kontemporer terkait keberadaan hak cipta dalam Islam. Dilandasi oleh keputusan Majma’ Fiqh Islam Internasional pada tahun 1988, para ulama menyatakan bahwa hak cipta adalah bagian dari perlindungan terhadap karya intelektual yang sejalan dengan maqashid syariah. Artikel ini memaparkan dalil penting yang mendasari pandangan tersebut.

Hak cipta (copyright) adalah hak eksklusif untuk mengatur penggunaan, penggandaan, serta penyebaran karya yang telah dituangkan dalam bentuk nyata. Hak cipta adalah bagian dari sistem kekayaan intelektual, bersama dengan paten, merek dagang, rahasia dagang, desain industri, hak petani, dan lain-lain. Semua ini memiliki nilai ekonomi dan hukum.

Hak cipta menjadi tulang punggung dalam ekonomi kreatif, baik di Indonesia maupun dunia. Dengan berkembangnya teknologi informasi, peran hak cipta semakin vital untuk melindungi karya dan mendorong kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Keputusan Majma’ Fiqh Islam Internasional tentang Hak Cipta

Mayoritas ulama fikih kontemporer yang berhimpun dalam Majma’ Fiqh Islamy Internasional* telah menyatakan dukungan terhadap hak cipta. Hal ini tertuang dalam keputusan Muktamar ke-5 di Kuwait pada tahun 1988 yang menegaskan bahwa hak paten, hak cipta, dan sejenisnya adalah hak yang diakui secara syar’i.

Landasan keputusan ini berpijak pada dalil-dalil yang kuat dari Al-Qur’an, hadits, kaidah fikih, serta pertimbangan kemaslahatan umat.

* Majma’ Fiqh al-Islami (المجمع الفقهي الإسلامي) adalah lembaga hukum Islam internasional yang beranggotakan para ulama dan ahli fikih dari berbagai negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI), yang bertugas untuk memberikan fatwa dan penafsiran hukum Islam dalam berbagai isu kontemporer.

 

Imbalan untuk Ilmu Tidak Dilarang dalam Islam

Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ

“Sesungguhnya yang paling layak kalian ambil upah darinya adalah Kitabullah.” (HR. Bukhari, no. 5737)

Jika mengambil imbalan dari pengajaran Al-Qur’an dibolehkan, maka mengambil manfaat dari ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an juga dibenarkan. Kekayaan intelektual adalah bagian dari warisan ilmu tersebut.

Karya Ilmiah adalah Manfaat Bernilai Materi

Karya ilmiah memiliki nilai manfaat yang nyata dan berdampak langsung pada umat. Dalam hadits riway, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menikahkan seorang sahabat dengan mahar berupa hafalan Al-Qur’an:

قَدْ زَوَّجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنْ الْقُرْآنِ

Aku telah menikahkanmu dengannya dengan (mahar) apa yang kau hafal dari Al-Qur’an.” (HR. Bukhari, no. 5029)

Jika hafalan Al-Qur’an bisa menjadi mahar yang sah, maka karya ilmiah yang menjelaskan dan menyebarkan kandungan Al-Qur’an tentu juga layak diberi penghargaan, termasuk penghargaan materi.

 

Karya Intelektual Adalah Hasil Kerja Nyata

Membuat karya ilmiah adalah bentuk kerja keras—baik kerja otak maupun tangan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menghargai hasil kerja seseorang, terutama yang dihasilkan sendiri.

عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ – رضي الله عنه – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – سُئِلَ: أَيُّ اَلْكَسْبِ أَطْيَبُ? قَالَ: – عَمَلُ اَلرَّجُلِ بِيَدِهِ, وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Dari Rifa’ah bin Raafi’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai mata pencaharian yang halal? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Amalan seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang diberkahi.” (HR. Al-Bazzar, 9:183; Al-Hakim, 2:10; Ahmad, 4:141. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya).

Karya tulis dan karya intelektual termasuk dalam jenis usaha pribadi yang patut dihargai.

Baca juga: Inilah Pekerjaan yang Terbaik

 

Hak Cipta Memotivasi untuk Terus Berkarya

Adanya perlindungan hak cipta akan mendorong para intelektual dan ilmuwan untuk terus berkarya. Mereka merasa aman dan dihargai atas jerih payahnya.

Dengan adanya jaminan perlindungan, maka perkembangan ilmu pengetahuan akan terus tumbuh, membuka jalan menuju kejayaan umat. Hal ini merupakan maslahat besar bagi semua pihak—baik bagi ilmuwan maupun masyarakat luas.

 

Mencegah Kerusakan Lebih Diutamakan daripada Mendatangkan Manfaat

Dalam kaidah fikih disebutkan,

دَفْعُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Mencegah kerusakan lebih didahulukan daripada menarik manfaat.”

Membiarkan karya tersebar tanpa perlindungan memang memberi manfaat, tapi juga berisiko besar: para ilmuwan bisa enggan berkarya karena karyanya bebas dijiplak. Ini merupakan kerugian besar bagi umat.

Baca juga: Ketika Dua Mafsadat Bertabrakan

 

Hak Cipta Menjamin Pertanggungjawaban Ilmiah

Tanpa hak cipta, suatu karya bisa menyebar luas tanpa diketahui siapa penulis aslinya. Jika terjadi kesalahan, siapa yang akan bertanggung jawab?

Syariat Islam sangat menekankan pentingnya tanggung jawab atas apa yang kita katakan dan lakukan. Hak cipta menegaskan bahwa setiap karya memiliki penulis yang dapat dimintai klarifikasi jika terjadi kekeliruan.

 

Prinsip “Al-Ghunmu bil-Ghurmi” dan “Al-Kharaj bil-Dhaman”

Dalam fikih terdapat kaidah,

الْغُنْمُ بِالْغُرْمِ dan الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ

“Keuntungan sebanding dengan risiko”, dan “hasil (keuntungan) berbanding dengan tanggungan (usaha).”

Membuat karya intelektual adalah pekerjaan sulit yang memerlukan waktu, tenaga, dan pikiran. Maka wajar jika ada imbalan yang setimpal bagi pelakunya. Ini merupakan pengakuan syar’i terhadap hak cipta sebagai bentuk keadilan.

 

Fatwa Ulama tentang Hak Kekayaan Intelektual

Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahulllah dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab (No. 21899), disebutkan bahwa:

  1. Nama dagang, merek dagang, hak cipta, penemuan, dan inovasi adalah hak pribadi yang memiliki nilai finansial dalam tradisi modern, dan diakui secara syar’i.
  2. Diperbolehkan memperjualbelikan atau memindahkan hak tersebut selama tidak mengandung penipuan atau gharar.
  3. Pelanggaran terhadap hak cipta merupakan bentuk penganiayaan terhadap hak milik orang lain, dan dilarang secara syariat.

Baca juga: Hak Kekayaan Intelektual, Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid

 

Apakah Hak Cipta Berarti Menyembunyikan Ilmu?

Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ لَتُبَيِّنُنَّهُۥ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُۥ فَنَبَذُوهُ وَرَآءَ ظُهُورِهِمْ وَٱشْتَرَوْا۟ بِهِۦ ثَمَنًا قَلِيلًا ۖ فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya!” (QS. Ali ‘Imran: 187)

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

مَنْ حَدَّثَكَ أَنَّ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَتَمَ شَيْئًا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَيْهِ فَقَدْ كَذَبَ

“Barang siapa berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sebagian dari wahyu, maka sungguh ia telah berdusta.” (HR. Bukhari no. 4612)

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu juga menyatakan,

لَوْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَاتِمًا شَيْئًا لَكَتَمَ هَذِهِ

“Seandainya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan sesuatu dari wahyu, pasti beliau telah menyembunyikan ayat tentang Zaid bin Haritsah.” (HR. Bukhari no. 7420)

Sebagian orang menganggap bahwa hak cipta adalah bentuk menyembunyikan ilmu. Ini adalah kekeliruan. Menyembunyikan ilmu dalam Islam berarti menolak menjelaskan ilmu padahal ditanya dan mampu menjawab. Ini berbeda dengan perlindungan hak cipta yang justru menyebarkan ilmu dalam bentuk karya nyata dan bertanggung jawab.

Menyebarkan ilmu dalam bentuk karya yang dilindungi hak cipta adalah bentuk penyampaian ilmu yang bertanggung jawab, bukan penyembunyian.

 

Penutup

Mayoritas ulama kontemporer telah menegaskan bahwa hak cipta adalah hak yang sah secara syar’i dan legal secara hukum positif. Ia memberikan perlindungan kepada pencipta, memotivasi lahirnya karya ilmiah, dan menjaga akurasi serta pertanggungjawaban terhadap isi ilmu yang disebarkan.

Hak cipta bukan penghalang dakwah dan ilmu, justru ia adalah media penyebaran ilmu yang berkualitas dan amanah. Dengan hak cipta, syariat Islam dan dunia modern berjalan seiring demi kemaslahatan umat dan peradaban.

Wallahu A’lam

 

Referensi:

22 Ramadhan 1446 H @ Pesantren Darush Sholihin

Dr. Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button