Ilmu Ushul

Kaedah Fikih (21): Kalau Lupa Bagaimana?

Bagaimana kalau seseorang lupa? Lupa mengerjakan shalat, atau lupa makan saat puasa, bagaimana hukumnya?

 

Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam bait sya’irnya berkata,

وَالخَطَاءُ وَالإِكْرَاهُ وَالنِّسْيَانُ

أَسْقَطَهُ مَعْبُوْدُنَا الرَّحْمَانُ

لَكِنْ مَعَ الإِتْلاَفِ يَثْبُتُ البَدَلُ

وَيَنْتَفِي التَّأْثِيْمُ عَنْهُ وَالزَّلَلُ

Tidak sengaja, dipaksa dan lupa,

Maka Allah -sesembahan kita yang Maha Pengasih- menggugurkan dosa

Akan tetapi jika ada penghancuran, mesti ada ganti rugi,

Namun untuk dosa dan kekeliruan tidaklah dikenakan

 

Kesimpulan dalam bait sya’ir di atas adalah jika lupa, maka tidak dikenai dosa.

Dalam hadits Ibnu ‘Abbas, ketika turun firman Allah Ta’ala,

لاَ يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS. Al Baqarah: 286). Lalu Allah menjawab, aku telah mengabulkannya.” (HR. Muslim no. 125).

Juga dapat dilihat dalam hadits Ibnu ‘Abbas secara marfu’, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِى الْخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

Sesungguhnya Allah menghapuskan dari umatku dosa ketika mereka dalam keadaan keliru, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibnu Majah, no. 2045. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 

Ada kaedah yang perlu diingat dalam masalah ini. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

وسر الفرق أن من فعل المحظور ناسيا يجعل وجوده كعدمه ونسيان ترك المأمور لا يكون عذرا في سقوطه كما كان فعل المحظور ناسيا عذرا في سقوط الإثم عن فاعله

“Perbedaan penting yang perlu diperhatikan bahwa siapa yang melakukan yang haram dalam keadaan lupa, maka ia seperti tidak melakukannya. Sedangkan yang meninggalkan perintah karena lupa, itu bukan alasan gugurnya perintah. Namun bagi yang mengerjakan larangan dalam keadaan lupa, maka itu uzur baginya sehingga tidak terkenai dosa.” (I’lam Al-Muwaqi’in, 2: 51).

Pertama dalam masalah lupa karena melakukan yang haram, dihukumi seperti dianggap tidak melakukannya dan tidak dikenai dosa. Misalnya, makan dalam keadaan lupa di saat puasa di siang hari.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ, فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ, فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ, فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اَللَّهُ وَسَقَاهُ

Barangsiapa yang lupa sedang ia dalam keadaan puasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya karena kala itu Allah yang memberi ia makan dan minum.” (HR. Bukhari, no. 1933; Muslim, no. 1155).

Kedua dalam masalah lupa karena meninggalkan perintah, ia tetap melakukan perintah tersebut. Contoh dalam hal ini adalah lupa mengerjakan shalat.

إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلاَةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمِ الصَّلاَةَ لِذِكْرِى

Jika salah seorang di antara kalian tertidur dari shalat atau ia lupa dari shalat, maka hendaklah ia shalat ketiak ia ingat. Karena Allah berfirman (yang artinya): Kerjakanlah shalat ketika ingat.” (HR. Muslim, no. 684)

 

Bahasan lengkap yang perlu dibaca: Meninggalkan Kewajiban dan Melakukan Larangan Karena Lupa.

 

Semoga bermanfaat.

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 22 Dzulhijjah 1437 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button