Jalan Kebenaran

Berhijrah Masih Separuh Hati

 

Iman belum menancap dalam hati, akhirnya berhijrah hanya separuh hati.

 

Allah Ta’ala berfirman,

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آَمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Orang-orang Arab Badui itu berkata: ‘Kami telah beriman’. Katakanlah: ‘Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk (kami telah Islam)’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Al-Hujurat: 14)

Iman Belum Menancap ke dalam Hati

 

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa Allah mengingkari orang-orang Arab yang pertama kali masuk Islam, mereka mengklaim bahwa mereka telah beriman. Padahal sejatinya iman belum tertancap pada hatinya.

Dari ayat ini dapat disimpulkan pula bahwa iman itu lebih khusus dari Islam sebagaimana hal ini jadi madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Pernyataan ini juga didukung dari hadits Jibril, di mana Jibril bertanya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (untuk pengajaran) tentang Islam, lalu Iman, lalu Ihsan. Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai dengan sesuatu yang umum, kemudian yang khusus, kemudian yang khusus lagi. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:726-727.

Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kepada seseorang sesuatu, namun beliau tidak memberikannya kepada yang lain. Sa’ad mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

يَا نَبِىَّ اللَّهِ أَعْطَيْتَ فُلاَناً وَفُلاَناً وَلَمْ تُعْطِ فُلاَناً شَيْئاً وَهُوَ مُؤْمِنٌ

“Wahai Nabi Allah, engkau memberikan kepada si fulan dan si fulan, namun engkau tidak memberikan sesuatu pun kepada si A padahal dia itu mukmin.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

أَوْ مُسْلِمٌ

“Ataukah muslim?”

Sa’ad radhiyallahu ‘anhu lantas mengulanginya sampai tiga kali. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab sama, “Ataukah muslim?”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّى لأُعْطِى رِجَالاً وَأَدَعُ مَنْ هُوَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْهُمْ فَلاَ أُعْطِيهِ شَيْئاً مَخَافَةَ أَنْ يُكَبُّوا فِى النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ

Aku memberi kepada beberapa orang dan aku tinggalkan siapa yang aku cintai lebih dari mereka. Aku tidak memberi kepada si fulan sedikit pun cuma karena khawatir mereka akan ditelungkupkan ke dalam neraka di atas wajah mereka.” (HR. Ahmad, 1:176. Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin menilai bahwa sanad hadits ini shahih dalam tahqiq Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 6:726-727. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim).

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata, “Janganlah menyebut pada diri kalian telah beriman secara lahir dan batin dengan sempurna. Namun cukup katakan, kami telah berislam. Namun mereka masih kurang dalam beramal.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 852).

 

Shalat Masih Bolong-Bolong

 

Padahal shalat itu bagian dari rukun Islam.

Dari Abu  ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Meninggalkan satu shalat saja begitu berbahaya.

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ

Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Imam Nawawi rahimahullah menyebutkan, “Jika seseorang meninggalkan shalat, maka tidak ada antara dirinya dan kesyirikan itu pembatas, bahkan ia akan terjatuh dalam syirik. Istilah syirik dan kafir kadang bisa bermakna sama yaitu kafir kepada Allah.” (Syarh Shahih Muslim, 2:64)

Dari Buraidah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

العَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاَةُ ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian yang mengikat antara kita dan mereka adalah shalat, maka siapa saja yang meninggalkan shalat, sungguh ia telah kafir.” (HR. Tirmidzi, no. 2621 dan An-Nasa’i, no. 464. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Dari ‘Abdullah bin Syaqiq, seorang tabi’in  yang disepakati kemuliaannya–semoga Allah merahmatinya–ia berkata,

كَانَ أصْحَابُ محَمَّدٍ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لاَ يَرَوْنَ شَيْئاً مِنَ الأعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ

Para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memandang kufur karena meninggalkan amal, kecuali shalat.” (HR. Tirmidzi, no. 2622. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

 

Jilbab Masih Separuh Hati

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).

Sifat wanita yang dimaksud dalam hadits diterangkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim:

  1. Wanita yang berpakaian tetapi telanjang maksudnya adalah wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.
  2. Wanita yang berpakaian tetapi telanjang maksudnya adalah wanita yang menutup sebagian tubuhnya dan menyingkap sebagian lainnya.
  3. Wanita yang berpakaian tetapi telanjang bisa maksudnya adalah wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menampakkan warna badannya.
  4. Maa-ilaat yang dimaksud adalah tidak taat kepada Allah dan tidak mau menjaga yang mesti dijaga. Mumiilaat yang dimaksud adalah mengajarkan yang lain untuk berbuat sesuatu yang tercela.
  5. Maa-ilaat adalah berjalan sambil memakai wangi-wangian dan mumilaat yaitu berjalan sambil menggoyangkan kedua pundaknya atau bahunya.
  6. Maa-ilaat yang dimaksud adalah wanita yang biasa menyisir rambutnya sehingga bergaya sambil berlenggak lenggok bagai wanita nakal. Mumiilaat yang dimaksud adalah wanita yang menyisir rambut wanita lain supaya bergaya seperti itu.
  7. Wanita yang kepalanya seperti punuk unta yang miring, maksudnya adalah wanita yang sengaja memperbesar kepalanya dengan mengumpulkan rambut di atas kepalanya seakan-akan memakai serban (sorban).

 

Enggan Belajar Agama

 

Padahal belajar agama adalah jalan paling mudah menuju surga.

Dari Abu Hurairah radhiyallahuanhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Di antara pengertian dengan menuntut ilmu mudah masuk surga adalah:

  1. Dengan menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memudahkannya masuk surga.
  2. Menuntut ilmu adalah sebab seseorang mendapatkan hidayah. Hidayah inilah yang mengantarkan seseorang kepada surga.
  3. Menuntut suatu ilmu akan mengantarkan kepada ilmu lainnya yang dengan ilmu tersebut akan mengantarkan kepada surga.
  4. Dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan yang nyata menuju surga yaitu saat melewati shirath (titian yang terbentang di atas neraka menuju surga, pen.).

Sampai-sampai Ibnu Rajab menyimpulkan, menuntut ilmu adalah jalan paling ringkas menuju surga. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:297-298)

 

Semoga kita bisa berhijrah dan menjadi lebih baik secara total tak separuh hati.

 

Referensi:

  1. Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, Tahun 1433 H. Ibnu Hajar Al-Asqalani. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
  2. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  4. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun 29 Desember 2018, di #darushsholihin

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button