Haji Umrah

Hukum Badal Haji, Menggantikan Haji Orang yang Tidak Mampu

Apakah boleh melakukan badal haji untuk orang yang tidak mampu?

 

 

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

 

كِتَابُ اَلْحَجِّ

Kitab Haji

بَابُ فَضْلِهِ وَبَيَانِ مَنْ فُرِضَ عَلَيْهِ

Bab Keutamaan Haji dan Penjelasan Siapa yang Diwajibkan

 

Hadits #715

وَعَنْهُ قَالَ: { كَانَ اَلْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اَللَّهِ ( . فَجَاءَتِ اِمْرَأَةٌ مَنْ خَثْعَمَ،فَجَعَلَ اَلْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَجَعَلَ اَلنَّبِيُّ ( يَصْرِفُ وَجْهَ اَلْفَضْلِ إِلَى اَلشِّقِّ اَلْآخَرِ. فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ, إِنَّ فَرِيضَةَ اَللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي اَلْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخًا كَبِيرًا, لَا يَثْبُتُ عَلَى اَلرَّاحِلَةِ, أَفَأَحُجُّ عَنْهُ? قَالَ: ” نَعَمْ ” وَذَلِكَ فِي حَجَّةِ اَلْوَدَاعِ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَفْظُ لِلْبُخَارِيِّ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Al-Fadhl bin ‘Abbas pernah duduk di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang perempuan dari Khats’am datang. Kemudian mereka saling pandang. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan muka Al-Fadhl ke arah lain. Perempuan itu kemudian berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya haji yang diwajibkan Allah atas hamba-hamba-Nya itu turun ketika ayahku sudah sangat tua, tidak mampu duduk di atas kendaraan. Bolehkah aku berhaji untuknya?’ Beliau menjawab, ‘Iya, boleh.’ Ini terjadi pada waktu haji Wada’.” (Muttafaqun ‘alaih dan lafaznya menurut riwayat oleh Al-Bukhari). [HR. Bukhari, no. 1513 dan Muslim, no. 1334]

 

Keterangan:

  • Fadhl bin ‘Abbas bin ‘Abdul Mutthalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi adalah putra dari paman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (sepupu nabi). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersamanya dalam perang Hunain. Ia mengikuti haji Wada. Ia pun menghadiri pemandian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama berselisih tahun wafatnya Al-Fadhl. Ada pendapat yang menyatakan bahwa ia keluar ke Syam untuk berjihad. Ia mati dengannya pada tahun 18 Hijriyah. Ada pendapat yang lain yang menyatakan bahwa ia meninggal saat kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu.

 

Baca juga: Paman, Bibi, dan Sepupu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Faedah hadits

  1. Membonceng di atas hewan tunggangan selama hewan tersebut kuat dibolehkan.
  2. Mendengar suara wanita ketika ada hajat untuk meminta fatwa, tujuan pengajaran atau selain itu dibolehkan.
  3. Hukumnya haram melihat wajah wanita yang bukan mahram. Hukum menundukkan pandangan adalah wajib.
  4. Hendaklah memberikan perhatian pada para pemuda agar tidak terjerumus dalam godaan wanita.
  5. Hendaklah mengingkari kemungkaran dengan tangan selama itu memungkinkan.
  6. Mengganti haji dari orang yang tidak mampu karena sudah sepuh, memiliki penyakit yang tak kunjung sembuh, atau meninggal dunia masih dibolehkan.
  7. Wanita menggantikan haji seorang pria masih dihukumi boleh, begitu pula sebaliknya.
  8. Jika seseorang menghaji yang lainnya, hukumnya sah, walaupun yang digantikan tersebut belum terkena wajib haji.
  9. Bentuk berbakti kepada kedua orang tua adalah dengan membayarkan utangnya, berkhidmat kepadanya, memberinya nafkah, menghajikan keduanya, serta berbagai maslahat untuk keduanya.
  10. Haji tetap dihukumi wajib untuk orang yang mampu secara finansial, tetapi lemah secara fisik. Yang lainnya hendaknya menghajikan orang tersebut, baik ada wasiat ataukah tidak, dan menghajikannya sah. Harta peninggalan jika sudah wafat baiknya diperuntukkan dahulu untuk menghajikannya (membadalkan hajinya). Menurut pendapat al-ashah, masih boleh menghajikan pula haji yang sunnah.
  11. Wanita boleh pergi berhaji (haji wajib yang pertama) tanpa mahram selama aman untuk diri si wanita.
  12. Meminta fatwa dan bertanya disyariatkan agar lurus dalam ibadah dan selamat dari kesalahan.

 

Baca juga:

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 5:173-176.
  • Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 2:573-574.

 

 

Diselesaikan di Pondok Pesantren Darush Sholihin, 18 Dzulqa’dah 1444 H, 6 Juni 2023

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button