Tafsir Al Qur'an

Faedah Surat An-Nuur #08: Hikmah di Balik Tuduhan Selingkuh pada Aisyah

 

Apa hikmah di balik tuduhan selingkuh pada Aisyah?

 

Tafsir Surah An-Nuur

Ayat 11

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.” (QS. An-Nuur: 11)

 

Penjelasan Ayat

Sesungguhnya mereka yang mendatangkan berita dusta dengan menuduh Ummul Mukminin, Aisyah radhiyallahu ‘anha telah berzina, mereka tetap mengaku bagian dari kalian. Mereka mengaku secara lahiriyah sebagai mukmin, namun kenyataannya adalah munafik.

Dari berita bohong yang tersebar, setelah itu datanglah kebaikan dengan Aisyah dibebaskan dari tuduhan zina. Ini adalah kebaikan yang besar. Seandainya tidak ada berita dusta tersebut, tidak ada pembebasan tuduhan zina. Kebaikan lainnya pula, ayat tersebut akhirnya akan terus dibaca hingga hari kiamat.

Sedangkan semua orang yang menyebar berita dusta dan mendukungnya mendapatkan dosa dan akan mendapatkan hukuman pedih di akhirat. Mereka adalah munafik yang berada di bagian dasar neraka.

 

Faedah dari Ayat

  1. Orang yang menyebar berita dusta masih disebut beriman, mereka tidaklah keluar dari iman.
  2. Orang munafik itu dianggap mukmin cuma dari tampilan lahiriyah. Karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyikapi orang munafik dengan penyikapan lahiriyah sebagai muslim.
  3. Menuduh istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berzina dihukumi hadd qadzaf (80 kali cambukan), bukan dihukumi hadd kufur (eksekusi mati). Kecuali yang menuduh Aisyah berselingkuh, maka ia dihukumi kafir karena ia telah mendustakan Al-Quran. Juga karena hal ini berkaitan dengan kewajiban menghormati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  4. Manusia menilai suatu musibah cuma dari yang ia lihat dan ia kadang tidak mengetahui ada hikmah yang lebih baik di balik musibah tersebut. “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
  5. Manusia dibalas sesuai dengan amalan yang ia perbuat dan ia tidak diberi hukuman karena dosa orang lain. Dalam ayat disebutkan, “Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya.”
  6. Orang beriman diberikan hukuman atas dosanya di dunia dengan dikenakan hukuman hadd. Sedangkan orang munafik diberi hukuman di akhirat, tidak dikenakan hukuman hadd di dunia.
  7. Yang menyebar berita dusta pertama kali, ia mendapatkan dosa yang besar karena dialah pembuka pintu kejelekan. Setiap yang mengikuti dia dalam hal kejelekan, maka ia akan mendapatkan dosa yang sama. Sebaliknya, setiap orang yang menjadi pembuka kebaikan, maka ia mendapatkan pahala pula dari orang yang mengikutinya.

 

Referensi:

  1. Tafsir Al-Qur’an Al-Karim – Surat An-Nuur. Cetakan pertama, tahun 1436 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Ibnu ‘Utsaimin. Hlm. 65-68.
  2. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah. Hlm. 592-593

 

Sebab Terjadi Perselingkuhan

 

Pertama: Jauh dari agama.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir: 28).

Seseorang juga akan mudah meraih kebaikan dengan ilmu termasuk selamat dari zina. Dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037).

Coba bandingkan dengan orang yang tidak paham agama, peluang untuk berselingkuh lebih besar.

 

Kedua: Kurang menjaga kehormatan diri dan tidak menutup aurat ketika keluar rumah (bagi wanita).

Padahal Allah Ta’ala memerintahkan,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33).

Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ

Apabila seorang wanita memakai wewangian, lalu keluar menjumpai orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka wanita itu adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad, 4:413. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid.)

Dari Abul Ahwash, dari ‘Abdullah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi, no. 1173. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini shahih.)

 

Ketiga: Tidak bisa menahan pandangan karena awalnya zina adalah dari memandang.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ

Setiap anak Adam telah ditetapkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga adalah dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Bukhari, no. 6243 dan Muslim, 2657)

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ

Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar.” (HR. Bukhari, no. 2465)

Dari Abu Thalhah Zaid bin Sahl radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كُنَّا قُعُودًا بِالأَفْنِيَةِ نَتَحَدَّثُ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ عَلَيْنَا فَقَالَ « مَا لَكُمْ وَلِمَجَالِسِ الصُّعُدَاتِ اجْتَنِبُوا مَجَالِسَ الصُّعُدَاتِ ». فَقُلْنَا إِنَّمَا قَعَدْنَا لِغَيْرِ مَا بَاسٍ قَعَدْنَا نَتَذَاكَرُ وَنَتَحَدَّثُ. قَالَ « إِمَّا لاَ فَأَدُّوا حَقَّهَا غَضُّ الْبَصَرِ وَرَدُّ السَّلاَمِ وَحُسْنُ الْكَلاَمِ »

Kami duduk-duduk di lapangan sambil bercakap-cakap di sana. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kemudian berdiri di dekat kami. Beliau bersabda, ‘Mengapa kalian berkumpul duduk-duduk di jalanan? Jauhilah berkumpul di jalanan.’ Kami berkata, ‘Kami hanya duduk untuk sesuatu yang tidak apa-apa. Kami duduk untuk saling mengingatkan dan bercakap-cakap.’ Beliau bersabda, ‘Jika tidak bisa menjahuinya, maka berikanlah hak jalan: menundukkan pandangan, menjawab salam, dan berbicara yang baik.’” (HR. Muslim, no. 2161)

 

Keempat: Kurang menjaga diri dari hal-hal yang dapat mengantarkan pada zina.

Seperti berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram atau bentuknya bermesraan lewat telepon genggam.

Dalam ayat disebutkan,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amir, yaitu Ibnu Rabi’ah, dari bapaknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ لاَ تَحِلُّ لَهُ ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ ، إِلاَّ مَحْرَمٍ

Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita yang tidak halal baginya karena sesungguhnya syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali apabila bersama mahramnya.” (HR. Ahmad, no. 15734. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan hadits ini shahih lighairihi.)

 

Kelima: Tidak menjalankan kewajiban masing-masing dengan baik

Kewajiban paling utama dari suami adalah mempergauli istri dengan baik. Sedangkan kewajiban paling utama dari istri adalah taat dan menurut perintah suami.

 

Moga Allah memberikan taufik dan hidayah untuk terus berada dalam kebaikan dan dijauhkan dari berbagai maksiat.

Disusun di Perpus Rumaysho, 28 Rabi’ul Awwal 1439 H, Sabtu pagi

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button