Muamalah

Jika Rokok Haram, Siapa yang akan Hidupi Petani?

Alhamdulillah, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Jika rokok haram, lantas siapa yang akan hidupi para petani? Lantas siapa yang akan beri makan pada para pekerja di pabrik rokok?

Hukum Rokok itu Haram

Siapa yang meniliti dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa hukum rokok itu haram, demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya pendapat sebagian kyai saja (-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani mengharamkan sehingga ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang mengatakan mubah. Padahal jika kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak pernah mengatakan demikian, termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu ulama Syafi’iyah.

Ulama Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi, Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.

Qalyubi (Ulama mazhab Syafi’I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, jilid I, hal. 69, “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya“.

Ulama madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.

Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195). Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.

Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ

Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.

Perlu diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh

Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah,

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا

Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu“. (QS. Al Baqarah: 29). Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa: 29).

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ

Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)“. (HR. Muslim no. 564). Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ

Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).

Jual Beli Rokok dan Tembakau

Jika rokok itu haram, maka jual belinya pun haram. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ ثَمَنَهُ

Jika Allah ‘azza wa jalla mengharamkan untuk mengkonsumsi sesuatu, maka Allah haramkan pula upah (hasil penjualannya).” (HR. Ahmad 1/293, sanadnya shahih kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Jika jual beli rokok terlarang, begitu pula jual beli bahan bakunya yaitu tembakau juga ikut terlarang. Karena jual beli tembakau yang nanti akan diproduksi untuk membuat rokok, termasuk dalam tolong menolong dalam berbuat dosa. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

Jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al Maidah: 2)

Komentar Orang Awam

Sering didengar orang berkomentar, “Jika rokok diharamkan, lalu bagaimana nasib jutaan rakyat Indonesia yang hidup bergantung dari rokok; para petani tembakau, para pedagang dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan?”

Andai komentar ini berasal dari non muslim mungkin permasalahan tidak terlalu besar karena mereka memang tidak mau mengerti bahwa rezeki mereka berasal dari Allah.

Yang paling mengenaskan, sebagian umat Islam ikut mengumandangkan komentar tersebut. Padahal pernyataan ini mengandung kesyirikan, merusak tauhid Rububiyah, meyakini bahwa Allah semata pemberi rezeki. Jangankan seorang muslim, orang jahiliyah saja yakin bahwa Allah semata yang memberi mereka rezeki, Allah berfirman:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ … فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi? … Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?”. (QS. Yunus: 31).

Apakah mereka tidak yakin bahwa yang memberi rizki pada para petani itu Allah?

Apakah mereka tidak percaya bahwa yang memberi makan pada para buruh pabrik juga Allah?

Kenapa mesti ragu? Kenapa tidak yakin dengan Allah yang Maha Memberi Rizki kepada siapa saja dari makhluk-Nya? Lantas kenapa masih cari penghidupan dari yang haram?

Ingatlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Wallahu waliyyut taufiq. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Baca Juga: Masih Ragu Merokok itu Haram

@ Sabic Lab after ‘Ashar prayer, 30th Syawwal 1432 (28/09/2011)

www.rumaysho.com

Artikel yang Terkait

89 Komentar

  1. Assalamualaikum wr.wb
    Kok tidak bisa di sharing ke FB ya, biasanya bisa. Saya mau beragi info ini ke teman2 di FB.
    Syukron,,wassalam

  2. sya sngat stuju skali, slain mmbahyakan diri sndiri juga mmbahyakan orang lain, ktika sya krumah skit bnyak yg mndrita paru2 krna akibatnya mrkok dan ada pula krna plusi dr asap rokok
    dan tdak msuk akal ktika kbnykan orang brkta “prokok fasif lbih brbhya dr prokok aktif”, tp toh knpa para dokter tdak ada yg mngnjurkan mrokok mlah yg mrokok jga dsruh brhnti, mngkin kta2 itu hny skdar untuk mmbela diri saja

  3. “Jika rokok diharamkan, lalu bagaimana nasib jutaan rakyat Indonesia yang hidup bergantung dari rokok; para petani tembakau, para pedagang dan para buruh di pabrik rokok, apakah ulama bisa memberi mereka makan?”
    JAWAB:

    BELI ROKOKNYA…, TAPI JANGAN DIROKOK… 
    ARTINYA…,  SEDEKAHKAN SAJA UANG UNTUK BELI ROKOK TERSEBUT KEPADA MANTAN PETANI TEMBAKAU, MANTAN PEDAGANG ROKOK, MANTAN BURUH PABRIK ROKOK…
    JANGAN KE PENGUSAHA ROKOK….!    ):0
    ROKOKNYA DIAMBIL… TAPI JANGAN DIROKOK…, BUAT SAJA SEBAGAI PUPUK KOMPOS…

    GITU AJA KOK REPOT…

    1. cari kerja yg lain, to rejeki tidak harus mengantungkan dari rokok,kl q mau berusaha insylh ada jalan keluar

    2. masalahnya yang bakal lebih menikmati uang itu bukan petani tembakau. tapi pengusaha rokok. dengan berbuat demikian justru kita ikut melanggengkan bisnis rokok.

  4. kalo mie instan ustadz gmn? bukankah mie instan juga membuka jalan terjangkitnya penyakit bagi tubuh?

  5. Kalau pengharaman itu sebatas fatwa ulama, bukan hukum mutlak dari Alquran, tentu bobot penghraman sangat bereda. Ulama tidak memiliki otoritas ancaman neraka bagi yg merokok atau surga bagiyg tidak merokok. Sebaiknya ulama lebih berfikir bagaimana memberikan solusi terkait kesejahteraan umat. Bukan asal dia makin sejahtrera lantaran sukses memberi label HALAL atau pengharaman rokok. Beradu dalil Alquran atau alhadits, cape deh.

    1. Kata-kata “sebatas fatwa ulama” itu kok saya kurang setuju ya? Klu tidak ada ulama, lalu siapa yang berhak mengharamkan narkotika, misalnya? Setahu saya, ada empat sumber hukum dalam Islam (mohon dikoreksi): Al Quran, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Al Quran berasal langsung dari Allah, Hadits berasal dari Rasulullaah, Ijma’ adalah konsensus para ulama, Qiyas adalah pengambilan kesimpulan atas sebuah kasus baru berdasarkan kasus lain yang serupa atau mendekati sama.

      Mengenai kesejahteraan umat, dalam hal kemakmuran, saya rasa bukan tanggung jawab para ulama. Semua orang sudah punya porsi kewajiban masing-masing. Adapun lapangan pekerjaan bukanlah tanggung jawab ulama melainkan umara. Sampaikan yang haq walaupun pahit. Perkara umat mau mentaati fatwa tersebut, itu urusan hidayah dari Allah.
      Sungguh2 suuzzhann, jika Anda berkata “Bukan asal dia makin sejahtrera lantaran sukses memberi label HALAL atau pengharaman rokok.” Dengan kalimat Anda ini, apakah saya boleh menyimpulkan bahwa Anda menudingkan telunjuk Anda kepada para ulama yang mengharamkan rokok bahwa mereka mengambil keuntungan duniawi dari fatwa tersebut? Jika memang benar Anda menuding bahwa para ulama itu tidak amanah dengan ilmu mereka, bertaubatlah saudaraku.

    2. maaf atas kekurang fahaman saya, bisakah kita megutip ayat sepotong-sepootong dan tidak mengetahui asbabun nuzul ayat tersebut…. Penulis bermaksud baik untuk menguatkan tulisannya, apa daya salah dalam menukil ayat…

    3. koreksi : Ulama pun kan berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadits, jd haram itu bukan mereka yg memutuskan, mereka berkata krn berdsarkan Al-Quran dan Al-Hadits bahwa rokok itu haram

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button