Muamalah

Matan Taqrib: Memberi Minum Air Menjadi Wajib dalam 6 Kondisi

Memberi minum air itu menjadi wajib dalam enam kondisi sebagaimana diterangkan dalam Matan Taqrib berikut ini.

 

 

Al-Qadhi Abu Syuja’ rahimahullah dalam Matn Taqrib berkata:

وَيَجِبُ بَذْلُ المَاءِ بِثَلاَثَةِ شَرَائِطَ: أَنْ يَفْضَلَ عَنْ حَاجَتِهِ وَ أَنْ يَحْتَاجَ إِلَيْهِ غَيْرُهُ لِنَفْسِهِ أَوْ لِبَهِيْمَتِهِ وَأَنْ يَكُوْنَ مِمَّا يَسْتَخْلِفُ فِي بِئْرٍ أَوْ عَيْنٍ.

Dalam membuka lahan baru, wajib menyumbangkan air jika terdapat tiga syarat: (1) air yang ada melebihi kebutuhan, (2) air itu mencukupi kebutuhan orang lain, baik untuk dirinya sendiri atau binatang ternaknya, (3) air itu terdapat di sumur atau mata air.

 

Penjelasan:

Siapa saja yang menggali sumur atau meletakkan alat untuk mengangkat air, maka ia boleh memanfaatkan air, bahkan ia lebih berhak selama ia itu seorang yang mukim atau berada dalam kepemilikannya.

Menyumbangkan air kepada yang lain dihukumi wajib ketika memenuhi enam syarat, yaitu:

(1) Air yang ada melebihi kebutuhan untuk diri sendiri atau untuk hewan ternak.

‫ثَلاَثٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالْفَلاَةِ يَمْنَعُهُ مِنِ ابْنِ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ رَجُلاً بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ لَهُ بِاللَّهِ لأَخَذَهَا بِكَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لاَ يُبَايِعُهُ إِلاَّ لِدُنْيَا فَإِنْ أَعْطَاهُ مِنْهَا وَفَى وَإِنْ لَمْ يُعْطِهِ مِنْهَا لَمْ يَفِ

“Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, Allah tidak akan melihat mereka tidak juga menyucikan mereka dan bagi mereka siksa yang pedih: (1) seseorang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir, tetapi ia enggan memberikannya kepada para musafir yang membutuhkannya; (2) orang yang berjual beli dengan orang lain di waktu ‘Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahwa ia mengambilnya segini dan segini, lalu orang itu mempercayainya padahal tidak demikian keadaannya; (3) orang yang membaiat pemimpinnya hanya karena dunia, bila ia diberi oleh pemimpin ia melaksanakan baiatnya, dan bila tidak diberi, maka ia tidak mau melaksanakan baiatnya.” (HR. Bukhari, no. 2358 dan Muslim, no. 108)

(2) Air itu mencukupi kebutuhan orang lain, baik untuk dirinya sendiri atau binatang ternaknya. Namun, jika dibutuhkan untuk tanaman, maka tidak wajib memberikan air.

(3) Air itu terdapat di sumur atau mata air. Namun, jika air tersebut dikeluarkan oleh si pemilik ke suatu wadah atau suatu kolam, maka tidaklah wajib memberikan air.

(4) Air itu dekat dengan rerumputan atau tanaman yang mubah, maka pasti dibutuhkan untuk disiram.

(5) Air itu tidak dekat dengan rerumputan atau tanaman yang mubah, maka bagi yang mencari air, ia boleh mengambil air darinya, ia lebih berhak dan lebih dekat.

(6) Air itu diambil oleh hewan ternak dengan melewati tanaman selama tidak merusak tanaman, dan pemilik air tidak terkena mudarat.

Catatan: Jika terpenuhi syarat-syarat sebelumnya, maka memberi minum air dalam hal ini menjadi wajib dan tidak boleh mengambil upah dalam hal tersebut.

 

Referensi:

  • Al-Imtaa’ bi Syarh Matn Abi Syuja’ fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Hisyam Al-Kaamil Haamid. Penerbit Daar Al-Manaar.

Baca Juga:

Diselesaikan 15 Jumadal Ula 1445 H, 28 November 2023 di perjalanan Panggang – Playen

Muhammad Abduh Tuasikal 

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button