Sebab-Sebab Perceraian (Intisari Khutbah Jumat Masjidil Haram)
Apa saja sebab-sebab perceraian? Bagus sekali jika mau kaji dari intisari khutbah jumat berikut.
Intisari Khutbah Jumat
4 Rabiul Awwal 1441 H di Masjidil Haram Makkah KSA
Oleh: Imam dan Khatib Al-Masjid Al-Haram, Syaikh Dr. Faishal bin Jamil Ghazawi hafizhahullah
Pernikahan dalam Islam itu adalah ikatan yang kuat untuk menyatukan suami-istri. Dalam berkeluarga, mereka akan hidup tenang (sakinah) dan pandangan pun terjaga. Islam pun telah memotivasi untuk menjaga hubungan tersebut, memerintahkan untuk menjaganya, dan terus terpelihara sejak akad nikah. Sehingga suami diperintahkan untuk berbuat baik pada istrinya dengan cara yang patut (cara yang makruf). Allah Ta’ala berfirman,
وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisaa’: 21). Konsekuensi dari ayat ini, pernikahan hendaklah berusaha untuk dipertahankan dan dijaga.
Dan perlu dipahami bahwa memisah ikatan akad nikah (dengan perceraian), hukumnya asalnya TERLARANG.
Perceraian bisa dilakukan jika memang punya alasan tidak bisa melanjutkan lagi kehidupan berumah tangga dan tidak mungkin lagi cara perdamaian bentuk apa pun ditempuh. Karena asalnya merusak hubungan suami-istri itu terlarang. Dalam hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ اِمْرَأَةً عَلَى زَْجِهَا أَوْ عَبْدًا عَلَى سَيِّدِهِ
“Bukan termasuk golongan kami orang yang membujuk seorang perempuan untuk memusuhi suaminya atau membujuk seorang budak untuk memusuhi tuannya.” (HR. Abu Daud, no. 2175. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana disebutkan dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 2014).
Juga terlarang meminta cerai tanpa ada sebab yang syari seperti disebutkan dalam hadits Tsauban, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّة
“Wanita mana saja yang meminta talak (cerai) tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya mencium bau surga.” (HR. Abu Daud, no. 2226; Tirmidzi, no. 1187; Ibnu Majah, no. 2055. Abu Isa At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Angka perceraian pada masyarakat muslim saat ini mengalami peningkatan luar biasa. Dan kita mesti mengetahui sebab-sebabnya untuk bisa mencegahnya.
Sebab-sebab terjadinya perceraian
Pertama: Jeleknya dalam memilih pasangan tanpa mengetahui dengan jelas agama dan akhlaknya. Kejelekan tersebut barulah terbongkar saat sudah menikah.
Kedua: Kurang memerhatikan agama dan hak Allah terutama dalam memerhatikan ibadah shalat. Termasuk dalam hal ini adalah kurang menjaga hal-hal yang dapat membentengi diri dari berbagai gangguan seperti dzikir kepada Allah, membaca Al-Qur’an, sampai dibiarkannya suami-istri terjerumus dalam dosa dan maksiat hingga dijadikan rutinitas. Ini juga jadi sebab terjadinya perceraian antara suami-istri.
Ketiga: Jadi pecandu obat-obatan terlarang (narkoba) dan jadi pemabuk berat akhirnya dia berperilaku yang jelek pada pasangan ketika bergaul.
Keempat: Kurangnya tanggung jawab antara suami-istri seperti suami yang meninggalkan tanggung jawab dalam rumah, ia hanya mau sibuk kumpul-kumpul dengan teman, sibuk begadang, seringnya traveling tanpa ada hajat, hingga melalaikan hak-hak keluarganya.
Kelima: Sebagian pasangan suami-istri sibuk terus dengan gawainya, kurang dalam memerhatikan hak pasangan, anak, dan keluarganya.
Keenam: Sibuk dengan MEDSOS sampai kecanduan, juga sibuk menelusuri berbagai situs web yang berisi kemungkaran. Berbagai medsos dan situs web tersebut bahkan punya dampak jelek pada akidah, perilaku, dan akhlak.
Ketujuh: Tidak harmonis hidup berumah tangga, tidak memerhatikan hak satu sama lain, hingga tidak bisa saling memahami dan bersepakat.
Kedelapan: Saling berburuk sangka satu sama lain dan cemburu berlebihan.
Kesembilan: Banyak tuntutan yang mesti dipenuhi salah satu pasangan.
Kesepuluh: Istri merasa tinggi dari suami.
Kesebelas: Tidak tenang dan terusnya bertengkar.
Kedua belas: Suami tidak memahami keadaan istri, seperti banyak menyinggung istrinya dengan kalimat yang kurang menyenangkan bakda hamil.
Ketiga belas: Ikut campurnya keluarga suami atau istri hingga memperkeruh penyelesaian masalah.
Keempat belas: Kebiasaan menonton sinetron di mana yang digambarkan di dalamnya seakan-akan rumah tangga itu akan berbahagia terus, dan ada juga digambarkan rumah tangga yang rusak terus.
Kelima belas: Ada juga karena sebab memakai pil pencegah kehamilan sehingga terjadi gangguan psikis.
Keenam belas: Harapan istri untuk hidup mewah dan memandang terus orang di atasnya.
Jalan keluar
Setelah mengetahui sebab-sebab ini, perlu dipahami bahwa masalah dalam rumah tangga sebenarnya hal yang biasa dan memang ada. Keluarga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang suci yang dikepalai oleh seorang nabi juga sering ada masalah. Di antara istri-istri nabi saja ada sifat saling cemburu. Itu semua wajar, tinggal bagaimana kita bisa mengatur dan menyelesaikan masalah tadi.
Solusi yang paling ampuh untuk mengatasi masalah perceraian ini adalah mesti adanya tarbiyah pada keluarga-keluarga kaum muslimin. Juga harus ada solusi untuk mendamaikan perselisihan yang ada dalam keluarga kaum muslimin, mendamaikan yang berselisih termasuk bentuk ibadah yang luar biasa.
Penutup
Kami tutup intisari nasihat Syaikh Faishal Al-Ghazawi dengan menambahkan nasihat agar kita bisa mendamaikan konflik yang terjadi dalam rumah tangga.
Allah Ta’ala berfirman,
۞ لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa’: 114)
Dari Abu Ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ قَالُوْا بَلَى قَالَ إِصْلاَحُ ذَاتِ الْبَيْنِ وَفَسَادُ ذَاتِ الْبَيْنِ الْحَالِقَةُ
“Maukah kukabarkan kepada kalian perkara yang lebih afdal dibandingkan derajat puasa, shalat, dan sedekah?” Para sahabat menjawab, “Tentu saja.” Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Perbaikilah (hubungan) di antara sesama kalian. Dan rusaknya hubungan adalah pencukur (perusak agama).” (HR. Abu Daud, no. 4919 dan Tirmidzi, no. 2509. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2639).
Semoga Allah beri taufik dan hidayah, dan keluarga kita dikaruniai sakinah mawaddah wa rahmah.
Baca Juga:
- Menceraikan Istri atas Permintaan Orang Tua (Kisah Ismail dan Istrinya)
- Khutbah Jumat: Jangan Ceraikan Aku!
Disusun Selasa Pagi, 15 Rabiul Awwal 1441 H untuk kajian muslimah Mutia Masjid Kampus UGM
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com