Kaedah Fikih (28): Hukum itu Berlaku Hingga Terpenuhi Syarat dan Hilangnya Penghalang
Syarat dan penghalang hukum, ini kaidah fikih yang penting dipelajari.
Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam bait syair kaidah fikihnya berkata:
وَلاَ يَتِمُّ الحُكْمُ حَتَّى تَجْتَمِعْ
كُلُّ الشُّرُوْطِ وَالمَوَانِعْ تَرْتَفِعْ
Tidak sempurna suatu hukum sampai terpenuhi,
Seluruh syarat dan hilangnya penghalang
Yang dimaksud dengan syarat adalah:
مَا يَتَوَقَّفُ وُجُوْدُ الشَّيْءِ عَلَى وُجُوْدِهِ وَيَلْزَمُ مِنْ عَدَمِهِ العَدَمُ وَلاَ يَلْزَمُ مِنْ وُجُوْدِهِ وُجُوْدُ الشَّيْءِ
“Sesuatu tergantung pada adanya dia. Tidak adanya dia berarti tidak ada sesuatu. Namun jika ada dia, belum tentu sesuatu itu ada.”
Baca juga: Syarat Shalat dari Bulughul Maram
Misalnya: thaharah (bersuci) adalah syarat shalat. Shalat itu tergantung pada thaharah (bersuci). Tidak adanya thaharah berarti tidak ada shalat. Namun, jika thaharah itu ada, belum tentu shalat itu ada.
Syarat itu ada macam-macam:
- Syarat sah, seperti thaharah itu syarat sah shalat.
- Syarat wujub, seperti syarat tamyiz.
- Syarat sah dan wujub, seperti syarat berakal.
- Syarat adaa’ (penunaian), seperti yang disebutkan dalam kitab haji.
Mawani’ (penghalang) adalah:
مَا يَلْزَمُ مِنْ وُجُوْدِهَا عَدَمَ الحُكْمِ وَلاَ يَلْزَمُ مِنْ عَدَمِهَا وُجُوْدَ الحُكْمِ وَلاَ عَدَمَهُ لِذَاتِهِ
“Adanya mawani’ berarti tidak adanya hukum. Tidak adanya mawani’ tidak melazimkan adanya hukum atau tidak adanya dilihat dari dzatnya.”
Contoh: Haidh adalah jadi penghalang wajibnya shalat. Adanya haidh berarti menunjukkan tidak adanya kewajiban shalat. Namun, bukan berarti tidak adanya haidh, berarti ada shalat atau tidak adanya. Karena bisa jadi ia tidak haidh, tetapi ia dalam keadaan majnun (gila), maka tidak wajib shalat.
Mawani’ itu ada tiga:
- Mawani’ sedari awal hingga seterusnya, seperti persusuan itu jadi penghalang nikah dari awal hingga seterusnya.
- Mawani’ yang menghalangi dari awal, tetapi tidak menghalangi seterusnya, seperti ihram jadi penghalang nikah, artinya orang yang lagi ihram tidak boleh menikah, tetapi hal ini tidak berlaku selamanya.
- Mawani’ yang menghalangi seterusnya, tetapi tidak menghalangi dari awal, seperti talak raj’iy (yang bisa rujuk) menghalangi nikah seterusnya, tetapi tidak menghalangi dari awal.
Referensi:
Syarh Al–Manzhumah As-Sa’diyah fi Al-Qawa’id Al–Fiqhiyyah. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kanuz Isybiliya.
—
Selesai disusun di Perjalanan Panggang – Jalan Kaliurang, 6 Rajab 1443 H, 8 Februari 2022
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com