Akhlaq

Tetap Setia: Definisi, Dalil, dan Penerapannya dalam Islam

Tulisan ini mengupas makna kesetiaan dari perspektif Islam, lengkap dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan hadits yang menegaskan pentingnya sifat setia dalam kehidupan. Semoga pembahasan ini dapat menjadi panduan dalam menerapkan kesetiaan pada berbagai aspek kehidupan sesuai ajaran Islam.

Secara umum, “setia” berarti konsisten dalam komitmen, kesetiaan, dan ketulusan hati terhadap seseorang, prinsip, atau tujuan tertentu. Dalam konteks hubungan, setia berarti tetap berpegang pada janji dan tanggung jawab yang telah disepakati, menjaga kepercayaan, dan tidak berkhianat meskipun menghadapi godaan atau tantangan. Setia juga mencakup sikap menghargai, menghormati, dan memberikan dukungan tanpa syarat kepada pihak yang telah dijanjikan komitmen tersebut.

 

 

Setia merupakan kualitas yang mencerminkan kejujuran, komitmen, dan tanggung jawab terhadap apa pun yang dianggap penting dan berharga dalam hidup.

Dalam bahasa Arab, konsep “setia” lebih dekat dengan kata **”الوفاء” (al-wafā’)**, yang berarti kesetiaan, pemenuhan janji, dan komitmen. Kata ini mencerminkan sikap menjaga janji, bertanggung jawab, dan konsisten dalam menjalankan komitmen atau hubungan dengan orang lain. Selain itu, kata **”الإخلاص” (al-ikhlāṣ)** juga sering digunakan, terutama dalam konteks keikhlasan dan dedikasi yang tulus dalam hubungan, pekerjaan, atau ibadah. Kedua kata ini menggambarkan inti dari kesetiaan, yaitu komitmen, kejujuran, dan ketulusan dalam segala hal.

 

Ayat dan hadits yang membicarakan tentang setia

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu .…” (QS. Al-Maidah: 1)

Surah Al-Isra (17:34):

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

Dan penuhilah janji, karena sesungguhnya janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’: 34)

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

“Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika dipercaya dia berkhianat.”

 

Penerapan kesetiaan

Setia bisa diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, antara lain:

1. Hubungan Pernikahan atau Percintaan: Setia dalam hubungan berarti menjaga komitmen kepada pasangan, tidak berkhianat, dan terus mendukung satu sama lain dalam suka maupun duka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُۥ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا

“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisaa’: 21)

Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam Aysar At-Tafaasir berkata, “Dan Allah berfirman pula {ﻭﺃﺧﺬﻥ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻴﺜﺎﻗﺎ ﻏﻠﻴﻈﺎ} “dan para suami telah diambil janjinya”, maksudnya adalah akad nikah dan itu adalah akad yang pasti dan berkata sang suami di akadnya dengan “aku menikahinya dalam keadaaan bersama dengan makruf atau bercerai dengan baik”. Dan bagimana ada bentuk perceraian yang baik jika sang istri disudutkan agar gugur hak maharnya atau sebagiannya. Inilah yang diingkari oleh Allah Ta’ala {ﻭﻛﻴﻒ ﺗﺄﺧﺬﻭﻧﻪ} “Bagimana bisa kalian mengambilnya?!”, sebuah kalimat tanya retorik yang berisi pengingkaran.”

Pelajaran dari ayat: Wajibnya menjaga janji dan menepatinya.

Dalam masalah perjanjian saat pernikahan, itu juga harus dipenuhi berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Uqbah bin ‘Amir,

أَحَقُّ الشُّرُوْطِ أَنْ تُوْفُوْا بِهِ مَا اسْتَحْلَلْتُمْ بِهِ الْفُرُوْجَ

Syarat yang paling patut untuk ditunaikan adalah perjanjian (persyaratan) nikah (yang menghalalkan kemaluan wanita).” (HR. Bukhari no 2721 dan Muslim no 1418)

Baca juga: Perjanjian dalam Jual Beli

2. Persahabatan: Dalam persahabatan, setia berarti tetap mendampingi dan mendukung teman, bahkan saat mereka menghadapi kesulitan atau berada dalam situasi sulit.

عَلَيْكَ بِإِخْوَانِ الصِّدْقِ تَعِشْ فِي أَكْنَافِهِمْ، فَإِنَّهُمْ زِينَةٌ فِي الرَّخَاءِ وَعُدَّةٌ فِي الْبَلَاءِ.

“Bergaullah dengan saudara-saudara yang jujur, niscaya kamu akan hidup dalam pelukan mereka, karena mereka adalah perhiasan di waktu senang dan pelindung/penolong di saat susah.”

Perkataan ini dinukil oleh Imam Al-Bayhaqi dalam kitabnya “Syu’ab al-Iman” (Bab 12, Hadits no. 8437), dan juga disebutkan dalam kitab “Hilyatul Awliya’” karya Abu Nu’aim Al-Asfahani.

3. Keluarga: Setia kepada keluarga berarti selalu menghormati, mendukung, dan memberikan kasih sayang tanpa syarat, serta menjaga ikatan keluarga dalam segala keadaan. > Wujudnya: jalin silaturahim

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi.” (HR. Bukhari no. 5985 dan Muslim no. 2557)

4. Prinsip dan Nilai Hidup: Setia pada prinsip dan nilai berarti tetap teguh berpegang pada keyakinan dan pandangan hidup meskipun dihadapkan pada tekanan atau godaan yang berlawanan.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ

Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Ath-Thibiy berkata bahwa maknanya adalah sebagaimana seseorang tidak mampu menggenggam bara api karena tangannya bisa terbakar sama halnya dengan orang yang ingin berpegang teguh dengan ajaran Islam saat ini, ia sampai tak kuat ketika ingin berpegang teguh dengan agamanya. Hal itu lantaran banyaknya maksiat di sekelilingnya, pelaku maksiat pun begitu banyak, kefasikan pun semakin tersebar luas, juga iman pun semakin lemah.

Baca juga: Mereka yang Memegang Bara Api

5. Pekerjaan atau Tugas: Setia dalam pekerjaan berarti menjalankan tanggung jawab dengan integritas, konsistensi, dan dedikasi, bahkan ketika menghadapi tantangan atau peluang yang lebih menarik di tempat lain.

Hukum asal perjanjian adalah boleh dan sah. Jika perjanjian tersebut sudah dibuat, maka wajib dijalankan sebagaimana perintah dalam firman Allah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu” (QS. Al Maidah: 1).

Dalam hadits abu Hurairah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ

Kaum muslimin wajib mematuhi perjanjian yang telah mereka sepakati.” (HR. Abu Daud no 3594. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Baca juga: Perjanjian dalam Jual Beli

6. Agama dan Keyakinan: Setia kepada agama berarti menjalankan ajaran dan ibadah dengan konsisten, serta tetap berpegang pada keyakinan tersebut dalam setiap aspek kehidupan.

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. (HR. Muslim, no. 783)

Allah juga memerintahkan untuk istiqamah sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Kedatangan para malaikat itu kepada mereka silih berganti seraya menyampaikan berita gembira kepada mereka saat menjelang kematian, “janganlah kamu merasa takut,” terhadap perkara yang akan kalian hadapi, “dan janganlah kamu merasa sedih,” atas apa-apa yang telah berlalu. Segala yang tidak dikehendaki yang telah berlalu dan yang akan datang disingkirkan dari mereka. “dan bergembiralah kamu dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu,” karena ia sudah pasti untuk kalian, dan janji Allah itu pasti ditepati.”

Baca juga: Kiat Agar Tetap Istiqamah

 

Orang yang Tidak Setia (Khianat)

Khianat itu lawan dari amanat.

Dalam Mufradat Alfazh Al-Qur’an disebutkan bahwa khianat adalah,

مخالفة الحق بنقض العهد في السر

“Menyelisihi kebenaran dengan membatalkan perjanjian diam-diam.”

Hakikat khianat menurut Ibnu ‘Asyur dalam At-Tahrir wa At-Tanwir adalah,

عمل من اؤتمن على شيء بضد ما اؤتمن لأجله، بدون علم صاحب الأمانة

Menjalankan berbeda dari yang diamanatkan, tanpa diketahui orang yang memberi amanat.

 

Bagaimana membalas orang yang berkhianat kepada kita?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menyampaikan dalam Qa’idah fii Ash-Shabr bahwa manusia dalam membalas dendam ada tiga macam:

Pertama, zalim yaitu yang membalas lebih dari kewajaran.

Kedua, muqtashid yaitu yang membalas sewajarnya (sama dengan tindakan zalim).

Ketiga, muhsinun yaitu yang memaafkan dan tidak membalas sama sekali.

Yang terbaik adalah membalas keburukan dengan KEBAIKAN.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)

Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)

Jika ada yang berbuat jelek kepadamu balaslah dengan kebaikan kepadanya. ‘Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Jika ada yang berbuat salah kepadamu, maka balaslah dengan suatu ketaatan kepada Allah kepadanya.” (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:529)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan tentang ayat ini, “Allah memerintahkan kepada orang beriman untuk bersabar ketika marah dan bersikap lemah lembut menghadapi orang yang bodoh, lalu bersikap memberikan maaf kepada orang yang berbuat jelek. Jika seperti itu dilakukan, Allah akan menyelamatkan mereka dari gangguan setan, musuhnya akan tunduk, dan akhirnya menjadi teman yang sangat setia.” (Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:530)

Ingatlah, yang bisa membalas kejelekan dengan kebaikan hanyalah orang-orang yang bersabar.

 

Jika ada yang mengkhianatimu di dunia, bagaimana membalasnya?

Caranya:

  • Jaga jarak dengannya, tetapi jangan sampai putuskan hubungan.
  • Fokus untuk menjadikan diri kita lebih baik.
  • Jalin hubungan dengan banyak orang.
  • Lakukan hal yang bermanfaat untuk dirimu dan orang lain.
  • Jangan menyimpan dendam, besarkan hatimu untuk memaafkan.

Baca juga: Bila Ada yang Mengkhianati Kita Bagaimanakah Membalasnya?

Kesetiaan, sebagai wujud komitmen dan ketulusan, adalah cahaya yang menerangi setiap hubungan, mengingatkan kita untuk menjaga janji dan kepercayaan dalam segala aspek kehidupan. Dengan berpegang pada ajaran Islam, kita diajak untuk menepati janji dan berbuat baik, sehingga setiap langkah kita menjadi ladang pahala yang mendekatkan diri kepada Allah.

 

 

Diselesaikan di @ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul, 27 Rabiul Awal 1446 H, 1 Oktober 2024

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button