Diperlakukan Buruk oleh Kerabat, Tetap Balas dengan Kebaikan
Silaturahim tetap dijaga walau dibalas jelek
Jika kita berada dalam posisi diperlakukan buruk oleh kerabat, tetap balas dengan kebaikan. Itulah yang lebih menenangkan dan berpahala besar.
Hadits #318 dari Riyadh Ash-Shalihin
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ: أَنَّ رَجُلاً ، قَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي ، وَأُحْسِنُ إلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إلَيَّ ، وَأحْلُمُ عَنهم وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ ! فَقَالَ : (( لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ ، فَكأنَّمَا تُسِفُّهُمُ الْمَلَّ ، وَلاَ يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللهِ تَعَالَى ظَهيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ )) رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa seorang lelaki berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya mempunyai beberapa orang kerabat. Saya menyambung hubungan tali kekeluargaan dengan mereka, tetapi mereka malah memustukannya dariku. Saya berbuat baik kepada mereka, tetapi mereka berbuat buruk padaku. Saya senantiasa bersikap ramah kepada mereka, tetapi mereka tidak tahu diri.” Kemudian beliau bersabda, “Seandainya benar apa yang kamu katakan, maka seakan-akan kamu menyuapkan abu panas kepada mereka. Allah senantiasa memberi pertolongan kepadamu karena perbuatan mereka, jika kamu tetap berbuat demikian.” (HR. Muslim, no. 2558)
Faedah hadits
Pertama: Dasar pokok dalam muamalah antar sesama kerabat adalah berbuat baik, saling menyambung silaturahim, bersabar, dan juga saling mengingatkan. Sehingga tidak sebaliknya, tetap harus bisa menahan gangguan dalam rangka menyambung tali silaturahim.
Kedua: Membalas keburukan dengan kebaikan akan berakibat pelaku keburukan akan menjadi baik. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِى ٱلْحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُ ۚ ٱدْفَعْ بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِى بَيْنَكَ وَبَيْنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِىٌّ حَمِيمٌ
Arab-Latin: Wa lā tastawil-ḥasanatu wa las-sayyi`ah, idfa’ billatī hiya aḥsanu fa iżallażī bainaka wa bainahụ ‘adāwatung ka`annahụ waliyyun ḥamīm
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushshilat: 34)
Ketiga: Menjalankan perintah Allah termasuk sebab datangnya pertolongan Allah bagi hamba yang beriman.
Keempat: Pemutusan silaturahim merupakan penderitaan dan azab di dunia, sekaligus sebagai dosa dan beratnya hisab (perhitungan) di akhirat.
Kelima: Seorang muslim sudah sepatutnya mengharapkan pahala dari amal saleh pribadinya. Hendaknya gangguan manusia serta pemutusan hubungan mereka terhadapnya tidak memutus perbuatan atau kebiasaan baiknya terhadap mereka. Karena Allah pernah menegur Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika dia bermaksud memutuskan hubungan dengan Misthah bin Utsatsah yang telah menyakitinya pada saat terjadi haditsul ifki (berita bohong bahwa Aisyah telah berselingkuh). Maka waktu itulah Allah berfirman,
وَلَا يَأْتَلِ أُو۟لُوا۟ ٱلْفَضْلِ مِنكُمْ وَٱلسَّعَةِ أَن يُؤْتُوٓا۟ أُو۟لِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱلْمُهَٰجِرِينَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا۟ وَلْيَصْفَحُوٓا۟ ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Arab-Latin: Wa lā ya`tali ulul-faḍli mingkum was-sa’ati ay yu`tū ulil-qurbā wal-masākīna wal-muhājirīna fī sabīlillāhi walya’fụ walyaṣfaḥụ, alā tuḥibbụna ay yagfirallāhu lakum, wallāhu gafụrur raḥīm
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nuur: 22)
Catatan berharga: Kita berbuat baik kepada orang lain itu dilakukan karena Allah. Kebaikan itu tetap dijaga terus walau orang lain berperilaku jelek pada kita.
Baca juga: Keutamaan Menyambung Silaturahim
Referensi
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaly. Penerbit Daar Ibn Al-Jauzi. 1:359-360 (hadits #318 dari Riyadh Ash-Shalihin).
–
Kamis siang, 23 Syawal 1445 H, 2 Mei 2024
Artikel Rumaysho.Com