Cara Menjawab Azan dan Keutamaannya
Ketika azan berkumandang, kita yang mendengar dianjurkan untuk menjawab (mengikuti), bershalawat, dan membaca doa setelahnya. Bagaimana cara menjawab azan tersebut? Adakah keutamannya?
Baca juga: Lima Amalan Ketika Mendengar Azan
Cara Menjawab Azan
Cara menjawab azan ini diterangkan dalam hadits dari kitab Bulughul Maram, Kitab Shalat, Bab Al-Adzan sebagai berikut.
Hadits #192 – #194
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – إِذَا سَمِعْتُمْ اَلنِّدَاءَ, فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian mendengar azan, ucapkanlah seperti yang diucapkan muazin.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 611 dan Muslim, no. 383]
وَلِلْبُخَارِيِّ: عَنْ مُعَاوِيَةَ
Dalam riwayat Bukhari disebutkan, haditsnya dari Mu’awiyah. [HR. Bukhari, no. 612, 613]
وَلِمُسْلِمٍ: – عَنْ عُمَرَ فِي فَضْلِ اَلْقَوْلِ كَمَا يَقُولُ اَلْمُؤَذِّنُ كَلِمَةً كَلِمَةً, سِوَى اَلْحَيْعَلَتَيْنِ, فَيَقُولُ: “لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاَللَّهِ” – .
Dalam riwayat Muslim, dari tentang keutamaan ucapan hendaklah yang mendengarkan azan mengucapkan sebagaimana yang diucapkan muazin satu demi satu, kecuali pada kalimat hay’alatain (hayya ‘alash sholah dan hayya ‘alal falah), hendaklah mengucapkan, “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH.” [HR. Muslim, no. 385]
Faedah hadits
- Disunnahkan mengikuti lafazh azan, sebagaimana pendapat jumhur ulama.
- Mengikuti muazin itu pada seluruh lafazh azan kecuali pada kalimat hay’alataini (hayya ‘alash sholaah dan hayya ‘alal falaah) diikuti dengan ucapan “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH”. Termasuk kalimat “ash-sholaatu khoirum minan nauum” diikuti dengan kalimat yang sama.
- Kenapa jawaban untuk hay’alataini (hayya ‘alash sholaah dan hayya ‘alal falaah) itu dengan kalimat “LAA HAWLA WA LAA QUWWATA ILLA BILLAH”? Karena kita bisa menghadiri shalat berjamaah dan mendirikan shalat hanya dengan kekuatan dan pertolongan dari Allah.
- Mengikuti ucapan azan tetap ada ketika melakukan thawaf keliling Kabah karena azan itu ucapan dzikir.
- Kalau sedang shalat, ucapan muazin tidak perlu diikuti karena keadaan dalam shalat sudah sangat-sangat menyibukkan, “inna fish sholaati la-syughlaa”.
- Tempat yang dilarang berdzikir seperti saat di kamar mandi dan saat hubungan intim tidak perlu menjawab (mengikuti) ucapan azan.
- Muazin tidak mengikuti ucapan azan untuk dirinya sendiri.
- Bagaimana kalau ucapan azan yang didengar dari beberapa tempat? Jawabannya, semua azan yang didengar itu diikuti (dijawab), itu lebih baik. Ingat, menjawab azan tadi hukumnya sunnah, bukan wajib.
- Mengikuti ucapan azan itu ada setelah kalimat azan diucapkan, bukan bersamaan dengan ucapan kalimat azan.
- Kalau mendengar azan mulai dari pertengahan, maka yang diikuti (dijawab) adalah sisa yang didengar.
- Mengikuti ucapan muazin disyaratkan jika mendengar azan, walaupun tidak menyaksikan muazin.
- Keutamaan pahala dari mengikuti azan (menjawab azan) adalah: (a) diampuni dosa-dosanya, (b) setelah azan lalu berdoa, maka doanya diijabahi, (c) mendapatkan syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Menjawab Azan dari Kitab Bulughul Maram
Bagaimana kalau mendengar iqamah, apakah perlu dijawab?
Yang dituntunkan bagi orang yang mendengarkan iqamah adalah menjawab sama seperti orang yang mengumandangkannya, termasuk pada kalimat “qad qaamatish sholaah” dijawab dengan kalimat yang sama. Demikian Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah (Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia).
Baca juga: Apa Bacaan Ketika Mendengar Iqamah?
Tuntunan Doa Bakda Azan
اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ , وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ , آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ , وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ
ALLAHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA‘ADTAH.
Baca juga:
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kedua.
Disusun @ Darush Sholihin, 21 Jumadal Ula 1442 H, 5 Januari 2021
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com