Shalat

Bulughul Maram – Shalat: Apa yang Dimaksud Wanita, Keledai, Anjing Hitam Disebut Pemutus Shalat?

Apa yang dimaksud dalam hadits bahwa wanita, keledai, anjing hitam itu jadi pemutus shalat? Apa shalatnya batal jika dilewati tiga hal ini?

Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani

Kitab Shalat

بَابُ سُتْرَةِ اَلْمُصَلِّي

Bab Sutrah (Pembatas) bagi Orang yang Shalat

Hati-Hati dengan Hal yang Memutus Shalat

Hadits #231

وَعَنْ أَبِي ذَرٍّ ( قَالَ : قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ ( { يَقْطَعُ صَلَاةَ اَلْمَرْءِ اَلْمُسْلِمِ – إِذَا لَمْ يَكُنْ بَيْنَ يَدَيْهِ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ اَلرَّحْلِ – اَلْمَرْأَةُ , وَالْحِمَارُ , وَالْكَلْبُ اَلْأَسْوَدُ . . . ” اَلْحَدِيثَ . } وَفِيهِ { اَلْكَلْبُ اَلْأَسْوَدِ شَيْطَانٌ } . أَخْرَجَهُ مُسْلِمٌ

Dari Abu Dzarr Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Yang akan memutus shalat seorang muslim–jika tidak ada di depannya seperti mu’khiroh ar-rohli (tiang atau kayu sandaran di belakang kendaraannya atau tunggangannya)-, pemutus shalatnya adalah wanita, keledai, dan anjing hitam.” Disebutkan di dalamnya, “Anjing hitam adalah setan.” (Dikeluarkan oleh Muslim) [HR. Muslim, no. 510]

 

Hadits #232

وَلَهُ : عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ( نَحْوُهُ دُونَ : “اَلْكَلْبِ”

Menurut riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada hadits yang serupa dengannya tanpa menyebutkan lafaz “anjing”. [Dijelaskan oleh Imam Muslim di bab yang sama. Yang tepat kata “anjing” disebutkan dalam lafaz Abu Hurairah atau kita katakan tanpa penyebutan washf atau sifat anjing].

 

Hadits #233

وَلِأَبِي دَاوُدَ , وَالنَّسَائِيِّ : عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- نَحْوُهُ , دُونَ آخِرِهِ . وَقَيَّدَ اَلْمَرْأَةَ بِالْحَائِضِ

Dari Abu Daud dan An-Nasai dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ada hadits yang semisal tanpa menyebutkan kata akhirnya (yaitu anjing) dan membatasi pada wanita yang telah mengalami haidh (wanita baligh). [HR. Abu Daud, no. 703; An-Nasai, 2:64]

 

Faedah hadits

  1. Tiga hadits ini menunjukkan jika orang yang shalat tidak menjadikan sutrah (pembatas) untuk shalatnya, di mana tinggi sutrah itu seperti mu’khiroh ar-rohli (tiang atau kayu sandaran di belakang kendaraannya atau hewan tunggangannya), maka shalatnya terputus oleh sebab salah satu dari tiga hal, yaitu: wanita, keledai, dan anjing hitam.
  2. Jika kita meletakkan sutrah di hadapan kita shalat, lalu ada yang lewat antara tiga hal tadi (wanita, keledai, anjing hitam), tidaklah membatalkan shalat. Di sinilah yang menjadi alasan pentingnya tetap memakai sutrah.
  3. Pendapat pertama menyatakan bahwa yang dimaksud memutus shalat adalah shalatnya batal. Pendapat pertama dinyatakan oleh beberapa sahabat radhiyallahu ‘anhum seperti Abu Hurairah, Anas bin Malik, dan Ibnu ‘Abbas. Al-Hasan Al-Bashri juga berpendapat demikian. Ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Al-Majd, ‘Abdurrahman bin Qudamah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim.
  4. Pendapat kedua menyatakan bahwa yang dimaksud memutus adalah shalatnya kurang, bukan yang dimaksudkan adalah batal. Hal ini dikatakan shalatnya kurang karena hati jadi tidak fokus disebabkan tiga hal tadi. Pendapat kedua ini dianut oleh Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan salah satu pendapat lagi dari Imam Ahmad. Alasan jumhur adalah kedhaifan hadits “laa yaq-thoush shalaah syai’” (tidak ada sesuatu pun yang memutus shalat). Hadits dhaif ini tidak bisa dijadikan argumen menurut jumhur ulama. Hadits ini akan dibahas terakhir dalam bab “sutrah al-mushalli” di Bulughul Maram ini.
  5. Ada juga pendapat ketiga dalam masalah ini, yang memutus dan membatalkan shalat hanyalah jika yang lewat itu anjing hitam saja. Adapun wanita dan keledai yang lewat tidaklah membatalkan shalat. Pendapat ketiga ini adalah salah satu pendapat Imam Ahmad, juga menjadi pendapat Ishaq.
  6. Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan lebih cenderung pada pendapat: shalat itu batal karena dilewati tiga hal di atas. Intinya, dari pendapat-pendapat yang ada lebih hati-hati kalau kita tetap memakai sutrah dalam shalat walau kita menganggap hukum sutrah itu sunnah.
  7. Yang dimaksud memutus shalat itu wanita haidh adalah wanita yang sudah baligh, bukan yang dimaksud adalah wanita yang sedang haidh. Sedangkan anak-anak perempuan tidaklah masuk dalam pemutus shalat. Anak-anak perempuan tidak disebut dengan al-mar’ah.
  8. Adapun yang dimaksud anjing adalah anjing hitam karena anjing hitam disifati dengan setan sebagaimana dalam hadits.
  9. Adapun keledai (himaar) yang dimaksud adalah keledai, yaitu al-himaar al-ahlii. Karena keledai itu berbeda dengan zebra (al-himaar al-wahsyii).
  10. Jika wanita lewat di hadapan wanita yang shalat (tanpa sutrah), shalatnya batal.

 

Referensi:

  • Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan ketiga, Tahun 1431 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:410-415.

Baca Juga:

24 Muharram 1443 H, 2 September 2021

@ Darush Sholihin Pangggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button