Dzikir dengan Lirih Lebih Utama
Beberapa ayat menyebutkan tentang keutamaan dzikir disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya Riyadhus Sholihin berikut ini.
Ayat pertama:
وَلذِكْرُ الله أكْبَرُ
“Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain).” (QS. Al-‘Ankabut: 45).
Syaikh As-Sa’di menyatakan bahwa dalam shalat itu terdapat dzikir pada Allah dengan hati, lisan dan anggota badan. Allah yang menciptakan manusia untuk beribadah pada-Nya dan sebaik-baik ibadah adalah shalat. (Tafsir As-Sa’di, hlm. 669)
Ayat kedua:
فَاذْكُرُونِي أذْكُرْكُمْ
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 152).
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan bahwa siapa yang berdzikir pada Allah (mengingat Allah), maka ia mendapatkan maslahat yang besar yaitu Allah akan senantiasa mengingatnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, “Aku sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih). (Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 253)
Ayat ketiga:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الجَهْرِ مِنَ القَوْلِ بِالغُدُوِّ والآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الغَافِلِينَ
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205).
Imam Asy-Syaukani rahimahullah menyatakan mengenai kalimat ghafilin yaitu janganlah menjadi orang yang lalai dari dzikir. Dalam ayat ini juga ada perintah untuk berdzikir dengan suara lirih karena berdzikir dengan lirih lebih mendekati ikhlas. (Lihat Fath Al-Qadir, 2: 403)
8 Alasan Dzikir dengan Lirih
1- Menunjukkan keimanan yang benar karena yang memanjatkan dzikir tersebut mengimani kalau Allah itu mendengar dzikir yang lirih.
2- Ini lebih menunjukkan adab dan pengagungan. Hal ini dimisalkan seperti rakyat, ia tidak mungkin mengeraskan suaranya di hadapan raja. Siapa saja yang berbicara di hadapan raja dengan suara keras, tentu akan dibenci. Sedangkan Allah lebih sempurna dari raja. Allah dapat mendengar doa yang lirih. Sudah sepantasnya dalam doa tersebut dengan beradab di hadapan-Nya yaitu dengan suara yang lemah lembut (lirih).
3- Lebih menunjukkan khusyu’.
4- Lebih menandakan ikhlas.
5- Lebih mudah menghimpun hati untuk merendahkan diri, sedangkan dengan suara keras lebih cenderung tidak menyatukan hati.
6- Dzikir yang lemah lembut menunjukkan kedekatan dengan Allah. Itulah pujian Allah pada Zakariya ketika berdoa,
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
“Tatkala Zakariya berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)
Disebutkan bahwa para sahabat pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan. Mereka mengeraskan suara mereka saat berdoa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّهَا النَّاسُ أَرْبِعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا وَإِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا إنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ
“Wahai sekalian manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah berdo’a pada sesuatu yang tuli lagi ghoib (tidak ada). Yang kalian seru (yaitu Allah), Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Sungguh yang kalian seru itu lebih dekat pada salah seorang di antara kalian lebih dari leher tunggangannya.” (HR. Ahmad 4: 402. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth).
Kedekatan di sini yang dimaksud adalah qurb khosh (kedekatan yang khusus), bukan qurb ‘aam (kedekatan yang umum) pada setiap orang. Allah itu dekat pada hamba-Nya yang berdoa dan berdzikir, Allah dekat dengan setiap hamba-Nya yang beriman dan Allah itu dekat dengan hamba-Nya ketika sujud.
7- Dzikir yang dibaca lirih akan ajeg (kontinu) karena anggota tubuh tidaklah merasa letih (capek) yang cepat, beda halnya jika dzikir tersebut dikeraskan.
8- Dzikir yang lirih lebih selamat dari was-was dibandingkan dengan yang dikeraskan. Dzikir yang dijaherkan akan lebih membangkitkan sifat basyariah (manusiawi) yaitu ingin dipuji atau ingin mendapatkan maksud duniawi.
Perintah dalam dzikir sebagaimana disebut dalam ayat (yang artinya), “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205).
Mujahid dan Ibnu Juraij menyatakan bahwa ayat tersebut berisi perintah untuk mengingat Allah dengan hati dengan menundukkan diri dan bersikap tenang tanpa mengeraskan suara dan tanpa berteriak-teriak. Bersikap seperti inilah yang merupakan ruh doa dan dzikir. (Disarikan dari Majmu’ Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 15: 15-20)
Semoga semakin semangat untuk berdzikir.
Referensi:
- Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
- Fath Al-Qadir. Muhammad bin ‘Ali Asy-Syaukani. Penerbit Darul Wafa’ dan Ibnu Hazm.
- Majmu’ah Al-Fatawa. Ibnu Taimiyah. Penerbit Darul Wafa’ dan Ibnu Hazm.
- Tafsir As-Sa’di. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
- Tafsir Az-Zahrawain. Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid. Penerbit Al-‘Ubaikan.
—
Buletin Rumaysho.Com untuk Kajian Rutin Kamis Sore di Masjid Pogung Dalangan
Disusun @ Perpus Darush Sholihin, 25 Syawal 1438 H
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com