Shalat

Tata Cara Shalat Khauf Saat Perang dan Bahaya: Penjelasan Lengkap Sesuai Sunnah

Shalat Khauf adalah shalat yang dilakukan dalam kondisi bahaya atau situasi genting, seperti saat berada di medan perang atau dalam ancaman serangan musuh. Shalat ini merupakan bentuk rukhsah (keringanan) dalam syariat Islam, yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga shalat meskipun dalam kondisi penuh risiko. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah mempraktikkan beberapa bentuk shalat khauf bersama para sahabat di berbagai medan jihad. Hal ini menunjukkan fleksibilitas ajaran Islam dalam menjaga kewajiban ibadah di segala keadaan.

Shalat Khauf memiliki bentuk yang beragam, mencapai enam cara pelaksanaan, sebagaimana disebutkan dalam Shahih Muslim. Namun, penulis Matn Al-Ghayah wa At-Taqrib hanya membatasi penjelasannya pada tiga cara utama. Berikut penjelasannya:

 

Pertama: Musuh Berada Tidak di Arah Kiblat

Jenis ini jarang terjadi. Syaratnya adalah jumlah kaum muslimin cukup banyak sehingga bisa dibagi menjadi dua kelompok, dan masing-masing kelompok mampu menghadapi musuh.

  • Imam membagi mereka menjadi dua kelompok:

Kelompok pertama berdiri menghadap musuh untuk menjaga.

Kelompok kedua berada di belakang imam dan ikut shalat.

  • Imam shalat satu rakaat bersama kelompok yang ada di belakangnya.
  • Ketika imam bangkit untuk rakaat kedua, kelompok tersebut menyempurnakan sendiri sisa rakaatnya, kemudian berpindah ke posisi menjaga musuh.
  • Lalu datang kelompok penjaga pertama, mereka menggantikan posisi di belakang imam.
  • Imam kemudian shalat satu rakaat bersama mereka. Ketika imam duduk untuk tahiyat akhir, kelompok ini menyempurnakan sendiri sisa shalatnya.
  • Imam menunggu mereka sampai selesai, lalu salam bersama-sama.

Inilah bentuk shalat yang dilakukan Rasulullah ﷺ di Dzātur-Riqā‘. Dinamakan demikian karena mereka menambal (رقعوا) panji-panji mereka dalam peperangan tersebut. Ada juga pendapat lain terkait penamaannya.

 

Kedua: Musuh Berada di Arah Kiblat

Keadaan ini terjadi saat musuh berada di depan dan terlihat oleh kaum muslimin, serta tidak ada penghalang yang menutupi pandangan. Jumlah kaum muslimin cukup banyak untuk dibagi dalam beberapa kelompok.

  • Imam membariskan mereka dalam dua saf.
  • Imam bertakbir bersama semua jamaah.
  • Ketika imam sujud pada rakaat pertama, salah satu saf ikut sujud dua kali, sementara saf lainnya berjaga.
  • Setelah imam mengangkat kepala dari sujud, saf penjaga menggantikan sujud lalu menyusul imam.
  • Imam tahiyat dan salam bersama mereka semua.

Inilah cara yang dilakukan Rasulullah ﷺ di daerah ‘Usfān, yaitu sebuah desa yang terletak di jalur haji Mesir, sekitar dua perjalanan (marhalah) dari Makkah. Dinamakan demikian karena sering dilewati arus banjir (‘asf berarti menggiring air deras).

 

Ketiga: Dalam Keadaan Sangat Mencekam dan Perang Sengit

Situasi ini merupakan kondisi paling genting ketika dua pasukan sudah bercampur, tubuh mereka saling berdekatan dan tidak memungkinkan untuk meninggalkan medan perang.

Dalam kondisi seperti ini, masing-masing prajurit shalat semampunya, baik:

  • Sambil berjalan kaki,
  • Atau sambil berkendara,
  • Menghadap kiblat atau tidak.

Mereka diperbolehkan melakukan banyak gerakan dalam shalat, seperti melakukan serangan berulang-ulang, karena keadaan yang sangat darurat.

 

Referensi:

  • Al-Ghazzi, M. b. Q. (2023). Fath al-Qarib al-Mujib fi Syarh Alfazh at-Taqrib. Cairo: Dar Dhiya’.

 

________

11 Dzulqa’dah 1446 H, bertepatan dengan 9 Mei 2025, @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 4   +   1   =  

Back to top button