Umum

Larangan Musik dalam Islam: Penjelasan Surah Luqman Ayat 6

Setiap manusia diuji dengan hal-hal yang bisa melalaikan dari mengingat Allah. Ada yang sibuk mengejar harta, ada yang hanyut dalam permainan, bahkan ada yang tenggelam dalam lantunan musik dan nyanyian yang menjauhkan hati dari ayat-ayat Allah. Al-Qur’an telah memberi peringatan keras tentang fenomena ini.

Dalam Surah Luqman ayat 6, Allah menyebut sebagian manusia membeli lahwul hadits—perkataan sia-sia—untuk menyesatkan dari jalan-Nya. Para sahabat dan ulama tafsir menegaskan bahwa yang dimaksud di antaranya adalah nyanyian dan musik, bahkan sebagian menafsirkannya sebagai perbuatan membeli budak perempuan untuk dijadikan penyanyi.

Tulisan ini akan membahas penafsiran para ulama tentang ayat tersebut, termasuk riwayat dari Ibnu Mas‘ud, Ibnu ‘Abbas, serta hadits Nabi ﷺ tentang larangan menjual dan membeli budak penyanyi. Dari sini, kita dapat memahami betapa bahayanya musik dan nyanyian yang melalaikan, hingga ia dijadikan bahan peringatan khusus dalam Al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشْتَرِى لَهْوَ ٱلْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

wa minan-nāsi may yasytarī lahwal-ḥadīṡi liyuḍilla ‘an sabīlillāhi bigairi ‘ilmiw wa yattakhiżahā huzuwā, ulā`ika lahum ‘ażābum muhīn

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6)

Penjelasan dari Tafsir Imam Ibnu Katsir:

Setelah Allah Ta‘ālā menyebutkan keadaan orang-orang bahagia, yaitu mereka yang mendapat petunjuk dengan Kitab Allah dan memperoleh manfaat dari mendengarnya—sebagaimana firman-Nya:

﴿ اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُّتَشَابِهًا مَّثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ ﴾

“Allah telah menurunkan perkataan yang paling indah, yaitu Kitab yang serupa lagi berulang-ulang. Kulit orang-orang yang takut kepada Rabb mereka menjadi merinding karenanya, kemudian kulit dan hati mereka menjadi tenang ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (QS. Az-Zumar: 23))

Allah kemudian menyebutkan pula keadaan orang-orang celaka, yaitu mereka yang berpaling dari mengambil manfaat dengan mendengarkan kalam Allah, dan justru menghadapkan diri pada nyanyian, musik, lantunan lagu, serta alat-alat hiburan.

Ibnu Mas‘ūd menafsirkan firman Allah:

﴿ وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ ﴾

“Dan di antara manusia ada yang membeli perkataan yang tidak berguna.”), beliau berkata: “Demi Allah, itu adalah nyanyian.”

Ibnu Jarīr meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Yūnus bin ‘Abd al-A‘lā, ia berkata: Telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb, ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku Yazīd bin Yūnus, dari Abū Shakhr, dari Abū Mu‘āwiyah al-Bajali, dari Sa‘īd bin Jubair, dari Abū ash-Shahbā’ al-Bakri, bahwa ia mendengar ‘Abdullāh bin Mas‘ūd ketika ditanya tentang ayat ini: ﴿

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ﴾

“Dan di antara manusia ada yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan dari jalan Allah”), maka ia menjawab: “Itu adalah nyanyian. Demi Allah yang tiada sesembahan selain Dia.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali.
Riwayat lain: dari Sa‘īd bin Jubair, dari Abū ash-Shahbā’, ia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Mas‘ūd tentang firman Allah:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ

Ia menjawab: “Itu adalah nyanyian.”

Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibnu ‘Abbās, Jābir, ‘Ikrimah, Sa‘īd bin Jubair, Mujāhid, Makḥūl, ‘Amr bin Syu‘aib, dan ‘Alī bin Buzaymah.

Al-Ḥasan al-Baṣrī berkata: “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan nyanyian dan seruling.”

Qatādah berkata tentang ayat:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ

“Demi Allah, bisa jadi ia tidak mengeluarkan uang untuk itu, tetapi maksud dari ‘membeli’ di sini adalah kesenangannya terhadap hal itu. Cukuplah seseorang tersesat ketika ia lebih memilih perkataan batil dibandingkan perkataan yang benar, lebih suka yang merugikan daripada yang bermanfaat.”

Ada pula yang menafsirkan bahwa maksud “membeli perkataan yang sia-sia” adalah membeli budak perempuan penyanyi.

Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan: Telah menceritakan kepada kami Muḥammad bin Ismā‘īl al-Aḥmasī, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Wakī‘, dari Khallād aṣ-Ṣaffār, dari ‘Ubaydullāh bin Zahr, dari ‘Alī bin Yazīd, dari al-Qāsim bin ‘Abdirraḥmān, dari Abū Umāmah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:

“Tidak halal menjual dan membeli budak perempuan penyanyi. Mengambil uang hasilnya adalah haram. Dan tentang mereka inilah Allah menurunkan ayat:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ ﴾.”

Hadits ini juga diriwayatkan oleh at-Tirmiżī dan Ibnu Jarīr melalui jalur ‘Ubaydullāh bin Zahr dengan lafaz serupa. At-Tirmiżī kemudian berkata: “Hadits ini gharib.” Ia juga menilai ‘Alī bin Yazīd—salah seorang perawi hadits ini—lemah.

Aku (Ibnu Katsīr) katakan: ‘Alī, gurunya, dan orang yang meriwayatkan darinya, semuanya lemah. Wallāhu a‘lam.

Adapun adh-Ḍaḥḥāk menafsirkan firman Allah

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ ﴾

dengan makna syirik. Demikian pula pendapat ‘Abdurraḥmān bin Zayd bin Aslam. Ibnu Jarīr memilih pendapat bahwa maknanya mencakup setiap perkataan yang menghalangi manusia dari ayat-ayat Allah dan dari mengikuti jalan-Nya.

Firman Allah:

لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ

maksudnya, mereka melakukan itu untuk menentang Islam dan kaum Muslimin.

Dalam qirā’ah yang membacanya dengan membuka huruf “ya” pada kata liyudhilla, maka lam di situ bermakna akibat (lam al-‘āqibah), atau bisa juga bermakna sebagai alasan kehendak Allah (takdir). Artinya: mereka ditakdirkan untuk itu, sehingga akibatnya menjadi demikian.

Firman Allah:

وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا

Mujāhid menafsirkan: “Ia menjadikan jalan Allah sebagai bahan ejekan.” Sedangkan Qatādah berkata: “Maksudnya adalah ia menjadikan ayat-ayat Allah sebagai bahan ejekan.” Dan pendapat Mujāhid lebih kuat.

Firman Allah:

أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ

artinya: Sebagaimana mereka meremehkan ayat-ayat Allah dan jalan-Nya, maka di Hari Kiamat mereka akan dihinakan dengan azab yang terus-menerus dan tidak pernah terputus.

Kesimpulan

Apabila menjual dan membeli budak perempuan penyanyi saja telah diharamkan dalam syariat, maka tentu seorang lelaki yang beriman akan lebih menjaga keluarganya dari nyanyian dan musik yang melalaikan. Terlebih lagi, sangatlah janggal apabila seorang suami meyakini bahwa musik itu haram, namun ia masih ridha mendengar istrinya bernyanyi atau memutar musik di sisinya. Sikap seperti ini jelas bertentangan dengan semangat menjaga diri dan keluarga dari perkara yang dilarang Allah.

Seorang suami yang baik semestinya berusaha melindungi rumah tangganya dari pintu-pintu keburukan, bukan justru membiarkannya terbuka. Keluarga yang dibangun di atas ketaatan akan jauh lebih diberkahi dan dirahmati oleh Allah Ta‘ālā.

Semoga Allah Ta‘ālā senantiasa memberikan kepada kita hidayah untuk memahami Al-Qur’an dengan benar, kekuatan untuk menjauhi segala hal yang melalaikan dari mengingat-Nya, serta keteguhan dalam menjaga keluarga kita di atas jalan yang lurus. Semoga rumah tangga kita dipenuhi dengan dzikir, tilawah, dan amal shalih, bukan dengan suara-suara yang menjauhkan hati dari Allah.

Baca Juga:

_______

 

Kamis, 20 Rabiul Awal 1447 H, 11 September 2025

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button