Ilmu Ushul

Apakah Hadits Mursal Bisa Dijadikan Hujjah?

Hadits mursal masuk dalam pembahasan hadits-hadits yang terputus sanadnya. Secara istilah, hadits mursal berarti hadits yang di akhir sanad yaitu di atas tabi’in terputus. Bentuknya adalah seperti tabi’in senior atau jenior berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian atau melakukan demikian.

Contohnya dapat kita lihat dalam tafsir Al Qu’ran Al ‘Azhim, Ibnu Katsir membawakan perkataan Al Hasan Al Bashri. Al Hasan mengatakan bahwa ketika turun surat Alam Nasyroh ayat 5-6, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أبْشِرُوا أتاكُمُ اليُسْرُ، لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ

Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Karena satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.” Lihatlah dalam riwayat ini Al Hasan Al Bashri langsung mengatakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tanpa beliau membawakan perkataan sahabat.

Inilah contoh hadits mursal menurut ulama pakar hadits. Sedangkan menurut ulama fiqh dan ushul, hadits mursal itu lebih umum. Pokoknya segala hadits yang terputus sanadnya di posisi mana saja disebut hadits mursal menurut mereka.

Hukum Asal Hadits Mursal

Asalnya hadits mursal adalah hadits mardud (hadits yang tertolak) dikarenakan tidak terpenuhinya salah satu syarat hadits maqbul (yang diterima) yaitu terputusnya sanad. Akibat terputusnya sanad ini, akhirnya perowi yang terhapus tidak diketahui keadaannya, boleh jadi yang dihapus adalah selain sahabat. Dari sisi ini, kita katakan bahwa asal hadits mursal adalah dhoi’f (lemah).

Namun sebagian ulama berpandangan bahwa perowi yang biasa dihapus dalam hadits mursal adalah sahabat. Para ulama sudah menyatakan bahwa seluruh sahabat termasuk ‘adl (sholeh, bukan fasiq). Sehingga tidak mengapa tidak diketahui keadaan mereka. Dari sinilah lantas terjadi silang pendapat apakah hadits mursal bisa dijadikan hujjah ataukah tidak.

Apakah Hadits Mursal Bisa Menjadi Hujjah?

Mengenai masalah ini, terjadi silang pendapat di antara para ulama.

Pendapat pertama: Hadits mursal adalah hadits dho’if dan tertolak.

Yang berpendapat seperti ini adalah mayoritas ulama pakar hadits, serta kebanyakan ulama ushul dan fiqh. Alasan mereka karena dalam hadits mursal terdapat jahalah perowi (ada perowi yang tidak diketahui keadaannya), boleh jadi yang terhapus adalah selain sahabat.

Pendapat kedua: Hadits mursal adalah hadits shahih, bisa dijadikan hujjah.

Yang berpendapat seperti ini adalah tiga ulama madzhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad) dan juga sekelompok ulama lainnya. Namun mereka memberi syarat, tabi’in yang meriwayatkan hadits mursal harus tsiqoh (terpercaya), sehingga ia tidak meriwayatkan selain dari yang tsiqoh. Hujjah mereka adalah bahwa tabi’in yang tsiqoh mustahil ia katakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, kecuali ia mendengarnya dari yang tsiqoh pula.

Pendapat ketiga: Hadits mursal bisa diterima dengan memenuhi syarat.

Inilah yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i dan ulama lainnya.

Syarat yang harus dipenuhi ada empat. Tiga syarat berkaitan dengan perowi dan satu syarat berkaitan dengan hadits mursalnya. Syarat yang dimaksud adalah sebagai berikut.

  1. Yang meriwayatkan hadits mursal adalah tabi’in senior (bukan junior).
  2. Tabi’in tersebut dikatakan tsiqoh oleh orang yang meriwayatkannya.
  3. Didukung oleh pakar hadits terpercaya lainnya yang tidak menyelisihinya.
  4. Hadits mursal tersebut didukung oleh salah satu dari: (1) hadits musnad, (2) hadits mursal lain, (3) bersesuaian dengan perkataan sahabat, atau (4) fatwa mayoritas ulama.

Pendapat yang lebih tepat dalam masalah ini adalah yang merinci sebagaimana pendapat ketiga yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i. Inilah yang rojih menurut penulis.

Mengenai Mursal Sahabat

Hadits mursal shohabi (sahabat) adalah hadits yang sahabat mengatakan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian atau melakukan demikian. Namun sahabat ini tidak mendengarnya atau menyaksikannya langsung dikarenakan usianya yang masih belia, terakhir masuk Islam atau ia tidak ada ketika hadits tersebut diucapkan. Contoh hadits mursal shohabi adalah perkataan sahabat junior yang mengatakan bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda demikian, misalnya dari Ibnu ‘Abbas atau Ibnuz Zubair.

Hadits mursal shohabi sendiri bisa dijadikan hujjah menurut mayoritas ulama. Jadi, mursal shohabi adalah hadits yang shahih. Karena yang biasa terjadi pada mursal sahabat adalah sahabat junior menerimanya dari sahabat lainnya yang mungkin lebih senior dan jarang sekali ia menerimanya dari tabi’in. Jika ia menerimanya dari tabi’in, pasti ia akan menjelaskannya. Namun jika tidak ia sebutkan hukum asalnya adalah mursal sahabat berasal dari sahabat lainnya.

Sedangkan pendapat yang menyatakan mursal sahabat tidak bisa dijadikan hujjah adalah pendapat yang begitu lemah. Yang benar adalah pendapat pertama di atas.

Semoga yang singkat ini bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.

 

Referensi: Taisir Mustholah Al Hadits, Dr. Mahmud Thohan, hal. 57-58, Markaz Al Huda Lid Dirosaat, cet. Tahun 1415 H

Baca Juga: Hadits Dho’if, Bolehkah Dijadikan Sandaran Hukum?

Artikel www.rumaysho.com

Muhammad Abduh Tuasikal

Faedah dari Kajian Taisir Mustholah Al Hadits, 4 Rajab 1431 H, wisma MTI

Artikel yang Terkait

5 Komentar

  1. Ustadz, apa maksud dari lafadz hadits ini Rosulullah Shallallah alaihi wassalam bersabda, Aku adalah pengaman bagi sahabatku,jika aku telah pergi maka akan datang apa yang telah dijanjikan atasnya. nukilan dari HR.Muslim dari Abu musa al-asy’ari radhiyallahu anhu

  2. Ustadz, apakah Thoowuus bin Kaisaan itu termasuk taabi’iin senior? Dimana beliau meriwayatkan secara mursal tentang posisi tangan Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam ketika bersedekap di dalam sholat yaitu di atas dada. Diriwayatkan Abu Daawud.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button