Amalan

Cara Mandi Jumat, Bagaimana?

Bagaimana cara mandi Jumat? Apakah sama seperti mandi junub.

 

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

بَابُ فَضْلِ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَوُجُوْبِهَا وَالاِغْتِسَالِ لَهَا وَالطِّيْبِ وَالتَّبْكِيْرِ إِلَيْهَا وَالدُّعَاءِ يَوْمَ الجُمُعَةِ وَالصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَفِيهِ بَيَانُ سَاعَةِ الِإجَابَةِ وَاسْتِحْبَابُ إِكْثَارِ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى بَعْدَ الجُمُعَةِ

  1. Bab Keutamaan Hari Jumat, Kewajiban Shalat Jumat, Mandi untuk Shalat Jumat, Mengenakan Wewangian, Datang Lebih Dulu untuk Shalat Jumat, Berdoa pada Hari Jumat, Shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Penjelasan tentang Waktu Dikabulkannya Doa (pada Hari Jumat), dan Sunnahnya Memperbanyak Dzikir kepada Allah Setelah Shalat Jumat

 

Hadits #1155

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( مَنِ اغْتَسَلَ يَومَ الجُمُعَةِ غُسْلَ الجَنَابَةِ ، ثُمَّ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الأُوْلَى فَكَأنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً  ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ ، فَكَأنَّمَا قَرَّبَ كَبْشاً أَقْرَنَ ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ ، فَكَأنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الخَامِسَةِ ، فَكَأنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً ، فَإذَا خَرَجَ الإِمَامُ ، حَضَرَتِ المَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ )) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ .

قَوْلُهُ : (( غُسْلُ الجَنَابَةِ )) أَيْ غُسْلاً كَغُسْلِ الجَنَابَةِ فِي الصِّفَةِ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat seperti mandi junub, lalu ia pergi pada saat pertama, maka seolah ia telah berkurban seekor unta. Barangsiapa yang pergi pada saat kedua, maka seolah ia telah berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang pergi pada saat ketiga, maka seolah ia telah berkurban dengan seekor domba yang bertanduk. Barangsiapa yang pergi pada saat keempat, maka seolah ia telah berkurban seekor ayam. Dan barangsiapa yang pergi pada saat kelima, maka seolah ia telah berkurban dengan sebutir telur. Lalu ketika imam keluar, hadirlah para malaikat untuk mendengarkan peringatan (khutbah).” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 881 dan Muslim, no. 850]

Ghuslul janaabah yang dimaksud adalah mandi yang caranya seperti mandi junub.

 

Faedah Hadits

 

  1. Berqurban dengan unta, sapi, domba, ayam, hingga telur, yang dimaksud di sini adalah bersedekah. Lihat Bahjah An-Nazhirin, 2:318.
  2. Hadits ini jadi isyarat dianjurkannya jimak (hubungan intim) pada hari Jumat supaya bisa mandi junub. Hikmahnya kata Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly adalah jiwa semakin tenang ketika pergi ke masjid, dan mata akhirnya tidak bermaksiat dengan apa yang dilihat.
  3. Keutamaan pergi lebih awal pada hari Jumat ke masjid.
  4. Manusia bertingkat-tingkat dalam keutamaan dan pahala sesuai dengan amalan saleh yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  5. Sedekah dengan jumlah kecil tidak dianggap remeh dalam syariat, hal ini jadi isyarat dalam hadits “seolah ia telah berkurban dengan sebutir telur”.
  6. Wajib diam ketika mendengar khutbah karena ketika imam naik mimbar, maka malaikat mendengarkan dzikir yang ada pada khutbah dan nasihat.
  7. Sajian atau qurban dengan unta lebih utama dari sapi, sapi lebih utama dari kambing.

 

Referensi:

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

 

Tata cara mandi junub

 

Rukun mandi disebutkan dalam ayat,

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

Dan jika kamu junub maka mandilah …” (QS. Al-Maidah: 6).

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhayang menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جَسَدِهِ كُلِّهِ

Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An-Nasa’i, no. 247. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Tata cara mandi yang lebih lengkap, terpenuhi rukun dan sunnah mandi diterangkan dalam dua hadits berikut.

Dalil pertama: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari, no. 248 dan Muslim, no. 316)

Dalil kedua: Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Maimunah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari, no. 265 dan Muslim, no. 317)

Dua cara mandi seperti disebutkan dalam dua hadits di atas dibolehkan. Yaitu kita bisa saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu kita mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat ‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur, memasukkan air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.

Rukun mandi berarti ada dua: (1) niat, (2) menghilangkan najis yang ada pada badan, (3) mengguyur air ke seluruh tubuh.

Sunnah mandi ada lima: (1) membaca bismillah, (2) berwudhu sebelum mandi, (3) menggosokkan tangan pada badan, (4) tidak ada jeda yang lama antara anggota badan, (5) mendahulukan yang kanan dan kiri. Lihat bahasan Matan Al-Ghayah wa At-Taqrib karya Al-Qadhi Abu Syuja’.

 

 


 

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button