Doa Agar Dijauhkan dari Hawa Nafsu yang Jelek
Doa ini juga bagus diamalkan agar dilindungi dari akhlak dan hawa nafsu yang jelek.
Hadits #1482
وَعَنْ زِيَاد بْنِ عِلاَقَةَ عَنْ عَمِّهِ ، وَهُوَ قُطْبَةُ بْنُ مَالِكٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُوْلُ : (( اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ ، وَالأَعْمَالِ ، وَالأَهْوَاءِ )) . رَوَاهُ التِّرْمِذِي ، وَقَالَ : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ)) .
Ziyad bin ‘Ilaqah meriwayatkan dari pamannya, yaitu Quthbah bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan, “ALLOHUMMA INNI A’UDZU BIKA MIN MUNKAROOTIL AKHLAAQI WAL A’MAALI WAL AHWAA’ (artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari akhlak, amal, dan hawa nafsu yang jelek).” (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) [HR. Tirmidzi, no. 3591. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaliy mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih, perawinya tsiqqah].
Faedah Hadits
Pertama: Akhlak itu ada dua macam, yaitu akhlak yang terpuji dan akhlak yang tercela. Akhlak yang sesuai dengan petunjuk, itulah akhlak yang dicintai dan terpuji. Akhlak yang sesuai hawa nafsu adalah akhlak yang mungkar dan tercela.
Kedua: Akhlak yang mungkar itu dicela seperti ujub, sombong, meremehkan orang lain, berbangga diri, hasad, dan melampaui batas.
Ketiga: Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ah Al-Fatawa (10:635) menyatakan, “Adanya nafsu dan syahwat itu sendiri tidaklah berakibat seseorang dihukum. Seseorang baru dikatakan terkena hukuman ketika ia menuruti nafsunya sehingga yang ia harus lakukan adalah melarang nafsunya (untuk melanggar larangan Allah). Melarang nafsu yang akan salah itulah yang masuk ibadah dan amal shalih.”
Baca juga: Doa Berlindung dari Akhlak, Amal, Hawa Nafsu yang Mungkar
Sebab-sebab hawa nafsu yang jelek
Pertama: Membiasakannya sejak kecil
Kalau mengikuti hawa nafsu sudah dibiasakan sejak kecil, maka akan terus seperti itu hingga seseorang dewasa.
Karenanya orang tua tidak baik memanjakan anaknya dengan enggan membangunkannya shalat Shubuh. Kadang orang tua beralasa, “Ah dia masih ngantuk, kasihan dibangunkan.”
Namun kalau anak meminta mainan, bahkan ada yang merusak dan melalaikan, malah ketika itu dituruti.
Hati-hati jika terus mengikuti keinginan anak, karena ada yang sekedar nafsunya sehingga orang tua harus menimbang-nimbang manakah yang maslahat.
Kedua: Duduk-duduk dengan pengikut hawa nafsu
Ingat duduk-duduk dengan pengikut hawa nafsu, bermajelis dengan para pemabuk, pemain judi, orang yang akhlaknya rusak hingga dengan orang yang amalannya asal-asalan, hanya membuat kita terpengaruh.
Karena ingat,
الصَّاحِبُ سَاحِبٌ
“Sahabat itu sifatnya menarik.”
Ketiga: Kurang mengenal hak Allah, tidak mengenal akhirat dengan baik
Karena kalau seseorang terus memikirkan dunia dan lalai dari akhirat, hawa nafsunya akan selalu dituruti.
Keempat: Kurang amar ma’ruf nahi mungkar
Kalau tidak saling mengingatkan, maka yang ada adalah maksiat akan terus ada di tengah masyarakat kita dan banyak yang menuruti hawa nafsu. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Kelima: Cinta dunia dan terus tersibukkan dengan dunia
Sifat ini akan membuat kita terus menuruti hawa nafsu.
Keenam: Tidak mengetahui bahaya karena menuruti hawa nafsu
Padahal mengikuti hawa nafsu itu amat berbahaya, dapat membuat kita lalai dari kewajiban, terjerumus dalam dosa besar hingga berbuat syirik pada Allah.
Baca juga: Menuruti Hawa Nafsu
Referensi:
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Mufsidaat Al-Qulub. Cetakan pertama, tahun 1438 H. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Penerbit Al-Obekan.
Perjalanan Panggang – Jogja, 28 Dzulhijjah 1440 H (29 Agustus 2019)
Oleh yang selalu mengharapkan ampunan Allah: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com