Meninggalkan Satu Rukun Islam
Seorang muslim tentu harus menjalankan rukun Islam. Rukun Islam inilah yang disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)
Yang jelas, meninggalkan salah satu dari rukun Islam di atas telah terjatuh dalam dosa besar. Namun ada yang menyebabkan keluar dari Islam, ada yang dikatakan sebagi pelaku dosa besar.
Meninggalkan Syahadat dan Iman
Dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah, yang dimaksud dengan hadits di atas, Islam itu dibangun di atas lima perkara seperti tiang untuk suatu bangunan.
Juga yang dimaksud dengan tiang tersebut adalah tiang pokok artinya kalau tidak ada tiang tersebut, tidak mungkin berdiri suatu bangunan. Adapun selain rukun Islam tadi adalah bagian penyempurna. Artinya, jika penyempurna tersebut tidak ada berarti ada kekurangan pada bangunan tersebut. Namun itu berbeda kalau tiang pokoknya tadi tidak ada.
Jelas, Islam seseorang jadi batal jika semua rukun Islam tadi tidak ada. Ini tak ada lagi keraguan. Begitu pula ketika dua kalimat syahadatnya tidak ada, Islam juga jadi hilang. Yang dimaksud dua kalimat syahadat ini adalah keimanan pada Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dalam riwayat lain disebutkan,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ إِيمَانٍ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ، وَالصَّلاَةِ الْخَمْسِ ، وَصِيَامِ رَمَضَانَ ، وَأَدَاءِ الزَّكَاةِ ، وَحَجِّ الْبَيْتِ
“Islam itu dibangun di atas lima perkara: beriman pada Allah dan Rasul-Nya; mendirikan shalat lima waktu; berpuasa Ramadhan; menunaikan zakat; dan berhaji ke Baitullah.” (HR. Bukhari, no. 4514)
Dalam riwayat Muslim disebutkan dengan mentauhidkan Allah,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللَّهُ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَصِيَامِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ
“Islam dibangun di atas lima perkara: mentauhidkan Allah; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa Ramadhan; dan haji.” (HR. Muslim, no. 16)
Dalam riwayat Muslim lainnya disebutkan,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ عَلَى أَنْ يُعْبَدَ اللَّهُ وَيُكْفَرَ بِمَا دُونَهُ …
“Islam dibangun di atas lima perkata: hanya Allah yang disembah dan sesembahan selain Allah diingkari ….” (HR. Muslim, no. 16) (Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 145)
Meninggalkan Shalat
Ibnu Rajab berkata, ada berbagai hadits yang menyatakan bahwa meninggalkan shalat mengakibatkan keluar dari Islam. Seperti hadits Jabir berikut yang dikeluarkan oleh Imam Muslim,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“(Pembatas) antara seorang muslim dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)
Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,
ولاَحَظَّ فِي الاِسْلاَمِ لِمَنْ تَرَكَ الصَّلاَةَ
“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ash-Shalah, hlm. 41-42. Dikeluarkan oleh Malik, begitu juga diriwayatkan oleh Sa’ad dalam Ath-Thabaqat, Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Iman. Diriwayatkan pula oleh Ad-Daruquthniy dalam sunannya, juga Ibnu ’Asakir. Hadits ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, no. 209)
Bahkan Ayyub As-Sikhtiyani berani menyimpulkan, “Meninggalkan shalat itu berarti kafir. Hal ini tidak diperselisihkan sama sekali.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 147)
Imam Ahmad dan Imam Ishaq juga mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat. Mereka samakan dengan kafirnya Iblis yang diperintahkan sujud pada Adam dan enggan. Dan Iblis juga enggan bersujud pada Allah Yang Maha Mulia. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 149)
Sebagai tanda mulianya shalat, saat lupa atau ketiduran (asalkan bukan kebiasaan) tetap dikerjakan saat ingat atau tersadar.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban baginya selain itu.” (HR. Bukhari, no. 597; Muslim, no. 684)
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.” (HR. Muslim, no. 684)
Meninggalkan Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan itu wajib. Wajibnya puasa ini sudah ma’lum minnad dini bidhoruroh yaitu secara pasti sudah diketahui wajibnya karena puasa adalah bagian dari rukun Islam . Sehingga seseorang bisa jadi kafir jika mengingkari wajibnya puasa. Namun jika malas-malasan puasa Ramadhan, padahal mampu, maka ia terjatuh dalam dosa besar. Hal ini berlaku juga untuk zakat dan haji.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan hukuman yang pedih bagi yang meninggalkan puasa dengan sengaja.
Dari sahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, beliau (Abu Umamah) menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata, ”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya, ”Suara apa itu?” Mereka menjawab, ”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”
Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya, ”Siapakah mereka itu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
هَؤُلاَءِ الذِّيْنَ يُفْطِرُوْنَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.” (HR. An-Nasa’i dalam Al-Kubra, sanadnya shahih. Lihat Shifat Shaum Nabi, hlm. 25).
Hati-Hati
Kata Ibnu Rajab, ingatlah bahwa rukun Islam yang lima itu saling terkait satu dan lainnya. Kalau satu ibadah tidak diterima, bisa membuat yang lainnya tidak diterima. (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 149)
Namun bisa jadi maknanya adalah bukan tidak sah, sehingga tidak perlu diulang. Namun yang dimaksud adalah Allah tidak meridhainya dan tidak memuji orangnya. Seperti Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Siapa yang tidak menunaikan zakat, maka tidak ada shalat untuknya.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 150)
Bagaimana jika seseorang berpuasa Ramadhan, namun tidak shalat lima waktu?
Kalau kita katakan, meninggalkan shalat itu kafir, apa mungkin puasa Ramadhan yang dilakukan diterima? Silakan renungkan.
—
Naskah Khutbah Jum’at di Masjid Adz-Dzikra Ngampel Warak, 6 Sya’ban 1437 H
Diselesaikan 6 Sya’ban 1437 H di Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam