Al-Qur’an Sebagai Obat dan Faktor yang Mempengaruhi Berhasilnya Ruqyah
Al-Qur’an itu bisa menjadi obat bagi penyakit lahir dan batin. Semuanya dengan izin Allah, lalu pengaruh dari orang yang membacanya dan keadaan diri orang yang diobati.
Baca juga: Setiap Penyakit Pasti Ada Obatnya
Ibnul Qayyim rahimahullah menyampaikan di dalam kitab beliau Al-Jawaabul Kaafi (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’) sebagai berikut.
“Al-Qur’an juga sebagai obat. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya,
ِوَلَوْ جَعَلْنَٰهُ قُرْءَانًا أَعْجَمِيًّا لَّقَالُوا۟ لَوْلَا فُصِّلَتْ ءَايَٰتُهُۥٓ ۖ ءَا۬عْجَمِىٌّ وَعَرَبِىٌّ ۗ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هُدًى وَشِفَآءٌ ۖ
Arab-Latin: Walau ja’alnāhu qur`ānan a’jamiyyal laqālụ lau lā fuṣṣilat āyātuh, a a’jamiyyuw wa ‘arabiyy, qul huwa lillażīna āmanụ hudaw wa syifā`.
“Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin.” (QS. Fushshilat: 44)
ِوَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ
Arab-Latin: Wa nunazzilu minal-qur`āni mā huwa syifā`uw wa raḥmatul lil-mu`minīna wa lā yazīduẓ-ẓālimīna illā khasārā
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra’: 82)
Lafazh “min” pada ayat di atas adalah menunjukkan makna jenis, bukan menunjukkan makna sebagian dari. Sebab Al-Qur’an seluruhnya merupakan rahmat sekaligus obat penawar, sebagaimana dijelaskan pada ayat sebelumnya. Al-Qur’an adalah obat penawar bagi hati dari penyakit kebodohan, keraguan, dan kebimbangan. Allah sama sekali belum pernah menurunkan obat penawar dari langit yang lebih bermanfaat, lebih komprehensif, dan lebih mujarab dalam menghilangkan penyakit daripada Al-Qur’an.
Al-Qur’an Sebagai Ruqyah
Ada sebuah riwayat dalam Ash-Shahihain dari Abu Sa’id, ia bertutur, “Sebagian sahabat Nabi pernah mengadakan perjalanan. Ketika tiba di sebuah perkampungan Arab, mereka pun meminta penduduknya untuk menjamu mereka. Namun, penduduk dusun itu menolaknya. Tidak lama kemudian, kepala dusun tersebut disengat kalajengking. Penduduk dusun segera berusaha mengobatinya, tetapi upaya mereka tidak membuahkan hasil. Sebagian mereka menyarankan, “Cobalah lihat ada rombongan yang datang tadi. Mungkin saja di antara mereka ada yang membawa sesuatu untuk mengobatinya.”
Penduduk kampung pun mendatangi rombongan para sahabat dan berkata, “Wahai para pengembara, kepala dusun kami disengat kalajengking. Kami telah melakukan segala macam upaya untuk menyembuhkannya, tetapi tidak kunjung berhasil. Apa di antara kalian ada yang mempunyai suatu cara untuk menyembuhkannya?” Sebagian sahabat menjawab, “Benar. Demi Allah, aku bisa meruqyah. Namun, demi Allah, kalian pernah menolak untuk menjamu kami tatkala kami memintanya. Oleh karena itu, aku tidak mau meruqyah, kecuali apabila kalian bersedia memberikan upah.”
Akhirnya, mereka bersepakat untuk memberi sejumlah kambing sebagai bayaran. Sahabat tadi bergegas pergi ke tempat kepala dusun lalu memberikan tiupan yang diiringi sedikit ludah, seraya membaca surah Al-Fatihah. Lalu kepala dusun itu seakan-akan terbebas dari ikatan. Ia pun bangkit dan berjalan tanpa merasakan sakit lagi.
Penduduk dusun itu pun menepati upah yang mereka janjikan. Sebagian sahabat segera berkata, “Bagilah upah tersebut!” Namun, sahabat yang tadi meruqyah menyanggah, “Kita tidak akan membagi sampai mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan apa yang terjadi. Dengan kata lain, kita menunggu perintah beliau.”
Setelah itu para sahabat mendatangi Rasulullah dan menceritakan kisah yang mereka alami. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana kamu mengetahui bahwa surah Al-Fatihah dapat dipakai untuk meruqyah?” Beliau melanjutkan, “Kalian telah melakukan hal yang benar. Bagilah upah tersebut dan berilah aku bagian seperti halnya kalian.” (HR. Bukhari, no. 5417 dan Muslim, no. 2201)
Surah Al-Fatihah terbukti memberikan dampak positif dalam menyembuhkan secara total penyakit yang diderita oleh kepala dusun hingga seolah-olah penyakit tersebut tidak pernah ada sebelumnya. Inilah obat termudah. Seandainya seseorang mampu untuk menggunakan surah Al-Fatihah dengan baik untuk tujuan pengobatan, niscaya dia akan melihat efek penyembuhan yang menakjubkan.
Saya pernah tinggal di Makkah selama beberapa waktu. Saat itu, saya terkena penyakit tanpa bisa mendapatkan obat maupun dokter. Akhirnya, saya mengobati diri sendiri dengan surah Al-Fatihah dan merasakan efeknya yang menakjubkan. Pengalaman ini lantas saya ceritakan kepada orang yang sakit, hingga kemudian banyak dari mereka yang sembuh dalam waktu singkat.
Baca juga:
- Bolehkah Meminta Diruqyah?
- Keampuhan dan Kemuliaan Surah Al-Fatihah
- Upah Mengajar Al-Qur’an, Halalkah?
Faktor yang Mempengaruhi Berhasilnya Ruqyah
Namun, ada satu permasalahan yang diperhatikan di sini. Dzikir-dzikir, ayat-ayat, doa-doa, atau obat-obatan yang digunakan untuk ruqyah serta penyembuhan, walaupun pada hakikatnya ia bermanfaat dan mampu menyembuhkan, tetapi tetap mempunyai ketergantungan terhadap: (1) keadaan tubuh penderita dan (2) kuatnya pengaruh yang mengobati.
Jika terjadi keterlambatan dalam penyembuhan, hal itu disebabkan oleh lemahnya pengaruh dan semangat dari pihak yang mengobati dan lemahnya tubuh, atua bisa jadi karena kuatnya faktor penghalang yang mencegah efek penyembuhan dari doa tersebut.
Hal ini sebagaimana terjadi pada obat-obatan dan penyakit fisik. Efek penyembuhannya terkadang hilang disebabkan fisik penderita yang tidak sesuai dengan obat tersebut, atau bisa jadi disebabkan oleh adanya suatu penghalang. Jika kondisi fisik seseorang mampu menerima obat tersebut, tentulah tubuhnya juga akan mendapatkan manfaat dari obat tersebut sesuai dengan kadarnya.
Demikian pula ruqyah. Jika jiwa penderita mampu menerima ruqyah dan ta’awudz tersebut dengan sempurna, sementara pihak yang meruqyah memiliki pengaruh dan semangat kuat, maka ruqyah tentu akan memberikan efek positif dalam menghilangkan penyakit.
Jangan Sampai Doa Lemah
Hal yang sama juga terjadi pada doa. Doa termasuk sebab yang paling kuat untuk (1) mendapatkan keinginan dan (2) mencegah terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki. Meskipun demikian, terkadang doa tidak memberikan efek apa pun. Hal ini bisa terjadi disebabkan doa itu pada dasarnya memang lemah. Misalnya, doa yang tidak disukai oleh Allah karena mengandung kezaliman atau karena kelemahan hati orang yang berdoa serta tidak adanya ketundukan kepada Allah. Mungkin juga hal itu disebabkan sesuatu yang menghalangi terkabulnya doa tersebut, seperti:
- mengonsumsi makanan haram,
- berbuat kezaliman,
- tertutupnya hati dengan maksiat,
- kondisi jiwa yang terkuasai dan terkalahkan oleh kelalaian, juga nafsu syahwat.”
Berlanjut Insya-Allah ….
Lihat Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hlm. 13-14.
Referensi:
Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’ (Al-Jawaab Al-Kaafi liman Sa-ala ‘an Ad-Dawaa’ Asy-Syaafi). Cetakan kedua, Tahun 1430 H. Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah. Penerbit Daar Ibnul Jauzi.
Baca Juga:
–
Rabu pagi, 22 Syawal 1445 H, 1 Mei 2024
Artikel Rumaysho.Com