Ilmu Ushul

Kaedah Fikih (27): Kata yang Memberikan Makna Umum

Kita lanjutkan lagi bahasan kaedah fikih Syaikh As-Sa’di. Bahasan kali ini agak berat karena terkait dengan bahasa Arab. Mungkin yang mudah memahaminya adalah mereka sudah memahami ilmu nahwu dengan baik.

Baca pembahasan sebelumnya: Kaedah Fikih (26): Merusak Tetapi Tidak Perlu Ganti Rugi

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata,

وَ(أَلْ) تُفِيـْدُ الْكُـلَّ فـِي الْعُـمُــومِ

فِي الجَمْــعِ وَالإِفْــرَادِ كَالْعَــلِيـْمِ

“Kata yang mengandung alif lam memberikan makan umum (al-‘umum)

baik kata yang mengandung alif lam ini dalam bentuk mufrad ataukah jamak seperti kata al-‘aliim.”

وَالنَّـكِـرَاتُ فـِي سِـيَـاقِ النَّـفْــيِ

تُعْطِـي الْعُمُومَ أَوْ سِيـَاقِ النَّهْــيِ

“Kata nakirah dalam konteks kalimat nafi (peniadaan)

menunjukkan makna umum, begitu pula nakirah dalam konteks kalimat nahi (pelarangan).”

كَذاكَ (مَـنْ) وَ(مَـا) تُفِيـْدَانِ مَعَـا

كُلَّ الْعُمُـوْمِ يَـا أُخَــيَّ فَاسْـمَـعَــا

“Begitu pula kata man (siapa) dan maa (apa),

keduanya memberikan makna umum wahai saudaraku, maka dengarkanlah.

وَمِثْـلُـــهُ الـمـُفْـــرَدُ إِذْ يُـضَـــافُ

فَافْهَـمْ هُدِيْتَ الرُّشْـدَ مَا يُضَــافُ

“Contoh lainnya, kata mufrad jika diidhafahkan (disandarkan pada kata lain, memberikan makna umum),

maka pahamilah semoga kamu diberi petunjuk.”

Pengertian al-‘aamm

Al-‘aam secara bahasa artinya: syamil, meliputi segala sesuatu, umum.

Secara istilah, al-‘aam artinya lafazh yang memberikan makna umum, mencakup semua anggota tanpa ada pembatasan.

Hukum asalnya, kita beramal dengan lafaz umum sampai datangnya dalil pengkhususan.

 

Macam-macam alif laam

Kata yang mengandung alif laam ada tiga macam:

Pertama: Alif laam adalah alif laam tambahan (zaaidah) seperti alif laam yang ada sebelum nama orang. Contoh: Al-Harits, Al-‘Abbas. Alif laam di sini tidak memberikan makna umum.

Kedua: Alif laam ‘ahdiyyah, berarti kata yang mengandung alif laam ini merujuk pada kata yang sudah dimaksud.

Contoh pada ayat,

إِنَّآ أَرْسَلْنَآ إِلَيْكُمْ رَسُولًا شَٰهِدًا عَلَيْكُمْ كَمَآ أَرْسَلْنَآ إِلَىٰ فِرْعَوْنَ رَسُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir’aun.” (QS. Al-Muzammil: 15).

Pada ayat di atas ada kata ROSUULAN (tanpa alif laam), artinya seorang Rasul. Pada ayat berikutnya disebutkan,

فَعَصَىٰ فِرْعَوْنُ ٱلرَّسُولَ فَأَخَذْنَٰهُ أَخْذًا وَبِيلًا

“Maka Fir’aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat.” (QS. Al-Muzammil: 16). Di sini disebutkan ROSUL, tetapi dengan alif laam. Rasul yang dimaksud di sini adalah Rasul pada ayat ke-15.

Kata rasul yang mengandung alif laam di sini karena maksudnya adalah alif laam ‘ahdiyyah tidak menunjukkan makna umum.

Ketiga: Alif laam jinsiyyah yang dimaksud adalah alif laam yang menunjukkan jenis. Inilah yang dimaksudkan dapat memberikan makna umum, sebagai tandanya alif laam tersebut dapat digantikan dengan kata “kullu” (berarti: semua). Alif laam ini bisa jadi:

  1. masuk dalam kata jamak seperti al-mu’minuun, al-muslimuun, ar-rijaal.
  2. masuk dalam nama jenis seperti air.
  3. masuk dalam isim mufrad (kata tunggal), seperti pada ayat,

وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri.” (QS. Al-Maidah: 38). Ini artinya semua pencuri laki-laki dan perempuan.

Begitu pula ayat,

الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina.” (QS. An-Nuur: 2). Ini artinya semua perempuan dan laki-laki pezina.

 

Dalil alif laam memberikan makna umum

Dalil bahwa alif laam memberikan makna umum karena boleh ada kalimat istitsnaa’ (pengecualian setelah itu). Seperti pada ayat,

إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (QS. Al-‘Ashr: 2). Kata al-insaan (manusia) berarti semua manusia.

Setelah itu ada pengecualian,

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 3). Di sini berarti yang tidak masuk dalam pengecualian tetap berada dalam makna umum yaitu termasuk orang-orang merugi.

Catatan:

Adapun contoh yang diberikan oleh Syaikh As-Sa’di dengan beliau mengatakan,

فِي الجَمْــعِ وَالإِفْــرَادِ كَالْعَــلِيـْمِ

baik kata yang mengandung alif lam ini dalam bentuk mufrad ataukah jamak seperti kata al-‘aliim.

Al-‘aliim di sini termasuk shighah mubalaghah yang memberikan makna sangat atau maha, sehingga al-‘aliim berarti Maha mengetahui. Kesimpulannya, al-‘aliim tidak memberikan makna umum karena alif laam pada kata al-‘aliim adalah alif laam ‘ahdiyyah, bukan alif laam jinsiyyah.

 

Penerapan beberapa masalah dengan lafaz yang mengandung alif laam yang memberikan makna umum

Para ulama membuat sebuah kaidah,

الأَصْلُ فِي البَيْعِ الحِلُّ

“Hukum asal jual beli adalah halal.” Alif laam di sini adalah umum, berarti hukum asal semua jual beli adalah halal. Dalil dari kaidah ini adalah firman Allah Ta’ala,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)

 

Apa itu nakirah?

Nakirah adalah setiap kata yang menunjukkan sesuatu yang tidak tertentu (ghairu mu’ayyan).

Nakirah itu ada dua macam:

Pertama: Terletak dalam kalimat itsbat (penetapan, positif) menunjukkan makna mutlak. Lafaz mutlak adalah lafaz yang menunjukkan sesuatu yang tidak tertentu yang menunjukkan semua jenisnya.

Makna mutlak ini seperti pada firman Allah,

وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah: 30). Budak yang dimaksudkan di sini adalah budak apa pun yang disebut budak.

Kedua: Terletak dalam konteks nafi (peniadaan), nahi (pelarangan), istifham (kalimat pertanyaan), syarat, semuanya memberikan makna umum.

Contohnya seperti dalam firman Allah,

وَلَا تَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَٰهًا آخَرَ ۘ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ ۚ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, tuhan apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya-lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Qasas: 88)

 

Maa dan man memberikan makna umum

Maa (apa) dan man (siapa) bisa memberikan makna umum, baik maa dan man itu sebagai isim syarat, isim mawshul, isim istifham.

Hal ini seperti dalam firman Allah,

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Jatsiyah: 15)

Man dalam ayat di atas menunjukkan makna umum, yaitu siapa yang beramal saleh.

 

Isim mufrad (kata tunggal) jika diidhafahkan

Kata tersebut itu mufrad mudhaf, artinya kata tunggal dan ada kata lagi yang disandarkan setelah itu. Seperti pada kata nikmat Allah dalam ayat berikut,

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18). Kata ni’matullah adalah kata mufrad mudhaf, memberikan makna umum, artinya semua nikmat Allah mencakup nikmat duniawi dan ukhrawi. Sehingga ayat ini punya makna mendalam, semua nikmat Allah tidak bisa kita hitung semuanya.

Namun, jumhur ulama tidak menganggap mufrad mudhaf ke isim makrifah menunjukkan makna umum. Inilah pendapat yang lebih tepat. Demikian menurut pendapat dari Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy-Syatsri dan Syaikh Khalid Al-Musyaiqih. Kata idhafah bisa menunjukkan umum jika:

  1. Suatu kata disandarkan pada bentuk jamak. Contoh: awlaadikum, anak-anak kalian.
  2. Suatu kata disandarkan pada isim jenis. Contoh: maa-ul bahri, air laut.

Sedangkan kalimat “نِعْمَةَ اللَّهِ” (nikmat Allah) pada ayat di atas, maksud nikmat adalah isim jenis, bukan masuk dalam bahasan mufrad mudhaf. Walaupun tetap memberikan makna umum.

 

Referensi:

  1. Syarh Manzhumah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah li Al-‘Allamah ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Cetakan pertama, Tahun 1436 H. Dr. Khalid bin ‘Ali Al-Musyaiqih. Penerbit Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabi.
  2. Syarh AlManzhumah As-Sa’diyah fi Al-Qawa’id AlFiqhiyyah. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy-Syatsri. Penerbit Dar Kanuz Isybiliya.

 

Selesai disusun di Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, Senin  sore bakda Isya, 14 Dzulqa’dah 1441 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button