Amalan

Mereka Sedikit Tidur pada Malam Hari Karena Tahajud

Sifat orang beriman adalah sedikit tidur pada malam hari karena sibuk dengan tahajud.

 

Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi, Kitab Al-Fadhail

  1. Bab Keutamaan Qiyamul Lail

 

Ayat Kedua:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ

Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya.” (QS. As-Sajadah: 16)

Ayat Ketiga:

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

Di dunia mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.”(QS. Adz-Dzariyat: 17)

Penjelasan Ayat:

Yang dimaksud dengan “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” adalah karena qiyamul lail (shalat malam). Mereka meninggalkan tidur dan berbaring pada alas tidur yang empuk. Mujahid dan Al-Hasan Al-Bashri mengatakan mereka tidak tidur lantaran shalat malam. Demikian disebutkan dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:142.

Ada pendapat lain yang disebutkan oleh Ibnul Jauzi dalam Zaad Al-Masiir (6:337-338), yang dimaksud adalah shalat antara Maghrib dan Isya, seperti pendapat Anas bin Malik. Ada juga yang menafsirkan bahwa yang dimaksud adalah shalat Isya karena para sahabat tidaklah tidur, menunggu shalat Isya dilaksanakan, inilah pendapat Ibnu ‘Abbas. Ada juga yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah shalat Isya dan Shubuh berjamaah sebagaimana pendapat Abu Ad-Darda’ dan Adh-Dhahak.

Sedangkan ayat,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

terdapat dua tafsiran: (1) maa bermakna naafi artinya “tidak”, maksudnya mereka sedikit mendapati malam dan waktu tersebut mereka tidaklah tidur; (2) maa bermakna mashdariyyah artinya “yang”, maksudnya sedikit dari malam mereka yang digunakan untuk tidur. Lihat bahasan dalam Zaad Al-Masiir, 8:31.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah menerangkan mengenai surah Adz-Dzariyat ayat 17, “Tidur mereka pada malam hari sedikit. Mayoritas malam mereka digunakan untuk taat menghadap Rabb mereka dengan shalat, membaca Al-Qur’an, berdzikir, berdoa, dan tunduk kepada Allah.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 858)

Baca Juga: Tahajud itu Dilakukan Setelah Bangun Tidur

Referensi:

  1. Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  2. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H.  Imam Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
  3. Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  4. Zaad Al-Masiir. Cetakan keempat, Tahun 1407 H. ‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al-Jauzi Al-Qurosyi Al-Baghdadi. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.

 

 


 

Disusun @ Darush Sholihin, 19 Muharram 1441 H (18 September 2019)

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

 

Artikel yang Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button