Shalat

Bacaan Qunut Witir yang Panjang

Kita lihat misalnya di Masjidil Haram, para imam membaca doa qunut witir begitu panjang. Apakah seperti itu dibolehkan?

Allah Ta’ala berfirman,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً

“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut.” (QS. Al A’raf: 55).

Qunut berarti di dalamnya meminta hajat, baik kebutuhan dunia maupun akhirat. Di dalamnya terdapat doa dan istighfar. Doa qunut tidak dibatasi dengan bacaan tertentu. Namun yang paling afdhol adalah doa yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah, juga dari para sahabat.

Imam Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Tidak ada bacaan tertentu untuk qunut witir.” (Mukhtashor Qiyamil Lail, hal. 325).

Imam An Nakho’i rahimahullah berkata, “Tidak ada bacaan khusus untuk qunut witir. Yang terpenting di dalamnya berisi doa dan istighfar.” (Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushonnafnya).

Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Tidak mengapa seseorang berdoa untuk hajatnya dalam qunut witir.” (Badai’ul Fawaid, 4: 1502).

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Al Qodhi ‘Iyadh menceritakan bahwa adanya kesepakatan para ulama bahwa doa qunut witir tidak dikhususkan dengan bacaan tertentu. Namun ada beberapa doa yang diriwayatkan oleh ulama hadits.” (Al Majmu’, 3: 331).

Bagaimana Panjangnya Bacaan Qunut Witir?

Panjangnya adalah yang tidak memberatkan para jamaah yang ada di belakang. Ulama yang lainnya mengatakan panjang qunutnya adalah seperti panjangnya surat Al Insyiqaq.

Adapun anggapan bahwa qunut yang panjang itu tidak tuntunannya, itu tidaklah benar. Sah-sahnya saja untuk memperlama doa karena doa adalah ibadah. Ibnu Taimiyah juga berkata,

وَقَدْ يَنْشَطُ الرَّجُلُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَطْوِيلَ الْعِبَادَةِ وَقَدْ لَا يَنْشَطُ فَيَكُونُ الْأَفْضَلُ فِي حَقِّهِ تَخْفِيفَهَا

“Seseorang ada yang sangat bersemangat dalam ibadah, maka lebih afdhol baginya memperlama ibadah. Ada pula yang tidak bersemangat, maka lebih afdhol baginya memperingan ibadah.” (Majmu’atul Fatawa, 22: 273)

Doa qunut tersebut diawali dengan memuji Allah kemudian bershalawat kepada Nabi kita Muhammad. Juga doa tersebut diakhiri dengan memuji Allah dan shalawat. Dalam kitab Al Adzkar, Imam Nawawi menyebutkan, “Para ulama sepakat bahwa disunnahkan memulai doa dengan memuji Allah terlebih dahulu lalu bershalawat kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga doa diakhiri dengan seperti itu pula. Riwayat atsar yang membicarakan hal itu banyak sekali dan sudah ma’ruf.” (Al Adzkar, hal. 94).

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz masih membolehkan pula membaca doa tersebut dari secarik kertas. (Fatawa Syaikh Ibnu Baz, 26: 137 dan 30: 31).

Doa Qunut Witir yang Diajarkan Rasul pada Hasan bin Ali bin Abi Tholib

Al Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajariku beberapa kalimat yang saya ucapkan dalam shalat witir, yaitu

اللَّهُمَّ اهْدِنِى فِيمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِى فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِى فِيمَا أَعْطَيْتَ وَقِنِى شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ

“Allahummahdiini fiiman hadait, wa’aafini fiiman ‘afait, watawallanii fiiman tawallait, wabaarik lii fiima a’thait, waqinii syarrama qadlait, fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarakta rabbana wata’aalait. (Ya Allah, berilah aku petunjuk di antara orang-orang yang Engkau beri petunjuk, dan berilah aku keselamatan di antara orang-orang yang telah Engkau beri keselamatan, uruslah diriku di antara orang-orang yang telah Engkau urus, berkahilah untukku apa yang telah Engkau berikan kepadaku, lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau tetapkan, sesungguhnya Engkau Yang memutuskan dan tidak diputuskan kepadaku, sesungguhnya tidak akan hina orang yang telah Engkau jaga dan Engkau tolong. Engkau Maha Suci dan Maha Tinggi)” (HR. Abu Daud no. 1425, An Nasai no. 1745, At Tirmidzi no. 464. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)[1]

Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Disusun di Pesantren Darush Sholihin, 16 Ramadhan 1435 H menjelang berbuka puasa

 

[1] Jika imam membaca doa qunut, yang dipakai adalah kata ganti plural, maka menjadi: Allahummahdinaa fiiman hadait, wa’aafinaa fiiman ‘afait, watawallanaa fiiman tawallait, wabaarik lanaa fiima a’thoit, waqinaa syarro maa qadhoit. Fainnaka taqdhi walaa yuqdho ‘alaik, wainnahu laa yadzillu man waalait, tabaarokta robbanaa wata’aalait.

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

8 Komentar

  1. afwan ust…
    tolong di beri penjelasan tentang artikel berbahasa arab yg saya copas itu..

  2. Assalammualaikum Ustad,

    Bagaiman sebaiknya sikap makmum ketika imam melafadzkan doa kunut, apakah makmum perlu mangangkat kedua tangan sambil mengucapkan amin seperti yang kita temukan pada sebagian besar masyarakat Indonesia pada saat shalat subuh berjamaah?

  3. Kalau Doa Qunut Witir yang Diajarkan Rasul pada Hasan bin Ali bin Abi Tholib seperti yang disebutkan diatas banyak dipakai di sholat subuh di masjid2 di daerah saya.

    1. Jadi apa yang harus dilakukan makmum yg tidak mengikuti mainstream spt itu, tetap mengikuti imamnya atau tidak, mengingat hal itu dilakukan setiap hari? Bahkan saya pernah mendapati ketika si imam pernah stlh i’tidal langsung sujud (imam lupa baca doa qunut), dengan segera para makmumnya mengucapkan “Subhanalloh”, sperti mengingatkan imam ada kesalahan, dan terus si imam bangun dan membaca doa qunut yang terlupa tadi.

      Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Hafsh bin Ghiyats dan Yazid bin Harun dari Abu Malik Al Asyja’i Sa’d bin Thariq berkata; Aku berkata kepada bapakku, “Wahai bapakku, engkau pernah shalat di belakang Rasulullah s.a.w., Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali di Kufah ini selama lima puluh tahun, apakah mereka melakukan qunut pada waktu shalat subuh?” ia menjawab, “Wahai putraku, itu adalah perkara baru (muhdats). ” (Atsar Riwayat Ibnu Majah No. 1231) Nashiruddin Al-Albani mengatakan atsar ini shahih.

      Dan sekiranya ada alternatif masjid lain yg tidak melakukan hal itu, bolehkah pindah?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button