Keluarga

Melakukan ‘Azl Guna Mencegah Kehamilan

Azl berarti menumpahkan sperma di luar vagina ketika terjadi ejakulasi. Pasutri yang biasa melakukan ‘azl, bertujuan untuk mencegah kehamilan, mengatur atau membatasi keturunan. Sebagaimana telah dijelaskan di beberapa edisi yang lewat bahwa Islam telah memiliki aturan dalam hubungan intim. Bagaimanakah dengan ‘azl? Apakah dibolehkan? Permasalahan ini akan merembet pada bahasan penggunaan berbagai alat kontrasepsi karena sama-sama bertujuan untuk membatasi keturunan. Moga bermanfaat.

Mengenal Coitus Interruptus

Coitus interruptus atau dikenal dalam Islam dengan ‘azl , biasa disebut pula withdrawal atau pull-out method, adalah salah satu dari cara mengontrol kelahiran, di mana laki-laki tatkala bersenggama menarik penisnya dari vagina si wanita sebelum terjadi ejakulasi. Si pria sengaja menumpahkan spermanya dari vagina pasangannya dalam upaya untuk menghindari inseminasi (pembuahan). (Sumber: Wikipedia English)

Pengertian ‘Azl

Secara etimologi, ‘azl berarti menjauh atau menyingkir. Seperti seseorang berkata,

عزل عن المرأة واعتزلها : لم يرد ولدها .

’Azl dari wanita, maksudnya adalah menghindarkan diri dari adanya anak (hamil).

Al Jauhari berkata,

عزل الرّجل الماء عن جاريته إذا جامعها لئلاّ تحمل .

“Seseorang melakukan ‘azl –dengan mengalihkan sperma di luar vagina- ketika berjima’ dengan hamba sahayanya agar tidak hamil.”

Makna secara terminologi (istilah) tidak jauh dari makna etimologi (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 72).

Gambaran ‘azl terhadap pasangan adalah ketika akan mendekati keluarnya mani (ejakulasi), kemaluan sengaja ditarik keluar vagina sehingga sperma tumpah di luar. Hal ini bisa jadi dilakukan karena ingin mencegah kehamilan, atau pertimbangan lain seperti  memperhatikan kesehatan istri, janin atau anak yang sedang menyusui (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 81).

Mengenai Hukum ‘Azl

Para ulama berselisih pendapat mengenai hukum ‘azl pada istri.

Pendapat pertama menyatakan boleh secara mutlak (tanpa syarat), baik diizinkan oleh istri atau pun tidak. Namun jika seseorang meninggalkannya, maka itu lebih baik. Inilah pendapat yang rojih (pendapat lebih kuat) menurut Syafi’iyah. Alasannya, karena hak istri adalah disenangkan (dengan melakukan ‘azl pun sudah terpenuhi), walau tidak keluar mani. Namun untuk melakukan ‘azl disunnahkan meminta izin pada istri terlebih dahulu.

Pendapat kedua membolehkan dengan bersyarat (ada hajat). Namun jika tidak ada hajat, maka dimakruhkan. Inilah yang menjadi pendapat ‘Umar, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud dan Imam Malik. Pendapat ini menjadi pendapat kedua di kalangan Syafi’iyah. Pendapat ini juga menjadi pendapat ulama Hanafiyah. Namun pendapat ini membolehkan ‘azl tanpa izin istri jika zaman telah rusak dan bisa memberikan pengaruh buruk pada anak yang dilahirkan nantinya (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 81).

Pendapat pertama yang membolehkan ‘azl secara mutlak berdalil dengan hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

كُنَّا نَعْزِلُ وَالْقُرْآنُ يَنْزِلُ

Kami dahulu pernah melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Qur’an turun ketika itu” (HR. Bukhari no. 5208 dan Muslim no. 1440).

Dalam riwayat lain disebutkan,

كُنَّا نَعْزِلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَبَلَغَ ذَلِكَ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَمْ يَنْهَنَا.

Kami dahulu melakukan ‘azl di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sampai ke telinga beliau, namun beliau tidak melarangnya” (HR. Muslim no. 1440).

Pendapat kedua yang membolehkan ‘azl namun bersyarat berdalil dengan hadits dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنْ يُعْزَلَ عَنِ الْحُرَّةِ إِلاَّ بِإِذْنِهَا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang melakukan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali dengan izinnya.” (HR. Ibnu Majah no. 1928, Al Baihaqi dalam Al Kubro 7: 231. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if)

Begitu pula ada hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

نهى عن عزل الحرة إلا بإذنها

Terlarang melakukan ‘azl terhadap wanita merdeka kecuali dengan izinnya” (HR. Al Baihaqi dalam Al Kubro 7: 231. Ibnu Hajar dalam At Talkhish 3: 188 mendhoi’fkan salah satu perowinya)

Sedangkan dalil yang menyatakan ‘azl itu makruh ketika tidak ada uzur, karena ‘azl adalah wasilah (jalan) untuk mempersedikit keturunan dan memotong lezatnya hubungan intim. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk memperbanyak keturunan dengan sabdanya,

تَنَاكَحُوْا تَكَثَرُوْا

Menikahlah dan perbanyaklah keturunan” (HR. ‘Abdur Rozaq 6: 173. Syaikh Al Albani menyatakan hadits ini dho’if sebagaimana dalam As Silsilah Adh Dho’ifah 3480)

Di antara uzur yang membolehkan melakukan ‘azl, yaitu:

  1. Jika wanita yang disetubuhi berada di negeri kafir dan khawatir terpengaruhnya kekafiran ketika anak dilahirkan di negeri tersebut.
  2. Jika wanita yang disetubuhi adalah hamba sahaya dan takut masih terpengaruhnya perbudakan pada anak yang dilahirkan nantinya.
  3. Jika wanita tersebut bisa terkena penyakit ketika hamil atau penyakitnya bertambah parah.
  4. Jika khawatir menjadi lemah saat anak masih butuh menyusui.
  5. Jika zaman telah rusak dan khawatir pada rusaknya keturunan nantinya (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 30: 82).

‘Azl Termasuk Pembunuhan Tersembunyi?

Beberapa hadits menyebutkan bahwa ‘azl termasuk pembunuhan tersembunyi.

Para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang ‘azl.  Beliau bersabda,

ذَلِكَ الْوَأْدُ الْخَفِىُّ

Itu adalah pembunuhan tersembunyi” (HR. Muslim no. 1442).

Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Para ulama telah mengkritik, karena haditsnya itu tidak tegas berisi pelarangan. Penyebutan ‘azl sebagai pembunuhan tersembunyi/ terselubung dalam hal penyerupaannya, tidaklah selalu berkorelasi dengan satu keharaman” (Fathul Bari, 9: 309)

Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata, “Adapun penamaan ‘azl dengan pembunuhan tersembunyi/ terselubung karena seorang laki-laki yang melakukan ‘azl terhadap istrinya hanyalah berkeinginan agar terhindar dari kelahiran anak. Maka tujuan, niat, keinginannya itu seperti orang yang tidak menginginkan anak dengan cara menguburnya hidup-hidup. Akan tetapi perbedaannya, orang yang mengubur anak hidup-hidup tadi dilakukan dengan perbuatan dan niat sekaligus; sedangkan pembunuhan tersembunyi/ terselubung ini (yaitu ‘azl) hanyalah sekedar berkeinginan dan berniat saja. Dan niat inilah yang tersembunyi/ terselubung” (Hasyiyah Ibnil Qoyyim, 6: 151)

Hukum Membatasi Keturunan

Menghalangi kehamilan bisa saja dengan cara ‘azl dan bisa pula dengan pembatasan keturunan yang sifatnya permanen atau sifatnya temporer. Pembatasan keturunan di negeri kita dikenal dengan istilah KB (Keluarga Berencana), cukup hanya dengan 2 anak.

Perlu dipahami bahwa jika niatan membatasi keturunan karena khawatir sempitnya rizki atau takut miskin, maka hukumnya haram. Ini sama saja seseorang su-uzhon pada Allah Ta’ala, padahal Allah-lah yang memberi rizki pada orang tua dan anak sekaligus. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al Isro’: 31).

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ

Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin, kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka” (QS. Al An’am: 151).

Mengenai hukum pembatasan keturunan di sini bisa dirinci:

Pertama, membatasi keturunan yang bersifat temporer (sementara) baik dengan obat/ pil KB dan suntik hormon. Hal ini sama dengan hukum ‘azl.

Kedua, membatasi keturunan yang sifatnya permanen (selamanya), hukumnya adalah haram dan tidak ada khilaf (perselisihan) di dalamnya. Karena Islam memerintahkan untuk menjaga dan memperbanyak keturunan. Kecuali ketika dalam keadaan darurat dan bahaya jika istri hamil, itu dibolehkan.

Perlu diingat sekali lagi, jika pembatasan keturunan baik dengan ‘azl, atau dengan kontrasepsi yang sifatnya temporer maupun permanen karena khawatir pada rizki si anak atau orang tua, atau khawatir akan jatuh miskin, maka hukumnya haram sebagaimana penjelasan di atas. (Lihat bahasan Shahih Fiqh Sunnah, 3: 190)

Penutup

Ingatlah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan bangga dengan umatnya yang banyak dan itu bisa tercapai jika umatnya memperbanyak keturunan dan menikahi wanita yang subur lagi penyayang.

Dari Ma’qil bin Yasaar, ia berkata, “Ada seorang laki-laki yang mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Sesungguhnya aku jatuh hati pada seorang wanita (istri) yang berketurunan baik lagi cantik, akan tetapi ia mandul. Apakah aku boleh menikahinya?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan”. Orang itu mendatangi beliau untuk kedua kalinya, dan beliau pun masih melarangnya. Kemudian, orang itu mendatangi beliau untuk ketiga kalinya, lalu beliau bersabda,

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ فَإِنِّى مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Nikahilah wanita yang penyayang lagi subur (tidak mandul). Karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan kepada umat yang lain karena jumlah kalian” (HR. Abu Daud no. 2050. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.

@ Ummul Hamam, Riyadh-KSA, 23 Shafar 1433 H

www.rumaysho.com

Baca Juga: Dua Anak Lebih itu Lebih Baik

Artikel yang Terkait

27 Komentar

  1. Assalamualaikum,

    bagaimana hukumnya membatasi keturunan secara
    permanen dengan melakukan ‘azl tapi bukan karena alasan rizki misalnya
    karena alasan no 5 diatas (jika zaman telah rusak dan khawatir pada
    rusaknya keturunan nantinya)

  2. permisi ustadz … saya ingin bertanya tentang ‘apakah azl termasuk pembunuhan, sperti yang dimaksud dalam al isra 31 dan al an am 151’ … padahal sel sperma yang masuk belum tentu membuahi, kalaupun membuahi belum tentu hidup … klaupun hidup belum tentu juga lahir dengan hidup …

    sedangkan membunuh adalah menghilangkan nyawa dari yang hidup …

    saya pernah baca ada hadits yang bunyinya seperti ini “tidak ada satu pun roh yang diciptakan Allah melainkan dia pasti hidup” …  maaf saya lupa perawinya …

    pada kenyataannya ,pada umumnya janin terbentuk dari satu sperma yang melebur dengan satu sel telur … sementara dalam sekali -maaf- ejakulasi sel sperma yang dikeluarkan milyaran … hanya 1/triliun yang bisa berfusi dengan sel telur

    mohon penjelasannya ustadz

  3. saya sudah punya anak 3,tp untuk hamil lagi saya ada rasa trauma sakit saat melahirkan. saat ini saya dan suami menempuh jalan azl. Bagaimana nasihat ustad? jazakallah khoiran

  4. Pak Ustadz, maaf saya mau bertanya mengenai hadits terakhir. 

    “Sesungguhnya aku jatuh hati pada seorang wanita (istri) yang berketurunan baik lagi cantik, akan tetapi ia mandul. Apakah aku boleh menikahinya?” pada zaman Rasulullah, bagaimana mereka tau secara pasti bahwa seorang perempuan itu mandul? Apakah kita boleh menanyakannya lgsg kepada calon istri? atao bagaimanakah adab yang semestinya untuk mengetahui bahwa calon kita ini mandul atau tidak? 

    terimakasih.

    1. terimakasih sudah dijawab, pak ustadz. 
      tapi saya masih kurang puas dengan jawaban pak ustadz. 

      alasannya, bagaimana kita tahu bahwa ibu/nenek/keluarga dekat dari si calon tidak punya banyak anak karena kemandulan? bisa saja mereka memang berencana tidak ingin punya banyak anak. 

      seandainya memang begitu caranya, bukankah kita bisa jatuh ke dalam perkara penuduhan? misalnya: jangan nikah dengan si fulan, karena si fulan mandul. lihat saja keluarganya. padahal tidak demikian (mksdnya: mreka tidak punya banyak anak bukan karena kemandulan)

      tapi kalau seandainya jawabannya memang begitu bedasarkan dalil2 yang ada, maka saya terima saja dan kalau boleh saya minta dalilnya. 

      maaf merepotkan, pak ustadz.
      dan terima kasih. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button