Muamalah

Syarat dalam Money Changer

Dalam penukaran mata uang atau money changer, ada aturan khusus yang perlu diperhatikan. Jika tidak memperhatikan hal ini, seseorang akan terjerumus dalam riba. Berilmulah sebelum beramal.

Mata Uang Mengganti Emas dan Perak

Sudah diketahui bahwa mata uang kertas saat ini sudah menjadi sesuatu yang berharga dan menggantikan posisi emas dan perak dalam transaksi. Uang kertas lebih mudah disimpan dan dibawa. Namun perlu dipahami bahwa nilai uang kertas tersebut tidaklah dilihat dari bendanya itu sendiri, namun dilihat dari nominal yang bukan bagian dari benda itu sendiri.

Majelis Al Majma’ Al Fiqhi menyatakan bahwa uang kertas ada berbagai macam, tergantung pada mata uang yang dikeluarkan oleh tiap-tiap negara. Ada yang memakai mata uang junaih, riyal, dan dolar. Dan pada mata uang ini berlaku hukum riba [demikian nukilannya]. Sama halnya dengan emas dan perak yang berlaku padanya hukum riba.

Aturan dalam Penukaran (Barter) Barang Ribawi

Perhatikan hadits-hadits berikut yang menjelaskan cara barter emas dan perak di mana kedua barang ini termasuk komoditi ribawi.

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ يَدًا بِيَدٍ فَمَنْ زَادَ أَوِ اسْتَزَادَ فَقَدْ أَرْبَى الآخِذُ وَالْمُعْطِى فِيهِ سَوَاءٌ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1584)

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587)

Para ulama telah menyepakati bahwa keenam komoditi (emas, perak, gandum, sya’ir, kurma dan garam) yang disebutkan dalam hadits di atas termasuk komoditi ribawi. Sehingga enam komoditi tersebut boleh diperjualbelikan dengan cara barter asalkan memenuhi syarat.

Dari enam komoditi ribawi dapat kita kelompokkan menjadi dua. Kelompok pertama adalah emas dan perak. Sedangkan kelompok kedua adalah empat komoditi lainnya (kurma, gandum, sya’ir dan garam).

Jika sesama jenis komoditi di atas dibarter -misalnya adalah emas dan emas- maka di sini harus terpenuhi dua syarat, yaitu kontan dan timbangannya harus sama. Jika syarat ini tidak terpenuhi dan kelebihan timbangan atau takaran ketika barter, maka ini masuk riba fadhl.

Jika komoditi di atas berbeda jenis dibarter, namun masih dalam satu kelompok -misalnya adalah emas dan perak atau kurma dan gandum- maka di sini hanya harus terpenuhi satu syarat, yaitu kontan, sedangkan timbangan atau takaran boleh berbeda. Jadi, jika beda jenis itu dibarter, maka boleh ada kelebihan timbangan atau takaran –misalnya boleh menukar emas 2 gram dengan perak 5 gram-. Maka pada point kedua ini berlaku riba nasi’ah jika ada penundaan ketika barter dan tidak terjadi riba fadhl.

Jika komoditi tadi berbeda jenis dan juga kelompok dibarter –misalnya emas dan kurma-, maka di sini tidak ada syarat, boleh tidak kontan dan boleh berbeda timbangan atau takaran.

Masalah Money Changer

Aturan yang berlaku di atas, dapat kita terapkan dalam penukaran mata uang atau money changer.

  1. Jika mata uang sejenis, semisal 10.000 rupiah ingin ditukar dengan pecahan 1000 rupiah, maka ada dua syarat yang harus terpenuhi: (1) tunai, (2) jumlahnya sama. Tidak boleh pecahan 1000 rupiah dikurangi. Jika tidak memenuhi syarat tadi, maka terjerumus dalam riba. Karena dalam hadits disebutkan: … maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Barangsiapa menambah atau meminta tambahan, maka ia telah berbuat riba. Orang yang mengambil tambahan tersebut dan orang yang memberinya sama-sama berada dalam dosa.
  2. Jika mata uang berbeda jenis, semisal 1000 riyal Saudi ingin ditukar dengan 2.500.000 rupiah, maka hanya satu syarat yang harus dipenuhi: tunai, tidak boleh ada yang diserahkan terlambat ketika akad. Karena dalam hadits disebutkan: … Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).

Sehingga dari sini tidak dibenarkan jika seseorang ingin mengirim uang riyal Saudi dan diterima dalam bentuk rupiah di Indonesia. Caranya uang riyal tersebut ketika ditransfer ditukar terlebih dahulu ke mata uang rupiah, lalu ditransfer ke Indonesia. Namun cara pertama di sini relatif sulit. Atau bisa pula dengan pihak pentransfer memberikan jaminan bahwa uangnya sudah ditukar (tercatat dalam hisab, semacam kwitansi) sebelum ditransfer ke Indonesia.

Ibnu Qudamah berkata, “Penukaran mata uang disyaratkan harus tunai dan diserahkan dalam satu majelis dan ini adalah syarat sah yang tidak ada khilaf di antara para ulama.”

Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama yang telah kami ketahui sepakat bahwa orang yang ingin menukarkan mata uang jika mereka berpisah sebelum penyerahan mata uang tersebut, maka akadnya fasid (tidak sah).”

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

Referensi:

Akhtho-u Sya-i’ah fil Buyu’, Sa’id ‘Abdul ‘Azhim, terbitan Darul Iman

@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 5 Robi’ul Awwal 1433 H

www.rumaysho.com

Baca Juga:

Artikel yang Terkait

20 Komentar

  1. ustadz bagaimana dengan penukaran melalui online.
    jadi kasusnya saya ingin membeli mata uang online dari seseorang. dimana banyak orang berbisnis online sekarang dengan menggunakan mata uang tersebut (namanya paypal ballance). nah saya membeli uang tersebut dengan rupiah. ketika saya ingin membeli saya harus mentransfer dulu ke bank penjual, lalu setelah konfirm kepada penjual, penjual tersebut baru mengirim mata uang online tersebut kepada saya. apakah ini termasuk tidak kontan?

  2. Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama yang telah kami ketahui sepakat bahwa
    orang yang ingin menukarkan mata uang jika mereka berpisah sebelum
    penyerahan mata uang tersebut, maka akadnya fasid (tidak sah).”  —- kalo tidak sah, bagaimana status uang itu?

  3. Kalau yang terjadi seperti yang marak seperti sekarang ini dibisnis forex dimana orang sengaja mencari keuntungan dengan cara membeli mata uang asing disaat nilai tukar rendah kemudian menjualnya ketika nilai tukar naik , itu bagaimana pak ustadz ?.

  4. Pertanyaan ustadz:
    “Sehingga dari sini tidak dibenarkan jika seseorang ingin mengirim uang riyal Saudi dan diterima dalam bentuk rupiah di Indonesia. Caranya uang riyal tersebut ketika ditransfer ditukar terlebih dahulu ke mata uang rupiah, lalu ditransfer ke Indonesia. Atau pihak pentransfer memberikan jaminan bahwa uangnya sudah ditukar sebelum ditransfer ke Indonesia. ”

    Pada kenyataannya, saat mentransfer uang, orang yang mentransfer uang (si A) ini bukan melakukan transfer secara langsung, namun biasanya menggunakan jasa pihak ketiga. Nah, jasa pihak ketiga inilah yang bertransaksi dengan si A. Ia bertransaksi bisa jadi hanya pengiriman uang (untuk kemudian pihak ketiga ini bertransaksi dengan pihak ke empat di Indonesia dalam menukar menjadi rupiah), bisa jadi ia menukarkan dulu riyal si A dengan rupiah dan kemudian mentransfernya ke Indonesia.

    Apabila kejadiannya seperti ini, halal atau haram?

    1. Saya kebetulan bekerja di perusahaan seperti western union/moneygram, perusahaan tersebut sbg
      perantara pihak ketiga. Yg jelas perusahaan western union tsb pasti mengambil
      keuntungan dengan mendapat profit dari selesih nilai tukar antara riyal dengan
      rupiah.contoh: si A mau mengirim 2000 real ke familinya di Jakarta melalui
      western union di Jeddah. maka Western Union akan memberi kurs 1 real= 2500
      rupiah. padahal di central bank 1 real=2600rupiah, jadi disini western union
      untung 100 rupiah untuk tiap satu real. Maka total keuntungan Western union =
      2000 real x 100 = 200.000 rupiah.Dan western union juga menarik ongkos
      pengiriman sebesar 50.000 rupiah.Jadi sebenarnya dlm hal ini Western Union
      mendapatkan income dari: profit nilai tukar sebesar 200.000 rupiah dan income
      ongkos pengiriman sebesar 50.000rupiah.Total pendapat wester union Rp.250.000
      dari setiapo transaksi. Maka bila si A setuju,dia akan menyerahkan uang realnya 2000 ke kasir western union. nanti western union akan mengirim 2000 x 2500rp= Rp.5 jt ke keluarga di jakarta melalui kantor pos di jakarta yang bisa diambil di hari itu juga maupun diambil beberapa hari kemudian (nilainya tetap sama).Nah yang jadi pertanyaan: apakah cara tersebut yg
      dilakukan western union ..halal??? krn western union mengambil selisih nilai tukar dan ongkos kirm..mohon jawabanya. karena saya tdk ingin
      bekerja di tempat yg haram . trm kasih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button