Syarat Pembatal Puasa Berlaku
Kita tahu ada pembatal puasa seperti makan, minum, dan jima’ (hubungan intim). Ternyata bisa batal jika memenuhi tiga syarat berikut.
Syarat Pertama: Tahu Ilmu
Apabila seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas karena tidak tahu (jahil), baik jahil terhadap waktu atau hukum maka puasa tetap sah.
Misal jahil terhadap waktu : Seseorang bangun di akhir malam dan dia menyangka fajar belum terbit, kemudian dia makan dan minum. Namun ternyata fajar telah terbit dan dia baru mengetahuinya, maka puasa orang ini sah karena dia jahil terhadap waktu.
Misal tidak tahu terhadap hukum, sebagaimana terdapat dalam As Sunnah dari hadits Asma’ binti Abu Bakr radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam shohihnya Asma’ berkata,
أَفْطَرْنَا عَلَى عَهْدِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَوْمَ غَيْمٍ ، ثُمَّ طَلَعَتِ الشَّمْسُ
“Kami pernah berbuka di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari yang mendung lalu tiba-tiba muncul matahari.”
Para sahabat berbuka pada siang hari, akan tetapi mereka tidak mengetahui. Mereka menyangka bahwa matahari telah tenggelam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintah mereka untuk mengqodho’. Seandainya qodho’ tersebut wajib, tentu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memerintah mereka untuk mengqodho’. Seandainya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah mereka, tentu akan dinukil berita tersebut kepada kita. Seandainya kita berbuka dan menyangka matahari telah tenggelam padahal kenyataannya matahari belum tenggelam, maka wajib bagi kita menahan diri hingga matahari tenggelam dan puasa kita tetap sah.
Syarat Kedua: Dalam Keadaan Ingat, Tidak Lupa
Seandainya seseorang yang berpuasa lupa ketika makan atau minum, maka puasanya tetap sah. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.” (QS. Al Baqarah [2] : 286)
Syarat Ketiga: Berdasarkan Keingingan Sendiri Bukan Dipaksa
Seandainya seorang yang berpuasa melakukan salah satu pembatal di atas bukan atas kehendak atau pilihannya sendiri, maka puasanya tetap sah. Seandainya seseorang berkumur-kumur kemudian air masuk ke dalam perut tanpa kehendaknya, maka puasanya tetap sah.
Dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Majmu’ Fatawanya. Semoga manfaat.
Referensi:
Majmu’ Fatawa dan Rosa’il Ibnu ‘Utsaimin, 17: 143, Asy Syamilah
Ahad Pagi, 1 Sya’ban 1437 H @ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam