Teladan

Faedah Sirah Nabi: Surat Nabi kepada Para Raja, Strategi Dakwah yang Universal

Setelah Perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai mengirim surat kepada para raja dan penguasa di berbagai wilayah. Surat-surat ini menjadi bukti bahwa Islam adalah risalah universal yang ditujukan untuk seluruh umat manusia. Melalui surat Nabi kepada para raja tersebut, terlihat bagaimana dakwah beliau dirancang dengan hikmah dan strategi yang mendalam.

Para peneliti mengatakan bahwa para ahli sejarah berbeda pendapat tentang tanggal surat-surat tersebut sehingga tidak satu pun yang dapat memastikan tanggalnya. Kecuali hanya bahwa penulisan surat dan pengiriman utusan terjadi setelah perjanjian Hudaibiyah.

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak menulis surat, seseorang memberitahunya, “Mereka tidak akan membaca surat kecuali jika ada cap atau stempelnya.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membuat cap dari perak bertuliskan “Muhammad Rasulullah.” Salah satu surat yang paling autentik adalah surat yang dikirimkan Rasulullah kepada Heraklius, yang teksnya tercatat dalam Shahih Al-Bukhari:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

مِنْ مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ إِلَىٰ هِرَقْلَ عَظِيمِ الرُّومِ، سَلَامٌ عَلَىٰ مَنِ اتَّبَعَ الْهُدَىٰ. أَمَّا بَعْدُ: فَإِنِّي أَدْعُوكَ بِدِعَايَةِ الْإِسْلَامِ، أَسْلِمْ تَسْلَمْ، يُؤْتِكَ اللَّهُ أَجْرَكَ مَرَّتَيْنِ، فَإِنْ تَوَلَّيْتَ فَإِنَّ عَلَيْكَ إِثْمَ الْأَرِيسِيِّينَ.

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Dari Muhammad bin Abdullah utusan Allah

Untuk Heraklius, penguasa Romawi yang mulia

Selamatlah bagi yang mengikuti petunjuk.

Amma ba’du.

Aku mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuklah ke dalam Islam, niscaya engkau akan selamat. Allah akan memberikan kepadamu dua pahala. Jika menolak, maka engkau akan menanggung semua dosa orang-orang Arisin (penduduk Romawi).”

قُلْ يَٰٓأَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. Ali Imran: 64)

Di dalamnya juga terdapat kisah Heraklius dengan Abu Sufyan ketika ia bertanya kepadanya tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah surat itu datang kepadanya yang dibawa oleh Dihyah Al-Kalbi. Namun, raja tersebut tidak menjawab ajakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan tidak membalas dengan balasan yang baik. Ia lebih memilih kerajaannya sehingga tidak mendapatkan hidayah dari Allah.

Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim suratnya kepada Kisra yang dibawa oleh Abdullah bin Hudzaifah As-Sahmi. Beliau memerintahkan untuk menyerahkan kepada penguasa Bahrain lalu ia menyerahkan ke Kisra. Setelah membacanya, ia pun merobek-robeknya. Perawi berkata, “Aku menduga Ibnu Musayyib berkata, “Rasulullah mendoakan keburukan bagi mereka seraya berkata, “Mereka akan dicabik-cabik.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Hatib bin Abi Baltaah ke Mukauqis, penguasa Iskandariyah (Mesir). Kemudian ia pun menerima surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memuliakan Hatib, dan menyampaikan beberapa hadiah untuk Nab shallallahu ‘alaihi wa sallami.

Apa yang dilakukan Mukauqis menunjukkan penghargaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana juga menunjukkan bahwa beliau tidak menerima ajakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena khawatir akan kekuasaannya. Kalau saja bukan karena kekuasaan, niscaya ia akan masuk Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menyurati Raja Najasyi yang telah masuk Islam dan menshalatinya ketika ia meninggal dunia. Kemudian beliau juga menyurati Raja Najasi berikutnya yang memerintah dalam keadaan kafir. Dalam Shahih Muslim dikatakan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyurati raja Kaisar, Kisra, Najasy, dan semua penguasa mengajak mereka semua untuk beriman kepada Allah. Namun, bukan Najasy yang dishalatkan oleh beliau.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Sulaith bin Amr ke Haudzah bin Ali, penguasa Al-Yamamah, tetapi ia tidak masuk Islam. Selain itu, mengutus Al-‘Ala bin Hadhrami ke Jaifar bin Jalandi dan Ammar bin Jalandi Al-Azdi, penguasa Omman.

Beliau juga menyurati Al-Mundzir bin Sawi, penguasa Bahrain melalui Abul Ala Al-Hadhrami. Ia pun masuk Islam dan mengakui kekuasaan Nabi. Semua surat isinya mengajak kepada Islam dan masuk ke dalamnya.

 

PELAJARAN YANG BISA DIAMBIL

Pertama: Korespondensi yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para raja dan penguasa menunjukkan bahwa risalah ini bersifat universal dan untuk seluruh umat manusia. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua.” (QS. Al-A’raf: 158)

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (QS. Saba’: 28)

Setelah perjanjian damai, maka hal tersebut merupakan kesempatan emas untuk memperluas wilayah dakwah dan menyerukan berbagai umat yang belum mendengar risalah serta melakukan korespondensi ke berbagai penjuru yang belum sempat disurati.

Melalui keterangan teks-teks syariat dan aplikatif dalam sejarah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, jelaslah bahwa dakwah ini bersifat universal dan sekaligus menyangga orang-orang yang mengatakan bahwa Muhammad hanya diutus untuk masyarakat Arab saja dan tidak untuk masyarakat dunia.

Kedua: Penerimaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membuat cap atau stempel setelah diinformasikan bahwa orang-orang yang akan disurati tidak akan membaca, kecuali surat yang memiliki cap. Dari sini kita dapat melihat bagaimana beliau mampu beradaptasi dengan tradisi lain selama tidak bertentangan dengan agama.

Ketiga: Korespondensi yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para raja dan penguasa menegaskan akan hak-hak para penguasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat kepada mereka dengan menyebutkan jabatan dan penghargaan kepadanya. Yaitu: “Penguasa Romawi yang mulia, penguasa Persia yang mulia, dan demikian seterusnya.”

Keempat: Kita perhatikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan antara metode targhib wat tarhib (dorongan dan ancaman). Beliau berkata kepada penguasa Romawi, “Masuklah ke dalam Islam, niscaya engkau selamat dan Allah akan memberikan kepadamu dua pahala.” Ini adalah bentuk motivasi. Kemudian beliau berkata, “Jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa seluruh rakyat Arisyin.” dan ini adalah bentuk intimidasi kepadanya apabila tidak menerima Islam.

Kelima: Dari surat-surat tersebut tampak reaksi yang ditimbulkan oleh orang-orang yang disurati serta kejelian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menggunakan kata-kata yang sesuai sehingga dapat menggugah perasaan dan sikap empati. Oleh karena itu, mereka yang tidak masuk Islam, umumnya menolak dengan baik.

Keenam: Sikap para pemimpin Nasrani yang disurati oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan penolakan serta penghargaan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun mereka tidak memenuhi ajakan beliau. Kita ingat firman Allah,

۞ لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةً لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menymbongkan diri.”  (QS. Al-Ma’idah: 82)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati dari Nasrani Habasyah sikap mau menolong dan melindungi orang-orang yang Hijrah ke Habasyah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menulis surat kepada para raja dan penguasa berbagai bangsa, maka pemimpin Nasrani adalah yang paling baik dalam penolakannya.

Heraklius, raja Romawi di wilayah Syam berusaha untuk meyakinkan rakyatnya agar menerima Islam tetapi gagal. Oleh karena itu, ia pun menolak dengan baik. Begitu pula Mukauqis, penguasa Qibthi, Mesir juga sangat baik penolakannya sekalipun tidak kalah baik kecenderungannya terhadap Islam. Bahkan ia mengirimkan hadiah yang sangat baik kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, ketika Syam dan Mesir dibebaskan, penduduknya telah mengenal Islam dan segera masuk ke dalam Islam.

Baca juga: Heraklius Bertanya tentang Ajaran Nabi

 

Referensi:

  • Fiqh As-Sirah. Cetakan kesepuluh, Tahun 1437 H. Prof. Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.

Direvisi pada Jumat sore, 28 Jumadal Ula 1446 H, 29 November 2024 @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Penulis: Dr. Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Prove your humanity: 6   +   9   =  

Back to top button