Tafsir Al Qur'an

Faedah Surat Yasin: Langkah Setan dalam Menjauhkan dari Jalan yang Lurus

 

Kali ini kita dalami surat Yasin kembali, di sini ada bahasan penting tentang enam langkah setan dalam menyesatkan manusia dari penjelasan Ibnul Qayyim dalam Badai’ul Fawaid.

 

Tafsir Surah Yasin

Ayat 59 – 62

وَامْتَازُوا الْيَوْمَ أَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ (59) أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آَدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (60) وَأَنِ اعْبُدُونِي هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ (61) وَلَقَدْ أَضَلَّ مِنْكُمْ جِبِلًّا كَثِيرًا أَفَلَمْ تَكُونُوا تَعْقِلُونَ (62)

Dan (dikatakan kepada orang-orang kafir): “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, hai orang-orang yang berbuat jahat. Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu”, dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus. Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu, maka apakah kamu tidak memikirkan?” (QS. Yasin: 59-62)

 

Pelajaran dari Ayat

 

  1. Ayat sebelumnya menjelaskan tentang balasan bagi orang yang bertakwa, dalam ayat saat ini dijelaskan balasan untuk orang mujrim (pelaku dosa) pada hari kiamat.
  2. Orang-orang beriman dan orang-orang kafir akan berpisah pada hari kiamat.
  3. Ayat 59 dari surat Yasin dikatakan oleh Adh-Dhahhak, setiap orang kafir memiliki rumah. Api akan masuk ke dalam rumah tersebut dan mengalir di depan pintunya. Itu akan berlangsung selamanya. Akhirnya mereka tidak bisa melihat dan tidak bisa dilihat.
  4. Ayat 60 bertujuan untuk menakut-nakuti orang kafir dari Bani Adam yang mentaati setan.
  5. Setan itu musuh manusia.
  6. Setan telah mendurhakai Allah yang telah menciptakan dan memberikan rezeki padanya.
  7. Di dunia, kita diperintahkan untuk mendurhakai setan dan kita diperintahkan untuk beribadah kepada Allah. Itulah jalan yang lurus. Siapa yang mengikuti selain jalan yang lurus tersebut dan ia mengikuti setan, berarti ia telah sesat.
  8. Imam Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi menyatakan bahwa maksud kalimat “sembahlah Aku”, yaitu athi’uunii wa wahhidunii, artinya taatilah Aku dan esakanlah Aku. Maksud Imam Al-Baghawi, kita diperintahkan beribadah dengan mentauhidkan Allah, tidak menyekutukan Allah dengan selain-Nya.
  9. Kata Imam Al-Baghawi, tidakkah kita memikirkan bahwa yang menghancurkan umat sebelum kita karena mentaati Iblis.
  10. Kapan disebut mentaati setan? Pokoknya setiap menyelesihi perintah Ar-Rahman (perintah Allah Sang Khaliq), maka berarti mentaati setan.
  11. Segala bentuk kekufuran dan kemaksiatan adalah bentuk mentaati setan dan beribadah kepadanya.

 

Enam Langkah Setan dalam Menyesatkan Manusia

 

Langkah pertama: Diajak pada kekafiran, kesyirikan, serta memusuhi Allah dan Rasul-Nya

 

Inilah langkah pertama yang ditempuh oleh setan, barulah ketika itu ia beristirahat dari rasa capeknya. Setan akan terus menggoda manusia agar bisa terjerumus dalam dosa pertama ini. Jika telah berhasil, pasukan dan bala tentara iblis akan diangkat posisinya menjadi pengganti iblis.

 

Langkah kedua: Diajak pada perbuatan bid’ah

 

Jika langkah pertama tidak berhasil, manusia diajak pada perbuatan bid’ah. Perbuatan ini lebih disukai oleh iblis daripada dosa besar atau pun maksiat lainnya. Karena bahaya bid’ah itu:

(1) membahayakan agama seseorang,

(2) membahayakan orang lain karena yang lainnya akan ikut-ikutan berbuat sesuatu yang tidak ada tuntunan,

(3) orang yang berbuat bid’ah akan sulit sadar untuk taubat karena ia merasa amalannya selalu benar,

(4) bid’ah itu menyelisihi ajaran Rasul,

(5) bid’ah juga mengajak untuk menyelisihi ajaran Rasul, hingga seseorang bisa terjerumus dalam kekafiran dan kesyirikan.

Setan yang menggoda seperti ini pun akan diangkat sebagai pembantu iblis jika telah berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini.

 

Langkah ketiga: Diajak pada dosa besar (al-kabair)

 

Kalau langkah kedua tidak berhasil, setan akan mengajak manusia untuk melakukan dosa besar dengan berbagai macam bentuknya. Lebih-lebih jika pelaku dosa besar adalah seorang alim (berilmu) dan diikuti orang banyak. Setan lebih semangat lagi menyesatkan alim semacam itu supaya membuat manusia menjauh darinya. Maksiat semacam itu pun akan mudah tersebar. Bahkan akan dirasa pula bahwa maksiat itu malah mendekatkan diri kepada Allah.

Yang berhasil menyesatkan manusia dalam hal ini, dialah yang nanti akan menjadi pengganti iblis, tanpa ia sangka. Dosa besar lainnya yang dilakukan oleh orang lain masih lebih ringan dibanding dosa besar yang dilakukan oleh seorang alim. Jika bukan seorang alim beristigfar kepada Allah dan bertaubat, maka Allah akan menerima taubatnya, bahkan kejelekan yang ia perbuat akan diganti dengan kebaikan. Adapun dosa besar yang diperbuat seorang alim, maka kezaliman itu berlaku juga pada orang beriman lainnya, aurat dan kejelekannya akan terus dibuka. Ingatlah bahwa Allah dapat melihat apa yang ada dalam setiap jiwa.

 

Langkah keempat: Diajak dalam dosa kecil (ash-shaghair)

 

Jika setan gagal menjerumuskan dalam dosa besar, setan akan mengajak pada dosa kecil. Dosa kecil ini juga berbahaya.

Dalam hadits disebutkan, “Jauhilah oleh kalian dosa-dosa kecil. (Karena perumpamaan hal tersebut adalah) seperti satu kaum yang singgah di satu lembah ...” (HR. Ahmad, 5:331, no. 22860. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih). Maksudnya adalah setiap orang dari kaum tersebut datang dengan kayu bakar hingga apinya pun menyala dan bertambah besar. Maka dosa kecil jangan dianggap remeh. Bisa jadi pelaku dosa besar yang penuh rasa takut lebih baik keadaannya dari pelaku dosa kecil (yang menganggap remeh dosa).

 

Langkah kelima: Disibukkan dengan perkara mubah (yang sifatnya boleh, tidak ada pahala dan tidak ada sanksi di dalamnya)

 

Karena sibuk dengan yang mubah mengakibatkan luput dari pahala. Jika setan tidak mampu menggoda dalam tingkatan kelima ini, maka seorang hamba akan benar-benar tamak pada waktunya. Ia akan tahu bagaimanakah berharganya waktu. Ia pun tahu ada nikmat dan ada akibat jelek jika tidak menjaganya dengan baik.

Jika tidak mampu dalam langkah kelima, maka setan beralih pada langkah yang keenam.

 

Langkah keenam: Disibukkan dalam amalan yang kurang afdal, padahal ada amalan yang lebih afdal

 

Setan akan menggoda manusia supaya ia luput dari pahala amalan yang lebih utama dan ia terus tersibukkan dengan yang kurang afdal. Ia akan luput dari hal yang utama, luput dari amalan yang utama. Setan akan mendorong untuk melakukan amalan yang kurang afdal, akhirnya ia menganggapnya itulah yang baik.

Langkah setan yang keenam ini jarang yang mau memperhatikannya. Karena kita ketika terdorong melakukan suatu kebaikan, maka pasti menganggapnya itu baik dan dianggap sebagai suatu qurbah(pendekatan diri kepada Allah). Hampir-hampir kita mengatakan bahwa hal semacam ini tidak mungkin didorong oleh setan karena setan tidak mungkin mengajak kepada kebaikan. Akhirnya kita menganggapnya pun baik dan menganggap bahwa ini semua didorong oleh Allah.

Kita bisa jadi tidak mengetahui kalau setan itu bisa mengajak pada 70 pintu kebaikan. Dari pintu-pintu tersebut ada satu pintu yang diarahkan pada kejelekan. Dan bisa pula kita dilalaikan dari kebaikan yang lebih besar dari 70 pintu tersebut, yaitu ada yang lebih utama dan ada yang lebih afdal. Yang mengenal hal ini hanyalah yang mendapatkan cahaya petunjuk dari Allah sehingga bisa mengenal bagaimanakah cara mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik, juga bisa mengenal bagaimanakah tingkatan-tingkatan beramal secara prioritas.

 

Jika seorang hamba tidak mampu menjaga diri dari enam hal di atas, maka pasukan setan dari kalangan manusia dan jin akan mengganggunya dengan berusaha membuatnya kafir, sesat, dan terjerumus dalam bid’ah. Waspadalah!

Pembahasan di atas disarikan dari Badai’ul Fawaid karya Ibnul Qayyim, 2:799-802.

Semoga Allah menjauhkan kita dari setiap langkah setan.

 

Referensi:

  1. Alam Al-Jin wa Asy-Syaithan. Cetakan Tahun 1433 H. Prof. Dr. ‘Umar Sulaiman ‘Abdullah Al-Asyqar. Penerbit Dar An-Nafais. hlm. 79;
  2. Badai’ul Fawaid. Cetakan ketiga, Tahun 1433 H. Ibnul Qayyim. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid. 2:799-802;
  3. Tafsir Al-Baghawi (Ma’alim At-Tanzil). Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Imam Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi, Penerbit Dar Thiybah. 3:645-646;
  4. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 6:348-349;
  5. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Hlm. 739.

Diselesaikan di Darush Sholihin Panggang (Perpus Rumaysho), Rabu sore, 2 Muharram 1440 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button