Zakat

Kritikan pada Zakat Profesi, Zakat Penghasilan yang Dikeluarkan Per Bulan

Bagaimana tinjauan dalam syariat Islam mengenai zakat profesi, zakat penghasilan yang dikeluarkan setiap bulannya? Apakah zakat profesi disyariatkan?

 

Apa itu zakat penghasilan atau zakat profesi?

Berikut adalah keterangan yang kami peroleh dari website baznas.

Zakat penghasilan atau yang dikenal juga sebagai zakat profesi; zakat pendapatan adalah bagian dari zakat mal yang wajib dikeluarkan atas harta yang berasal dari pendapatan/penghasilan rutin dari pekerjaan yang tidak melanggar syariah. Nishab zakat penghasilan sebesar 85 gram emas per tahun. Kadar zakat penghasilan senilai 2,5%.

Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjelaskan, penghasilan yang dimaksud ialah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lainnya yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai, karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.

Zakat penghasilan dikeluarkan dari harta yang dimiliki pada saat pendapatan/penghasilan diterima oleh seseorang yang sudah dikatakan wajib zakat. Lalu siapa orang yang wajib menunaikan zakat penghasilan?

Seseorang dikatakan sudah wajib menunaikan zakat penghasilan apabila ia penghasilannya telah mencapai nishab zakat pendapatan sebesar 85 gram emas per tahun. Hal ini juga dikuatkan dalam SK BAZNAS Nomor 22 Tahun 2022 Tentang Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa, bahwa;

Nishab zakat pendapatan / penghasilan pada tahun 2022 adalah senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp79.292.978,- (Tujuh puluh sembilan juta dua ratus sembilan puluh dua ribu sembilan ratus tujuh puluh delapan rupiah) per tahun atau Rp6.607.748,- (Enam juta enam ratus tujuh ribu tujuh ratus empat puluh delapan rupiah) per bulan.

Dalam praktiknya, zakat penghasilan dapat ditunaikan setiap bulan dengan nilai nishab perbulannya adalah setara dengan nilai seperduabelas dari 85 gram emas (seperti nilai yang tertera di atas) dengan kadar 2,5%. Jadi apabila penghasilan setiap bulan telah melebihi nilai nishab bulanan, maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari penghasilannya tersebut

Ada banyak jenis profesi dengan pembayaran rutin maupun tidak, dengan penghasilan sama dan tidak dalam setiap bulannya. Jika penghasilan dalam 1 bulan tidak mencapai nishab, maka hasil pendapatan selama 1 tahun dikumpulkan atau dihitung, kemudian zakat ditunaikan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nishab.

 

Cara Menghitung Zakat Penghasilan Menurut Baznas

2,5% x Jumlah penghasilan dalam 1 bulan

Contoh:

Jika harga emas pada hari ini sebesar Rp938.099/gram, maka nishab zakat penghasilan dalam satu tahun adalah Rp79.292.978,-. Penghasilan Bapak Fulan sebesar Rp10.000.000/ bulan, atau Rp120.000.000,- dalam satu tahun. Artinya penghasilan Bapak Fulan sudah wajib zakat. Maka zakat Bapak Fulan adalah Rp250.000,-/ bulan.

 

Alasan pendukung zakat profesi

Pertama: asal keadilan dan realitas

Pada masa lalu, orang yang kaya itu identik dengan peternak, petani, pedagang, pemilik emas, dan semacam itu. Sedangkan, orang yang bekerja pada orang lain dan menerima upah umumnya hanyalah pembantu dengan gaji yang seadanya. Namun, pada zaman ini, orang kaya itu tidak lagi identik dengan petani, peternak, pedagang, dan pemilik emas. Profesi jenis tertentu akan memberikan nilai nominal pemasukan yang puluhan bahkan ratusan kali dari hasil yang diterima seorang petani kecil. Sulit untuk mengatakan bahwa orang-orang dengan pemasukan uang sebesar itu bebas dari membayar zakat, sementara petani dan peternak di desa-desa miskin yang tertinggal justru wajib bayar zakat.

Kedua: Tidak harus dimiliki selama satu haul

Para pendukung zakat profesi sebenarnya agak tersandung dengan ketentuan baku yang mensyaratkan haul. Untuk menjawab masalah haul ini di mana harta harus telah lengkap masa kepemilikan setahun, para pendukung mendhaifkan hadits yang membicarakan tentang haul. Inilah di antara caranya, seperti yang dilakukan Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi.

Jalan lainnya adalah dengan mengqiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian yang memang tidak mensyaratkan kepemilikan setahun.

Ada juga yang mengandaikan, meski secara nyata pegawai belum memiliki gaji untuk jangka waktu setahun, tetapi perusahaan tempat bekerja pasti sudah merencanakan atua menyiapkan gajinya untuk setahun.

Ketiga: Orang kaya wajib berzakat

Kalau seseorang dianggap kaya dibandingkan dengan orang lain, dia hidup berkecukupan lebih dari orang-orang yang pada umumnya, otomatis dia wajib membayar zakat.

 

Berbagai pendapat dalam ketentuan zakat profesi

  1. Di kalangan ulama yang mendukung zakat profesi berkembang dua pendapat yang berbeda dalam hal sumber zakat, yaitu: (1) apakah begitu terima gaji dan honor langsung  dipotong untuk zakat ataukah (2) dikurangi terlebih dahulu dengan pengeluaran-pengeluaran tertentu, baru kemudian dikeluarkan zakatnya. Syaikh Dr. Yusuf Qaradawi dalam kitabnya Fiqh Az-Zakah berpendapat bahwa bila pendapatan seseorang itu sangat besar dan kebutuhan dasarnya sudah sangat tercukupi, wajar bila dia mengeluarkan zakat 2,5% langsung dari pemasukan kotornya. Sebaliknya, bila pemasukan seseorang tidak terlalu besar, sementara kewajiban untuk memenuhi nafkah keluarganya lumayan besar, tidak apa-apa bila dia menunaikan dulu segala kewajiban nafkahnya sesuai dengan standar kebutuhan dasar, setelah itu sisa pemasukannya dizakatkan sebesar 2,5% kepada amil zakat.
  2. Para pendukung ini berselisih pendapat mengenai ukuran nisab zakat profesi. Sebagian berpendapat bahwa zakat profesi tidak mengenal nisab. Jadi berapa pun harta yang diterima, semua terkena kewajiban untuk berzakat. Namun, sebagian ulama berpendapat bahwa tidak semua penghasilan itu wajib dizakatkan. Hanya yang memenuhi nisab saja yang wajib dizakatkan. Sebagian pendukung zakat profesi mengaitkan nisab zakat profesi dengan nisab zakat pertanian, tetapi tidak sedikit yang menggunakan nisab zakat emas. Menurut pendukung zakat profesi yang memakai nisab emas, maka dilihat dari gaji setahun (bukan gaji setiap bulan).
  3. Pendukung zakat profesi juga berselisih pendapat dalam kadar yang dikeluarkan (berapa persen). Sebagian berpendapat dengan kadar 2,5% mengacu kepada nisab emas dan perak serta zakat urudhut tijaroh. Sebagian berpendapat dengan kadar 5% karena dianggap pekerja itu seperti sawah yang bersusah payah butuh disirami. Sebagian berpendapat dengan kadar 10% karena dianggap bahwa kebanyakan karyawan itu sering mendapatkan gaji buta sehingga pendukung ini lebih cenderung menetapkannya tinggi. Ada juga yang berpendapat kadarnya adalah 20% karena dianggap gaji, hadiah, bonus, hingga gaji ke-13 adalah harta rikaz.
  4. Pendukung zakat profesi juga berselisih pendapat mengenai kapan waktu pengeluaran zakat. Sebagian berpendapat bahwa zakat profesi itu dikeluarkan setiap kali gajian karena disamakan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan setiap kali panen. Sebagian ulama pendukung berpendapat zakat profesi dikeluarkan setiap tahun sekali, bahkan ada yang menyatakan dikeluarkannya pada bulan Ramadhan agar mudah mengingat waktu pembayarannya.
  5. Zakat profesi juga mengalami konflik dengan zakat simpanan (tabungan). Ada dua pendekatan dari ulama pendukung dalam hal ini, yaitu: (a) masing-masing zakat tidak saling mengalahkan atau tidak saling meniadakan, jadi terkena dua jenis zakat, (b) salah satu dari kedua jenis zakat itu harus dikalahkan. Ada juga yang berpendapat bahwa uang masuk harus dikurangi dengan kebutuhan dasar yang pokok. Kalau masih ada lebihnya, dari kelebihan itu dikeluarkan 2,5% zakatnya. Kalau tidak ada kelebihannya, tidak ada kewajiban zakatnya.

 

Alasan penolak zakat profesi

Alasan pokoknya adalah karena zakat profesi tidak memperhatikan haul. Padahal ini adalah syarat penting dalam penunaian zakat.

Dalam hadits disebutkan,

وَلَيْسَ فِى مَالٍ زَكَاةٌ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ

Dan tidak ada zakat pada harta hingga mencapai haul.” (HR. Abu Daud, no. 1573; Tirmidzi, no. 631, dan Ibnu Majah, no. 1792. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Berarti, jika belum memenuhi haul, maka tidak ada kewajiban zakat. Yang dimaksud haul adalah harta bertahan dari nisab selama setahun kepemilikan. 

Dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah disebutkan,

اتّفق الفقهاء على أنّ الحول شرط لوجوب الزّكاة في نصاب السّائمة من بهيمة الأنعام ، وفي الأثمان ، وهي الذّهب ، والفضّة

“Para ulama sepakat bahwa haul merupakan syarat wajibnya zakat ketika harta telah mencapai nisab, yaitu pada zakat hewan ternak, zakat mata uang, zakat emas dan perak.”

Kenapa sampai harus menunggu haul? Karena harta-harta tadi masih mengalami pertumbuhan, seperti pada hewan ternak masih akan punya keturunan dan barang dagangan masih akan berkembang keuntungannya. Perkembanganharta di sini diambil standar haul atau satu tahun. Adapun zakat tanaman ditarik tanpa memperhatikan haul tetapi setiap kali panen. Karena dalam ayat disebutkan,

وَآَتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ

Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dizakatkan kepada fakir miskin)” (QS. Al An’am: 141). Zakat ditarik ketika panen karena perkembangan harta telah sempurna saat panen tersebut. Jika telah ditarik zakat pada hasil panen, maka tidak ditarik lagi zakat untuk kedua kalinya karena hasil tersebut tidak mengalami perkembangan lagi. Lihat penjelasan di Mawsu’ah Al Fiqhiyyah dalam index kata ‘haul’.

Baca juga: Pengeluaran Zakat Penghasilan Setiap Bulan

Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah, Komisi Fatwa di Kerajaan Saudi Arabia:

Siapa saja yang memiliki gaji bulanan, tetapi gaji itu sudah dihabiskan untuk memenuhi kebutuhannya dan di akhir bulan gajinya pun telah habis, maka ia tidak ada kewajiban zakat. Karena zakat haruslah melewati haul (masa satu tahun sempurna dan hartanya masih mencapai nisab).

Berdasarkan hal tersebut, maka engkau –wahai penanya- tidaklah wajib mengeluarkan zakat kecuali jika memang ada hartamu yang engkau simpan dan harta tersebut telah mencapai nisab (batasan minimal dikenai zakat) serta harta tadi bertahan selama haul (masa satu tahun).

Adapun ada yang mengatakan bahwa zakat penghasilan itu sebagaimana zakat tanaman (artinya dikeluarkan setiap kali gajian), sehingga tidak ada ketentuan haul (menunggu satu tahun), maka ini adalah pendapat yang tidak tepat.

Baca juga: Perhitungan Zakat Penghasilan

 

Kelemahan zakat profesi

  • Zakat profesi itu zakat hasil rekayasa orang-orang zaman sekarang, maka hasilnya dapat terlihat berbagai perbedaan dalam ketentuan. Oleh karena itu kalau mau dibandingkan antara zakat profesi dan zakat tabungan atau simpanan, maka harus ada yang dikalahkan. Semestinya, zakat yang statusnya hasil rekayasa harus kalah dari zakat yang statusnya orisinal. Sehingga lebih baik, kaum muslimin memperhatikan zakat tabungan atau simpanan daripada zakat profesi. 
  • Zakat profesi tidak memperhatikan haul padahal hadits yang membicarakan syarat haul adalah hadits yang sahih menurut para ulama.

 

Cara perhitungan zakat tabungan dari penghasilan yang tersimpan

  1. Gaji yang diperoleh setiap bulan dipakai sesuai kebutuhan.
  2. Gaji yang tersisa dan tersimpan itulah yang dihitung zakatnya.
  3. Simpanan yang terkena zakat adalah yang telah mencapai nisab emas atau perak, manakah yang tercapai lebih dahulu. Nisab perak lebih rendah dalam hal ini dan dijadikan patokan terkena zakat ataukah tidak. Nisab perak adalah 595 gram perak murni, sama nilainya dengan 6 juta rupiah jika harta perak Rp.10.000,- per gram. Simpanan yang berada di bawah nisab dalam setahun, maka tidak terkena zakat simpanan.
  4. Menentukan dalam setahun kapankah membayar zakat dari simpanan, tidak mesti di bulan Ramadhan. Misalnya: ketika mencapai nisab pertama terjadi pada awal Syakban. Awal Syakban ini dijadikan sebagai hitungan awal tahun. Sedangkan zakat dibayarkan pada Syakban tahun berikutnya ketika sudah mencapai haul. Meskipun ketika itu ada penghasilan atau gaji yang baru masuk beberapa bulan saja atau beberapa hari, belum dimiliki selama haul (setahun hijriyah).
  5. Total simpanan dalam tabungan dihitung termasuk uang tunai dan uang yang tersimpan di rumah.
  6. Besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5% dari total simpanan.
  7. Zakat ini disalurkan pada delapan golongan sebagaimana yang disebutkan dalam surah At-Taubah ayat 60.

Semoga Allah memberikan berkah pada setiap harta kita. Semoga Allah beri taufik dan hidayah. Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Baca juga: Cara Menghitung Zakat Penghasilan yang Tepat, 6 Juta Rupiah Sudah Kena

 

Referensi:

  • Sarwat, A., & Lc, M. A. (2019). Ensiklopedia Fikih Indonesia 3: Zakat. Gramedia pustaka utama.
  • Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
  • Islamqa yang diasuh oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid
  • Tulisan di Rumaysho.Com

 

 

Selesai ditulis saat perjalanan Jogja – Jakarta, 19 Syakban 1445 H, 29 Februari 2024

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

4 Komentar

  1. Assalamu’alaikum ustadz, izin bertanya. Dulu waktu ana masih sekolah(SMK) ,ana dan ibu bapak ana tinggal dikontrakan/kosan 1 kamar. Suatu ketika saya risih dan ga enak liat orangtua (maaf) berhubungan badan . Akhirnya disuatu malam setelah kejadian itu saya tidur dikamar lain tanpa izin pemilik kosan/kontrakan selama beberapa bulan karna ana ga enak kalau kejadian ibu bapak ana terulang. Bagaimana cara taubatnya ya ustadz ?

  2. Ustadz afwan mau tanya, sebagaimana paragraf akhir tulisan antum, yang mengatakan zakat profesi tidak memperhatikan haul itu maksudnya gimana? Sependek ana baca di web BAZNAS ketentuan haul dan nishab itu sangat ditekankan(wajib) tertulis disana. Mohon referensi yang antum sampaikan zakat profesi tidak memperhatiken haul. Syukron Jazakallahu ahsanal Jaza

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button